Revolusi Industri Hijau dan Krisis Energi

 Oleh Prof. Dr. Djoko Wintoro

 Guru Besar Prasetya Mulya Business School

Dewasa ini, Indonesia sangat memerlukan revolusi industri hijau dengan alasan menipisnya cadangan sumber daya energi, dan meningkatnya konsumsi enegeri untuk kegiatan bisnis dan rumah tangga, serta tingginya emisi CO2. Pertama, besarnya kekayaan Indonesia atas minyak, gas bumi dan baru bara menurut BP Statitical Review June 2010 diukur dengan cadangan yang tersedia (proven reserve) sangat kecil jika dibanding cadangan sumber daya energi dunia.

Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan sebesar 4400 juta barel atau sebesar 0.33% dari cadangan minyak bumi dunia yang mencapai sebesar 1.333.100 juta barel pada 2009. Sementara cadangan gas Indonesia hanya 3,18 trilion cubic meters, atau 1,7% dari cadangan gas dunia sebesar 187,49 triliun cubic meters. Sedangkan cadangan batu bara Indonesia hanya 4.328 juta ton atau 0,5% dari total cadangan batu bara dunia yang mencapai 826.001 miliar ton pada 2009.  Oleh karena itu, menjadi sangat jelas kekayaan energi Indonesia sangat kecil dibanding kekayaan dunia. Maka UUD 1945 mengamanatkan kekayaan energi langka ini harus dipakai sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Revolusi industri hijau adalah revolusi  dalam kegiatan bisnis yang bertujuan untuk penghematan penggunaan sumber daya energi, hemat pemakaian energi, berkurangnya emisi CO2, dan berkurangnya dampak kerusakan lingkungan. Sehingga bermanfaat meningkatkan standar kehidupan dan kesejahteraan sosial. Maka untuk mencapainya dibutuhkan inovasi teknologi hijau.

Indonesia tak boleh terlambat memasuki era revolusi industri hijau. Alasannya, banyak resiko yang mesti ditanggung akibatnya. Misalnya, menurunnya daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi langsung bagi perusahaan multinasional yang membutuhkan dukungan produksi hijau untuk menghasilkan produk hijau bertujuan ekspor.

Selain itu, kehilangan kesempatan mengikuti perlombaan dunia dalam program inovasi teknologi hijau yang banyak dipelopori China dan Korea di kawasan Asia. Bukan hanya itu saja, bahkan juga akan kehilangan devisa dari menurunnya kegiatan ekspor karena tidak memiliki ekspor produksi produk hijau. Sementara cadangan sumber daya energi tak terbarukan Indonesia akan dipercepat habisnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Perusahaan Indonesia juga akan menanggung risiko, misalnya kehilangan daya saing dalam biaya produksi rendah dengan perusahaan yang menguasai teknologi ek-efisien. Juga kehilangan daya saing dalam keunikan produk dibanding fitur dan fungsionalitas produk hijau. Yang tak kalah penting, adalah kesulitan memperoleh sumber pendanaan dari perbankan yang memfokuskan pada industri hijau.

Bukan tidak mungkin, perusahaan nasional kalah bersaingan di negeri sendiri. Karena seiring suksesnya revolusi hijau dunia. Sehingga kompetisi bisnis produk hijau tidak hanya terjadi di pasar global tapi juga dapat terjadi di pasar domestik.

Dalam revolusi industri hijau, dictum dari Einstein sangat baik untuk mengingatkan kita semua, yaitu : “Einstein’s Dictum-problems can’t be solved within the mind-set that create them.” 

(Disampaikan pada pidato pengukuhan Guru Besar di Prasetya Mulya Business School). 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…