hasil wawancara Djoko Retnadi, Ekonom

Pengamat ekonomi, Djoko Retnadi mengatakan, perkembangan perbankan nasional yang cukup pesat saat ini tidak serta merta mendorong efisiensi yang dilakukan pihak bank. Efisiensi menurut dia sangat erat kaitannya dengan biaya operasional yang harus ditanggung dan pendapatan yang diperoleh bank bersangkutan. “Saat ini nilai BOPO perbankan sudah cukup baik, tapi secara umum bank Indonesia belum fokus pada kredit massal.” ujarnya.

Menurut Djoko, kredit massal seperti Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kartu kredit, dan kredit perusahaan (corporate) adalah salah satu faktor yang mendorong bank-bank di luar negeri, seperti Singapura lebih efisien. Sejauh ini, kata dia 80% aset yang dimiliki perbankan di Indonesia masih didominasi oleh kredit individual atau ritel yang menyerap tenaga kerja yang begitu banyak sehingga menambah beban biaya operasional yang harus ditanggung perbankan.

Selain aset yang didominasi oleh kredit individual, lanjut dia, sistem perbankan di Indonesia belum sepenuhnya mendukung kinerja perbankan agar lebih efisien. Keberadaan mesin-mesin ATM yang cukup banyak di Indonesia dan saat ini masih lebih banyak digunakan untuk pengambilan uang, berbeda dengan negara lain, yang mungkin hanya menggunakan ATM untuk satu kebutuhan penting, dan lebih prefer untuk menggunakan cek atau kartu kredit sebagai pembayaran. Karena itu, dia menilai jika pelayanan transaksi melalui sistem ATM dapat diintegrasikan dalam satu provider diharapkan Indonesia bisa lebih efisien.

Lebih lanjut Djoko mengatakan, salah satu faktor yang mendorong masih minimnya efisiensi perbankan Indonesia karena selama ini bank masih dianggap sebagai 70% sebagai pembiayaan. “Harus ada market substitusi, seperti pasar modal sehingga secara tidak langsung mendorong bank untuk lebih efisien, dengan menurunkan tingkat suku bunganya misalnya, karena adanya persaingan.” jelasnya

Karena itu, dia menilai, perbankan di Indonesia perlu mencermati pendekatan baru dalam hal teknologi. Jika tidak demikian maka bukan tidak mungkin bisa menjadi peluang bagi bank asing untuk menarik nasabah karena dinilai lebih efisien dan menguntungkan.

Meskipun demikian, dia optimistis dengan perkembangan yang terjadi di Indonesia, baik dalam sistem perbankan dan pasar modal lambat laun tapi pasti bank Indonesia bisa meningkatkan efisiensi dan bersaing dengan baik asing. “Saat ini bisa dibilang masa transisi, semua membutuhkan proses. Dalam jangka pendek bank Indonesia mungkin masih bisa aman terhadap keberadaan bank-bank asing.” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…