Subsidi Pertanian AS

Oleh Cundoko Aprilianto

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

Sikap mau menang sendiri Amerika Serikat (AS) dan negara-negara maju lainnya sudah lama dikeluhkan banyak negara di dunia. Tidak hanya politik, dalam ekonomipun, AS acap kali menerapkan standar ganda. Contoh yang sangat nyata adalah desakannya agar dunia internasional tidak bersikap proteksionisme di pasar mereka, namun AS sendiri mengimplementasikan banyak non-tariff barrier untuk menghambat produk negara lain masuk ke sana.

Yang sangat dikeluhkan selama ini adalah sikap AS yang menyubsidi sektor pertaniannya sehingga produk negara itu memiliki daya saing lebih saat berkompetisi dengan produk negara lain. Di sisi lain, dengan berbagai dalih, AS berupaya menghambat penetrasi produk negara lain ke pasarnya.

Sikap AS dan negara-negara maju lainnya di sektor pertanian memicu kerugian bagi negara-negara berkembang yang menurut Bank Dunia diperkirakan mencapai US$17 miliar setiap tahunnya. Angka tersebut setara dengan lima kali pendampingan pembangunan (development assistance) yang diberikan ke negara berkembang.

Menurut analisis data federal yang dilakukan oleh the Environmental Working Group, antara 1995- 2011, subsidi pertanian telah merampok duit wajib pajak lebih dari US$275 miliar untuk subsidi itu.

Sejarah kebijakan subsidi AS dimulai pada masa the Great Depression 1929-1941. Pemerintah menyubsidi para petaninya agar tetap survive dalam situasi sulit itu mengingat biaya produksi meroket namun harga stagnan. Sementara itu, negara-negara Eropa memberikan subsidi kepada para petaninya demi mendongkrak produksi pangan dan menghindari malnutrisi pasca Perang Dunia II. Tapi kini mereka sedang kelebihan pangan sehingga dilempar keluar. Akhirnya, tujuan subsidi bergeser untuk meraih keuntungan di pasar global.

Tapi kini kondisi AS dan negara maju lainnya sedang terpuruk oleh krisis. Di AS sendiri, situasi politik sedikit bergeser. Pertanyaannya, apakah mereka akan terus memberlakukan subsidi ini? Menurut Perdana Menteri Selandia Baru John Key, dengan segunung utang dan keharusan mengurangi beban anggaran, subsidi seperti ini sudah tidak bisa dipertahankan. Menurut dia, tanpa subsidi pun sektor pertanian bisa maju seperti yang dialami negaranya.

Di dalam negeripun, iklim politik berubah dengan terpilihnya Elizabeth Warren sebagai anggota Senat AS mewakili negara bagian Massachusetts. Saat menjadi kandidat, dia mengatakan bahwa program pertamanya adalah memangkas subsidi pertanian.  Sejauh mana pengaruh Senat dalam pembuatan kebijakan di AS? Bagi rakyat AS, pemilihan anggota Kongres yang terdiri atas parlemen dan Senat sama penting dan kompetitifnya dengan pemilihan presiden. Ini karena peran penting Kongres dalam membuat undang-undang. Kongres secara hukum dan politik bersifat independen dari keinginan presiden.

Kalau prediksi PM John Key benar dan janji Senator Elizabeth Warren bisa terwujud, sektor pertanian dunia boleh sedikit bernafas lega.

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…