Bursa Hanya "Jago Kandang"

Oleh : Ahmad Nabhani

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

Awal tahun depan, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai memberlakukan jam perdagangan baru atau lebih awal 30 menit dari perdagangan sebelumnya dan hal yang sama juga penutupan transaksi perdagangan lebih lama 30 menit dari biasanya.

Sistem jam perdagangan baru ini akan didahului oleh pre-opening sesi perdagangan pertama yang dimulai pk. 08.45-08.55 WIB. Adapun pembukaan perdagangan sesi pertama dimulai pk. 09.00 WIB atau 30 menit lebih cepat dari sebelumnya. Sedangkan sesi 2, akan dibuka pk. 13.30 WIB hingga 15.50 WIB, tanpa ada pembentukan harga closing. Pre-closing dilakukan pk. 15.55-16.00 WIB, penutupan dilakukan pada pk. 16.00-16.05 WIB, dan post-trading pk. 16.05-16.15 WIB.

Tujuan memajukan jam perdagangan, tidak semata-mata karena pertimbangan bisnis semata tetapi juga menghilangkan potensi perdagangan semu serta menyelaraskan dengan perdagangan di bursa lain seperti Hong Kong dan Singapura. Sehingga memberikan imbas meningkatnya daya saing yang sama dengan bursa di Asia.

Hanya saja apalah artinya persaingan, bila volume transaksi belum juga mengalami peningkatan yang berarti. Terkesan tidak mau pasang target tinggi dan hanya mencari aman, Direksi BEI jauh sebelumnya menegaskan, bila perubahan jam perdagangan bursa yang lebih awal ini bukan dimaksudkan untuk meningkatkan volume transaksi.

Industri pasar modal dalam negeri selalu mengklaim paling likuid di Asia, tetapi tidak berkaca dengan negara tetangga. Alhasil, industri pasar modal dalam negeri terkesan hanya jago kandang. Suka tidak suka, nilai transaksi dan perdagangan di pasar modal dalam negeri masih dibawah bursa Singapura, Malaysia dan Thailand.

Tidak hanya itu, jumlah investor domestik hingga kontribusi pasar modal terhadap PDB masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Sejatinya, kondisi ekonomi yang positif, inflasi yang terjaga bisa meningkatkan pertumbuhan industri pasar modal lebih agresif. Namun ironisnya, peluang besar tidak dimanfaatkan jumlah investor domestik dan hanya menjadi rebutan investor dan fund manager asing untuk mengeruk keuntungan dari dana yang masuk ke pasar modal.

Minimnya investor domestik aktif melakukan transaksi saham, lagi-lagi persoalan klasik kurangnya sosialisasi dan edukasi. Termasuk didalamnya menjaga keamanan dan kenyamanan berinvestasi. Masyarakat selama ini belum teralalu awas terhadap investasi di pasar modal dibandingkan investasi emas.

Bagaimana meningkatkan volume transaksi dipasar modal, bukanlah persoalan mudah karena harus meningkatkan pengetahuan soal pasar modal. Saat ini volume transaksi di bursa mencapai 120 ribu transaksi dengan rata-rata nilai perdagangan senilai Rp 4,5 triliun.

Dengan beroperasinya jam perdagangan baru pihak BEI berharap mampu meningkatkan transaksi 500 ribu transaksi dengan rata-rata nilai perdagangan harian sejumlah Rp 4,85 triliun. Semoga!

 

 

 

BERITA TERKAIT

Mudik Kelam 2024

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Masih dalam suasana lebaran Idul Fitri 1445 H sehingga…

Mendeteksi Bank Bangkrut

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah) Masyarakat sepanjang tahun ini dikejutkan dengan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberitakan sudah…

APBN 2025, dan Janji Politik Pemerintahan Baru

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden telah ditetapkan Komisi…

BERITA LAINNYA DI

Mudik Kelam 2024

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Masih dalam suasana lebaran Idul Fitri 1445 H sehingga…

Mendeteksi Bank Bangkrut

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah) Masyarakat sepanjang tahun ini dikejutkan dengan laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memberitakan sudah…

APBN 2025, dan Janji Politik Pemerintahan Baru

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden telah ditetapkan Komisi…