Rupiah Limbung, Bagaimana Bisnis Syariah ?

Oleh: Agus Yuliawan

(Pemerhati Ekonomi Syariah)

Pelaku bisnis beberapa hari ini dihadapkan dengan masalah yang pelik dengan  melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang telah melewati level 16.000 beberapa waktu lalu. Bahkan, Rupiah terus melemah dan menembus level 16.200 karena gejolak ekonomi global. Untuk mengatasi masalah itu , pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah sigap dengan kebijakan stabilitas nilai tukar uang. Diantaranya BI terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga nilai tukar lewat intervensi di pasar mata uang, dan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) di pasar sekunder yang juga diharapkan bisa menopang pasar obligasi. Meski berbagai langkah – langkah itu telah dilakukan belum kelihatan nilai tukar rupiah itu akan menguat kembali dalam kondisi normal. Bahkan beberapa pelaku usaha juga mempertanyakan apakah pelemahan nilai tukar rupiah tersebut mengganggu pengembangan bisnis syariah?

Menjawab pertanyaan tersebut, penulis memandang bahwa kenaikkan nilai tukar rupiah jelas mempengaruhi berbagai bisnis di masyarakat, bukan hanya bisnis konvensional tapi juga bisnis syariah kena dampaknya. Meski lembaga keuangan syariah (LKS) memiliki strategi mitigasi risiko terhadap masalah tersebut. Namun bagi pelaku bisnis syariah terutama sektor riil juga mengalami tekanan tersendiri atas lesunya transaksi bisnis dan inflasi masyarakat yang membesar.  Begitu juga bagi industri halal yang selama ini menggantungkan  bahan bakunya dari impor  dampak dari depresinya rupiah jelas sekali mempengaruhi produksi mereka. Sehingga jika mereka memiliki tanggungan pembiayaan kepada lembaga keuangan syariah  akan mengalami kemacetan angsuran pembayaran. Hal inilah yang menjadi riskan bagi bagi pelaku bisnis syariah ketika nilai tukar rupiah mengalami tiarap.

Namun disisi lain ada  peluang bagi pelaku bisnis syariah atas kondisi nilai tukar tersebut yaitu industri yang berorientasi ekspor seperti furniture, tambang, mineral dll akan memiliki keuntungan yang sangat besar karena ketika mereka ekspor uang yang diperoleh dari transaksi  adalah dollar AS. Namun dari sisi umum penurunan nilai tukar memberikan kelesuan kepada semua pelaku usaha dan lemahnya daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa.

Melihat realitas tersebut, pemerintah harus gerak cepat dalam mengatasinya secara konkrit dan bukan saja hanya melakukan intervensi pasar saja. Namun pemerintah perlu untuk melakukan berbagai langkah – langkah seperti diversifikasi pembiayaan pembangunan ekonomi. Caranya dengan mengurangi ketergantungan pada Utang Luar Negeri (ULN) baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kedua, reformasi kebijakan fiskal dengan mengoptimalkan struktur pajak untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani sektor produktif. Ketiga adanya koordinasi pemangku kebijakan agar rupiah bisa menguat tanpa harus mengorbankan devisa negara yang selama ini diperoleh.

Diakui pelemahan nilai tukar rupiah tidak lepas dari permasalahan ketegangan global yang terjadi saat ini.  Seiring meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran di Timur Tengah. Bila konflik berlarut-larut, sejumlah pakar khawatir akan muncul dampak berantai yang dapat mengguncang ekonomi Indonesia. Aksi saling serang antara Israel dan Iran, plus sikap The Fed—bank sentral AS—untuk mempertahankan kebijakan suku bunga tinggi, disebut berperan besar dalam pelemahan rupiah belakangan.

Untuk mengatasi hal ini, semua elemen dan pelaku bisnis di Indonesia harus kompak, apalagi dampak pelemahan tersebut membuat para investor menarik dana – dana dari aset – aset yang berisiko tinggi. Hal ini jelas mengganggu juga dalam pengembangan bisnis syariah di Tanah Air, apalagi pemerintah telah mendorong terbentuknya kawasan industri halal dan destinasi halal. Lesunya nilai rupiah menjadi catatan ekonomi yang harus segera di cover di purna pemerintahan Presiden Jokowi ini.

BERITA TERKAIT

Kontroversi Utang, Antara Risiko dan Kemanfaatan

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Tidak dapat dipungkiri, utang seringkali menjadi polemik. Ada sebagian …

Lebih Transformatif

Oleh: Airlangga Hartarto Menko Bidang Perekonomian Memasuki pertengahan tahun 2024, kondisi perekonomian nasional justru kian menunjukkan penguatan dengan capaian terkini…

Catatan Politik

Oleh: Prof Dr Didik J Rachbini Rektor Universitas Paramadina   Politik sebenarnya hanya citra (image), persepsi dan bukan yang sebenarnya…

BERITA LAINNYA DI

Kontroversi Utang, Antara Risiko dan Kemanfaatan

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Tidak dapat dipungkiri, utang seringkali menjadi polemik. Ada sebagian …

Lebih Transformatif

Oleh: Airlangga Hartarto Menko Bidang Perekonomian Memasuki pertengahan tahun 2024, kondisi perekonomian nasional justru kian menunjukkan penguatan dengan capaian terkini…

Catatan Politik

Oleh: Prof Dr Didik J Rachbini Rektor Universitas Paramadina   Politik sebenarnya hanya citra (image), persepsi dan bukan yang sebenarnya…