Waspada Hoaks di Masyarakat

Di tengah proses sidang PHPU yang saat ini masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara banyak kelompok masyarakat yang hampir setiap waktu menyampaikan aspirasinya secara bergantian secara tertib mengikut perjalanan sidang tersebut. Meski demikian, kita perlu mewaspadai ancaman hoaks dan penyebaran isu sentimen Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) yang menjadi bayangan yang harus diatasi agar proses demokrasi berjalan lancar dan kondusif.

Patut disadari bahwa cepatnya penyebaran hoaks di era digital ini, kegiatan literasi digital perlu intensif dilakukan. Karena kemajuan teknologi telah memberikan kecepatan luar biasa pada penyebaran informasi, termasuk hoaks, untuk menghadapi fenomena tersebut maka masyarakat perlu berpikir kritis.

Kesadaran akan kepentingan untuk tidak dengan cepat mempercayai setiap informasi yang diterima menjadi hal yang signifikan. Mengutamakan berpikir kritis dianggap sebagai langkah awal yang sangat penting dan strategis.

Masyarakat setidaknya diharapkan dapat mengembangkan keterampilan untuk tidak secara impulsif menerima berita dan mengedepankan proses verifikasi. Proses ini melibatkan perbandingan informasi dari berbagai sumber sebelum menyebarkannya atau memberikan kepercayaan.

Menurut kalangan praktisi media, panduan praktis dalam mengidentifikasi hoaks, yaitu melalui judul yang cenderung provokatif, ajakan untuk menyebarkan, dan susunan kalimat yang tidak terstruktur. Untuk itu perlu selektivitas dalam memilih dan membagikan informasi merupakan cerminan dari kualitas kepribadian seseorang. Dengan cara ini, masyarakat dapat berperan aktif dalam mencegah penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan.

Penting juga untuk mengidentifikasi isu Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) sebagai sebuah zona risiko yang perlu diwaspadai ketika mendekati Pemilu 2024. Karena SARA membawa potensi signifikan dalam menciptakan perpecahan di tengah masyarakat. Sehingga untuk mencegah potensi risiko ini, sangat penting untuk secara aktif menghindari isu SARA, dan menolak memberikan ruang bagi adanya tindakan diskriminatif di antara pihak-pihak yang berbeda.

Bagaimanapun, dampak dari isu SARA tidak hanya dapat merusak persatuan bangsa tetapi juga membahayakan stabilitas politik. Oleh karena itu, penanganan isu SARA dilakukan melalui diskusi yang fokus pada argumen fakta dan kebijakan, seiring dengan penerapan moral dan adab yang berlaku.

Dalam upaya mengatasi permasalahan hoaks dan isu SARA, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus memperkuat literasi digital masyarakat. Program Indonesia Makin Cakap Digital menjadi salah satu langkah nyata yang diambil oleh Kemenkominfo untuk mengajarkan masyarakat agar mampu memahami dan mengkritisi informasi yang diterima, serta menghindari penyebaran hoaks.

Menurut data Kemenkominfo, sejak periode 17 Juli hingga Desember 2023, terdapat lebih 100 hoaks terkait Pemilu 2024 yang tersebar dalam 355 konten di berbagai media sosial. Facebook menjadi platform yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten hoaks, dengan 312 konten yang ditemukan. Kementerian tersebut juga telah melakukan tindakan preventif dengan menurunkan 290 konten, sedangkan 65 konten lainnya masih dalam proses pemrosesan.

Adalah wajar bila kita menyoroti besarnya tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi informasi palsu. Dia mengingatkan, bahwa hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi semakin merajalela di media sosial pasca Pemilu.

Untuk itu pentingnya peran media dan masyarakat dalam memberikan klarifikasi terhadap informasi yang tidak benar. Semua pihak untuk berkontribusi dalam menjaga integritas informasi seputar Pemilu 2024. Masyarakat diimbau untuk melaporkan informasi yang meragukan ke platform digital terkait atau ke Bawaslu melalui situs resmi mereka.

Dengan segala dinamika yang terjadi saat Pemilu 2024 berlangsung, kunci utama tetap pada kewaspadaan dan keterampilan literasi digital masyarakat. Penguatan literasi digital harus menjadi prioritas bersama agar masyarakat dapat lebih cerdas dalam menyikapi informasi yang beredar di dunia maya.

Dalam menghadapi risiko hoaks dan isu SARA, kolaborasi antara pemerintah, lembaga literasi digital, media, dan masyarakat menjadi pondasi kuat untuk menciptakan suasana Pemilu yang aman, terbuka, dan berkeadilan.

Penguatan literasi digital, diskusi yang produktif, dan partisipasi aktif dalam melaporkan informasi palsu akan menjadi tonggak keberhasilan dalam menjaga kondusifitas dan integritas Pemilu 2024. Mari bersama-sama menjadi penjaga kebenaran dan menjadikan Pemilu 2024 sebagai contoh demokrasi yang matang dan bermartabat.

BERITA TERKAIT

Budaya Bertoleransi

  Pelaksanaan Pemilu 2024 sudah selesai. Masyarakat sudah menentukan pilihannya dalam gelaran pesta demokrasi. Sebagai warga negara Indonesia yang baik,…

Waspada Ekonomi Global!

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporan Economic Outlook terbarunya memperkirakan perekonomian akan melambat sedikit pada 2024, namun risiko hard…

Jaga Stimulus UMKM

Pengalaman badai Covid-19 selama 2 tahun lebih di waktu lalu ternyata tidak hanya berdampak terhadap kesehatan anak bangsa, tetapi juga…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Budaya Bertoleransi

  Pelaksanaan Pemilu 2024 sudah selesai. Masyarakat sudah menentukan pilihannya dalam gelaran pesta demokrasi. Sebagai warga negara Indonesia yang baik,…

Waspada Ekonomi Global!

Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporan Economic Outlook terbarunya memperkirakan perekonomian akan melambat sedikit pada 2024, namun risiko hard…

Jaga Stimulus UMKM

Pengalaman badai Covid-19 selama 2 tahun lebih di waktu lalu ternyata tidak hanya berdampak terhadap kesehatan anak bangsa, tetapi juga…