Pro Kontra PP Kesehatan Reproduksi - Oleh : Prayogo Subandono, Pemerhati Masalah Sosial Budaya

PP No 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi atau yang lebih dikenal dengan PP aborsi menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Namun, sejatinya akar dari permasalahan ini sebenarnya diakui atau tidak mengindikasikan moral hazard yang semakin mengakar dan meluas di seluruh strata masyarakat di Indonesia.

Pihak yang pro terhadap PP ini tentunya dari kalangan pemerintahan itu sendiri. Seperti Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi yang di dalamnya mengatur tentang aborsi sudah sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)."PP aborsi sudah sesuai dengan ketentuan fatwa MUI karena aborsi bisa dilakukan dengan beberapa syarat. Ketentuan yang ada di PP itu sudah sejalan dengan Komisi Fatwa MUI," kata Lukman, Senin 18 Agustus 2014. Dia menyebutkan salah satu butir dalam PP tersebut yang menyatakan tindakan aborsi menjadi legal dalam kondisi tertentu tetap mengacu pada UU Kesehatan.
Pasal 75 ayat 1 menyebutkan setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Sementara itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Fasli Jalal mengatakan, dalam UU Kesehatan, aborsi jelas disebutkan tidak diperbolehkan kecuali ada indikasi kedaruratan medis. Misalnya menjaga keselamatan nyawa ibu dan anaknya.

Namun, saat ini ditambahkan dengan kasus perkosaan. Maka PP menegaskan aborsi dapat dilakukan jika terjadi kedaruratan medis dan perempuan akibat perkosaan dengan mekanisme pembuktian standar yang sangat ketat."Nantikan harus dibuktikan dengan prosedur yang ditetapkan. Akan dilihat oleh tim yang minimal berisi dua orang, salah satunya mengamati masa 40 hari menstruasi korban," kata Fasli saat ditemui di Kantor BKKBN, Jakarta.Menurut dia, pemerintah telah memperhitungkan waktu 40 hari secara seksama. Dalam hal ini usia kandungan belum mencapai tiga atau empat bulan.Selain itu,  lanjut Fasli, pemerintah melihat hak asasi perempuan yang diperkosa harus diberikan. Dengan melihat masa depan anaknya, psikologis ibunya ke depan maka hal ini telah menjadi keputusan.

"Karena kasus pemerkosaan adalah perbuatan kriminal. Ini adalah keputusan pemerintah dengan menjaga norma agama dan kedokteran sejak pembuahan. Karena kasus pemerkosaan adalah tugas aparat keamanan yang nantinya," tuturnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ronny Franky Sompie mengatakan sudah mendapatkan mandat dari Wakil Kapolri untuk mensosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 Tahun 2014 tentang Ihwal Kesehatan Reproduksi. “Sosialisasi pertama di lingkungan Polri,” kata Ronny saat dihubungi Tempo, Ahad, 17 Agustus 2014. (Baca: Aktivis Waspadai Penyalahgunaan PP Aborsi). Menurut Ronny, sosialisasi sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahpahaman. “Apalagi PP ini sangat sensitif,” ujarnya. Lingkungan Polri harus tahu seperti apa sebenarnya isi PP tersebut, khususnya mengenai peraturan legalisasi aborsi.

Dalam PP tersebut, yaitu Pasal 31 ayat 2 menyebutkan tindakan aborsi akibat pemerkosaan hanya dapat dilakukan jika usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. Selain kepada korban pemerkosaan, aborsi juga legal dilakukan apabila dalam keadaan darurat, yaitu jika kondisi ibu dan calon bayi terancam.

Ronny menuturkan aborsi dianggap legal karena pemerkosaan harus dikaji, terutama jika berada dalam kondisi darurat dan ada rekam medis jelas dari dokter ahli. “Berarti tidak ada tindak kriminal,” katanya. Namun, korban pemerkosaan yang hamil belum tentu langsung bisa diaborsi. Karena itu, ia menilai, PP ini harus dipahami secara detail agar tidak disalahgunakan masyarakat. (Baca: Menteri Amir Setuju Aborsi Bagi Korban Perkosaan).

Menurut Ronny, sosialisasi yang dibutuhkan berupa pemahaman detail pasal demi pasal bagi polisi di seluruh Indonesia. “Akan lebih bagus apabila langsung dari Kementerian Kesehatan,” kata Ronny. Sosialisasi PP tersebut, akan mempermudah Polri untuk mencari celah apakah dapat dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Kontra PP Aborsi

 Kelompok atau pemuka opini yang menolak PP tentang Kesehatan Reproduksi juga mempunyai alasan yang jitu. Menurut mereka, PP tersebut bertentangan dengan UU Perlindungan Anak seperti dikemukakan pihak KPAI ataupun Komnas Perlindungan Anak, bahkan Ariest Merdeka Sirait mengkhawatirkan apabila PP disalahgunakan oleh para remaja yang hamil di luar nikah, dimana penulis sepakat dengan Ariest bahkan penulis menganalisis lebih dalam kemungkinan PP ini dikeluarkan untuk “melindungi para korban pemerkosaan atau salah moral” dari kelompok-kelompok yang memiliki previlege khusus.

 Kelompok yang kontra terhadap PP ini juga menjustifikasi bahwa PP tersebut bertentangan atau melanggar KUHP khususnya Pasal 338 yaitu sengaja menghilangkan nyawa, bahkan kalangan kedokteran juga menolak PP ini dikarenakan bertentangan dengan kode etik kedokteran.

Kalangan sosilog menilai bahwa PP ini dinilai dalam pembuatannya tidak melihat kondisi sosiologis masyarakat Indonesia yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat, etika dan kesusilaan.

Jika ingin dilihat sisi positif dari PP ini sebenarnya juga ada antara lain : pertama, PP ini sebenarnya melindungi perempuan-perempuan yang menjadi korban pemerkosaan, namun sebaiknya perempuan yang dilindungi harus dari semua strata masyarakat, bukan hanya kalangan yang memiliki previlege tertentu saja.

Kedua, PP ini sebenarnya ingin memberikan “early warning” bahwa sebenarnya kasus-kasus moral hazard dan lunturnya nilai-nilai ketimuran yang menjunjung tinggi virginitas dan nilai-nilai keagamaan semakin longgar, terutama akibat pengaruh globalisasi yang diakui atau tidak “dibawa atau disuarakan” oleh kalangan media massa dan sosial media, sehingga lembaga-lembaga kuasi negara yang ditugaskan untuk “menertibkan” hal ini harus melaksanakan tugasnya secara baik.

Ketiga, penolakan terhadap PP aborsi ini juga diakui atau tidak menggambarkan kalangan atau jajaran lembaga humas di tanah air belum sinergis atau belum terkoordinasi dengan baik, sehingga gagal melakukan sosialisasi di jalur media massa ataupun sosial media bahkan di jalur-jalur hiburan serta melalui pemuka opini atau pemuka masyarakat terkait PP ini baik saat dalam perencanaan, penyusunan atau pembahasan sampai diumumkan atau diberlakukannya PP ini.

Keempat, PP ini sebenarnya memberikan “batasan-batasan diperbolehkannya aborsi”, bukan semua aborsi dibenarkan dalam PP ini, seperti tertuang dalam pasal 31 ayat (1) PP 61/2014 menyatakan, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan : indikasi kedaruratan medis; atau kehamilan akibat perkosaan.Berdasarkan PP 61/2014 itu pula, tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Pasal 31, hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.Sedangkan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) huruf a meliptui; kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu.Dan/atau kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat dalam PP 61/2014 ini dilaksanakan sesuai dengan standar.Kemudian penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan tersebut, dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.Tim sebagaimana dimaksud peraturan itu paling sedikit terdiri dari dua orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

Last but not least, sebenarnya yang penting bagi keluarga Indonesia adalah menjaga anak cucunya agar tidak melakukan moral hazard, dengan memberikan mereka nafkah lahir dan batin secara halal dan mengikuti norma-norma agama.***

 

 

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…