Kemenkeu Didesak Tambah Peserta BPJS

NERACA

Jakarta -  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai jumlah peserta Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang mencapai 86 juta jiwa hingga triwulan III 2014 masih belum sesuai target. Masih banyak penghuni panti sosial dan panti jompo belum masuk golongan Penerima Bantuan Iuran (PBI).

 

Anggota DPR dari Komisi IX Rieke Dyah Pitaloka mengingatkan janji presiden sebelum lengser adalah menggenjot partisipasi BPJS Kesehatan hingga 97 juta peserta secara nasional.

 

Khusus PBI kalangan penghuni panti, anggota Fraksi PDI-P ini menilai pemerintah sekarang masih bisa menambah jumlahnya agar terlindungi asuransi universal tersebut. "Masih ada selisih, tolong dibantu di akhir pemerintahan yang sekarang ditambah sebanyak 1,7 juta atau sampai 2 juta penduduk. Mereka berhak mendapatkan bantuan sosial," kata Rieke saat Sidang Paripurna DPR, Jakarta, Kamis (21/8).

 

Pemimpin Sidang Paripurna Sohibul Iman mendukung usulan Rieke. Sepatutnya isu ini dibawa dalam rapat fraksi saat membedah RAPBN 2015. "Secara logis memang seharusnya isu ini dibicarakan lebih detail lagi dan jadi dinamika di fraksi," kata politikus Fraksi PKS ini.

 

Di luar itu, Rieke mendesak pemerintah serius menyediakan anggaran kesehatan minimal 5 persen dari APBN. Jumlah belanja kesehatan RAPBN 2015 sebesar Rp 68,1 triliun belum memenuhi amanat undang-undang.

"Di Kemenkes hanya dianggarkan Rp 47 triliun, dan lima persen itu seharusnya di luar gaji pegawai," ungkapnya.

 

Sedangkan Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan pemerintah mengupayakan peningkatan anggaran kesehatan. Tapi itu prosesnya bertahap, serta jangan dilihat hanya dari pagu anggaran Kemenkes saja.

 

Kalau dibedah, duit Rp 68,1 triliun tahun depan mengalir pula ke Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, tunjangan kesehatan Veteran, serta Dana Alokasi Khusus.

 

Termasuk di dalamnya adalah talangan negara terhadap penerima bantuan iuran BPJS kesehatan.

 

"Pemanfaatan anggaran kesehatan tersebut digunakan untuk mendorong upaya optimalisasi pembangunan kesehatan dalam mencapai target-target yang ditetapkan, serta meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui pendekatan preventif dan kuratif," tegasnya.

 

Pada kesempatan berbeda, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Nasional (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, sosialisasi yang dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan dinilai masih kurang.

Menurut dia, terdapat ancaman bagi pengelola rumah sakit (RS), terkait sistem tarif Indonesia Case Base Groups (Ina CBGs) yang disamapaikan BPJS kesehatan yang masih bervariasi. Menurutnya, sosialisasi tersebut belum seragam, sehingga banyak menimbulkan keluhan.

"Saya masih kasih nilai D untuk sosialisasi yang dilakukan BPJS kesehatan. Sampai sekarang masih banyak komunikasi yang belum efektif ke pasien, dokter dan tenaga kesehatan lainya urusan JKN," kata Hasbullah.


Hasbullah mengungkapkan, dengan sistem Ina CBGs, belum dapat dirasakan kepuasan yang dirasakan pasien maupun dokter. Maka sosialisasi yang efektif harus dilakukan BPJS kesehatan lebih maksimal.

Selain masalah Ina CBGs, sistem pengambilan obat juga menjadi masalah. Pemerintah harus memberi kebijakan untuk obat kronis diberikan selama satu bulan, baik itu dari RS maupun Puskesmas. "Misalnya untuk penyakit hipertensi dapat diberikan selama sebulan. Itu jenis obat yang harus dikonsumsi," ucapnya.

Sistem pengambilan obat kronis yang juga menjadi masalah, karena tidak harus mengambil obat kronis di apotek milik BUMN. Seharusnya obat tersebut diserahkan kepada klinik-klinik yang memiliki apoteker.

Kebijakan ini membuat keluhan dan masalah di tengah masyarakat. Karena tidak semua apotek milik BUMN dekat Puskesmas. Maka, BPJS kesehatan harus memiliki pola baru dalam pemberian obat dalam era JKN.

"Klinik Puskesmaskan ada apotekernya. BPJS kesehatan tidak boleh memiliki kerjasama dengan BUMN karena BPJS kesehatan adalah milik masyatakat bukan milik BUMN lagi," tegasnya. [agus]

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…