Two Steps From Hell

Negeri salah urus yang sebentar lagi masuk jurang resesi. Itu kondisi Indonesia saat ini. Di saat berbagai masalah ekonomi sedang menghantam, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak terlihat melakukan gebrakan jitu untuk mengatasinya. Presiden malah lebih sibuk mengurusi citranya daripada bekerja serius itu, hingga menyisakan berbagai Pekerjaan Rumah yang belum selesai ditangani.

Masalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih tak tuntas lantaran Presiden enggan mengambil resiko dan menyerahkan bola panas ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal waktu menaikan harga BBM. Soal perdagangan luar negeri Indonesia yang terus menunjukan angka defisit dalam transaksi, membuktikan bahwa negeri ini tak lugas dan cerdas mengantisipasi gejolak perdagangan global menyusul krisis ekonomi di berbagai belahan dunia.

Belum lagi masalah penurunan pendapatan pajak akibat banyak tikus di Direktorat Jendral Pajak Kementerian keuangan yang sering mencuri pendapatan pajak lewat kongkalingkong dengan wajib pajak.

Boleh dibilang, frase negeri “Auto Pilot” memang tepat adanya. Tanpa bantuan pemerintah, rakyat sebenarnya mampu berusaha sendiri agar bisa survive mengatasi berbagai masalah ekonomi yang menghimpitnya. Dunia usaha juga berusaha agar tak mati kutu dalam menghadapi gempuran produk impor yang membanjiri pasar domestik.

Malah, pemerintah menjadi beban bagi rakyat dan dunia usaha. Berbagai pungutan dan retribusi yang dikenakan, hanya membuat bertambahnya biaya produksi. Des, mendorong peningkatan harga jual dan berdampak pada terjerembabnya produk Indonesia dalam bersaing dengan produk negara lain.

Parahnya, retribusi dan pungutan juga berbuntut pada lonjakan biaya distribusi. Imbasnya, harga jual pangan ikut terkerek naik. Kenaikan harga komoditas pangan ini yang ikut mendorong lonjakan inflasi di daerah-daerah.

Adalah tugas pemerintah untuk menyiapkan regulasi dan sistem perdagangan yang mampu melindungi pasar Indonesia dari serbuan produk asing. Adalah juga tugas pemerintah untuk menjaga industri keuangan dari banjirnya investor yang memborong perbankan domestik. Namun dua tugas itu saja tak mampu dijalankan pemerintah dengan baik. Dalam hitungan beberapa tahun ke depan, bukan tidak mungkin Indonesia bakal sangat bergantung kepada kemurahan hati asing. Dalam bahasa sederhananya, Indonesia bakal dijajah secara ekonomi oleh asing.

Dalam soal pangan saja Indonesia tak mampu berdaulat, apalagi dalam soal lainnya. Jika ditambah dengan tumpukan utang, maka negara ini tak bakal berkutik mampu keluar dari cengkeraman asing.

Ketidak mandirian secara ekonomi, bakal mendorong bangsa ini kembali ke era penjajahan. Pemerintah jaman kerajaan dan jaman modern sekarang ini tak beda dalam kelakuan. Lebih asyik berebut kekuasaan dan harta hingga tak sadar sudah dicaplok mulut kekuasaan asing. Jadi, tinggal dua langkah lagi kita masuk ke dalam mulut neraka.

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…