Batasi Korupsi Via Beleid Perampasan Aset

Jakarta - Rancangan Undang-undang (RUU) perampasan aset masih terus digodok secara akademis khususnya oleh Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) dalam workshopnya. RUU ini dianggap penting karena dalam penegakan hukum atas tindak pidana seperti korupsi, trafficking, narkoba, dan illegal logging yang perlu ditindak tidak hanya orang dan kesalahannya tapi juga penelusuran dan perampasan aset. Penelusuran dan perampasan aset ini berguna untuk pemulihan akibat kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana.

Ketua Panitia Workshop Nasional, Jamin Ginting mengatakan perampasan aset hasil tindak pidana belum memiliki payung peraturan perundang-undangan. Lanjutnya, aturan ini diperlukan agar aset bisa dirampas terlebih dulu sebelum membuktikan kesalahan tindak pidananya."Jadi asetnya dulu disita baru tindak pidananya diproses. Itu yang ada dalam RUU perampasan aset. RUU itu masih belum terselesaikan," kata dia dalam workshop bertema "Pemulihan Aset Tindak Pidana" yang digelar Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (Mahupiki) Pusat dan wilayah DKI Jakarta, di Hotel Sultan Jakarta, Kamis (28/8).

Dia menambahkan selama ini sebuah kejahatan kerap dikaitkan pada orang dan perbuatannya. Dalam RUU perampasan aset, tidak hanya fokus pada orangnya tapi pada hartanya. Menurutnya, kalau hartanya disita, selanjutnya orangnya pasti lebih mudah ditelusuri."Nanti kami akan adakan diskusi per kelompok, hasilnya akan dijadikan masukan perbaikan untuk RUU ini," jelas Jamin.

Sementara itu, Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan pemberantasan korupsi tidak cukup dengan mengedepankan upaya penindakan dan pencegahan tanpa menciptakan efek deteren. Dengan begitu, penelusuran dan perampasan aset pelaku korupsi perlu diterapkan dengan dasar UU Perampasan Aset yang sejauh ini masih dibahas di parlemen.

"Selain dari efek deterens (pencegahan), penelusuran hasil kejahatan menjadi penting guna memulihkan kerugian yang ditimbulkan dengan cara menarik kembali aset yang dicuri dan mengembalikannya kepada yang berhak yaitu negara dan masyarakat," kata dia.

Menurut dia, penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi perlu diimbangi dengan pemulihan aset kejahatan. Pasalnya, korupsi merupakan kejahatan yang didasari dengan kalkulasi yang matang oleh pelaku.

"Seseorang akan berani melakukan korupsi jika hasil yang didapat dari korupsi akan lebih tinggi dari resiko hukuman yang dihadapi bahkan, tidak sedikit pelaku korupsi yang siap untuk masuk penjara apabila dia memperkirakan bahwa selama menjalani masa hukuman, keluarganya masih akan dapat tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang dilakukan," ujar Basrief.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Basrief memandang perlu bagi penegak hukum untuk memotong aliran hasil kejahatan pelaku korupsi dengan merampas harta benda yang dihasilkan dari kejahatan korupsi. Kendati, penelusuran dan perampasan aset menjadi tantangan baru yang bakal dihadapi penegak hukum ke depan.

"Maka diharapkan pelaku akan hilang motivasinya untuk melakukan atau meneruskan perbuatannya, karena tujuan untuk menikmati hasil-hasil kejahatannya akan terhalangi atau menjadi sia-sia," jelas dia.

Lebih lanjut, Ketua Mahupiki Romli Atmasasmita menuturkan perampasan dan pemulihan aset bertujuan agar aset yang dirampas dikembalikan ke pemiliknya. Dia pun mencontohkan kebanyakan aset biasanya dari tindak pidana korupsi. Romli menjelaskan perampasan aset biasanya akan terjadi di ujung proses peradilan pidana. RUU ingin ada aturan agar perampasan bisa dilakukan sebelum ada putusan pengadilan.

"Ini hal baru dan ada di dalam konvensi PBB anti korupsi, itu terjadi kalau orangnya buron atau meninggal. Caranya langsung saja dituntut tanpa perlu ada pembuktian kesalahannya. Cukup diduga ada bukti permulaan lalu pelaku kabur ya sudah aset bisa dirampas," kata dia.

Dia juga mencontohkan di bea cukai ada banyak barang-barang tidak bertuan dan tidak ada yang ambil. Menurut dia, negara berhak merampas tapi dengan perintah pengadilan. Romli melanjutkan mumpung RUU masih digodok di DPR pihaknya ingin memberikan masukan agar UU yang keluar cocok dengan hukum Indonesia dan bisa diterima masyarakat luas. (mohar)

 

BERITA TERKAIT

Gugatan Hotel Sultan ke Pengelola GBK di PTUN Sudah Diputus, Kuasa Hukum: Hakim Sebut Kasus Ini Ranah Perdata dan Sudah ada Putusannya

NERACA Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam putusannya menyatakan gugatan pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco,…

Polri: Kemajuan Teknologi Lahirkan Pelanggaran Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan kemajuan teknologi menimbulkan pergantian aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang…

KPK Dorong Integritas Pendidikan Lewat Komitmen Antikorupsi

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana mendorong komitmen pencegahan korupsi…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Gugatan Hotel Sultan ke Pengelola GBK di PTUN Sudah Diputus, Kuasa Hukum: Hakim Sebut Kasus Ini Ranah Perdata dan Sudah ada Putusannya

NERACA Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dalam putusannya menyatakan gugatan pengelola Hotel Sultan, PT Indobuildco,…

Polri: Kemajuan Teknologi Lahirkan Pelanggaran Kekayaan Intelektual

NERACA Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan kemajuan teknologi menimbulkan pergantian aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang…

KPK Dorong Integritas Pendidikan Lewat Komitmen Antikorupsi

NERACA Jakarta - Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Wardiana mendorong komitmen pencegahan korupsi…