Iuran OJK

Oleh : Ahmad Nabhani

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Sejak dibentuknya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini terus menuai polemik. Jika kala itu, lembaga superbodi yang mengawasi industri keuangan ini diisukan berebut kekuasan dengan Bank Indonesia (BI) soal pengawasan. Kini OJK di kabarkan bakal merusak minat perusahaan yang akan go public atau menawarkan saham perdananya di pasar modal melalui IPO. Alasannya, banyak beban yang ditanggung calon emiten atau emiten dalam industri pasar modal. Ini menjadi pemicunya, soal beban iuran OJK yang akan dibebankan anggota bursa.

Selama ini, banyak biaya yang harus dikeluarkan anggota bursa. Selain pungutan pajak dan fee untuk broker, nantinya emiten bakal dibebankan iuran untuk OJK sekitar 7,5%-15% dari pendapatan usaha untuk biaya operasional lembaga baru tersebut. Tentunya, tanggung renteng yang dibebankan emiten, tidak semuanya disambut gembira. Namun ada yang menolak dengan alasan membebankan biaya yang jadi beban emiten. Alhasil besarnya, biaya yang dikeluarkan emiten tentunya akan membebankan perusahaan dan hasilnya akan mempengaruhi kinerja perushaaan. Terlebih bila, kinerja keuangan perseroan belum membuahkan untung besar untuk perseroan ataupun pemegang saham.

Setidaknya alasan inilah yang disuarakan Ketua Indonesian Corporate Secretary Association (ICSA), Hardijanto Saroso, bahwa bila pungutan biaya operasional OJK kembali dibebankan kepada emiten, dikhawatirkan mendorong emiten keluar dari pasar modal Indonesia. Tentunya, apa yang dikhawatirkan perlu soal mengancam delisting emiten disikapi serius dan bukan sekedar gertak sambal. Apapun yang menjadi keluhan para pelaku pasar dan termasuk anggota bursa harusnya di akomodasi oleh otoritas pasar modal dan bukan sebaliknya menganggap berlalu keluhan tersebut. Pasalnya, bila tanpa ada kordinasi dan suara yang diakomodasi tentunya akan berujung pada ketidak harmonisan para pelaku pasar dengan regulator.

Alhasil alih-alih meningkatkan daya saing industri pasar modal dengan negara lain, malah sebaliknya membawa industri pasar modal dalam negeri terburuk paling bawah lantaran perilaku pemerintah yang tidak efisien dan banyaknya melakukan pungutan. Tentunya, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan semangat industri pasar modal yang dituntut transparan, akuntabel dan efisien. Bagaimana bisa efisien, jika segala sesuatu operasional lembaga pemerintah harus dibebankan kepada anggota bursa. Pemerintah seharusnya, bisa mengkaji lebih jauh sejauh mana kebutuhan lembaga ini ke depannya.

Karena itu, pemerintah perlu kembali mengkomunikasi hal ini lebih baik lagi soal iuran OJK. Jangan sampai niatan yang baik dinilai buruk karena tidak disampaikan dengan baik. Disamping itu, apa yang dikeluhkan para pelaku pasar soal pungutan OJK juga tidak seharusnya ditelan mentah-mentah oleh komisioner otoritas jasa keuangan dan sebaliknya harus dibicarakan dengan duduk bersama.

 

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…