Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM saat ini giat melakukan rebranding koperasi. Melalui Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, masyarakat selalu diingatkan tentang perlunya rebranding koperasi agar supaya koperasi betul-betul menunjukkan koperasi yang sehat, bisa jadi model ekonomi dari kapitalisme global.
Dalam rebranding koperasi, Menkop UKM juga mendorong agar koperasi bisa mampu mendorong ke sektor produksi dan riil. Bahkan pemerintah menekankan pentingnya koperasi memiliki sebuah model bisnis yang mampu dalam mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Jika kebijakan ini diterapkan, artinya semua koperasi termasuk koperasi syariah harus melakukan rebrainding. Lantas harus seperti apa koperasi syariah melakukan rebranding itu?
Dari sisi regulasi koperasi syariah di Indonesia sejauh ini koperasi syariah menggunakan jenis Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (KSPPS) yang artinya praktik koperasi yang dijalankan dengan orientasi bisnis keuangan (moneter). Sehingga praktik koperasinya menyerupai lembaga keuangan perbankan tapi di wilayah mikro. Maka orientasi dari KSPPS sesuai dari fokusnya adalah sektor pembiayaan dan penempatan dana investasi dari para anggota. Nah, bagaimana peran rebranding KSPPS agar sesuai dengan kebijakan pemerintah yang mampu mendorong sektor produksi dan riil?
Jika dipaksakan dengan model bisnis KSPPS dengan memiliki unit bisnis seperti ritel bisnis, properti, rumah sakit, travel sangat tidak tepat. Banyak model KSPPS yang demikian berujung pada kebangkrutan KSPPS, karena banyak modal dari koperasi yang dikeluarkan tersebut tergerus untuk membiayai unit–unit bisnis. Bahkan pendapatan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang biasanya diperoleh di setiap akhir tahun dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) kemungkinan tak dibagi sama sekali karena keuntungan dari koperasi digunakan untuk membiayai bagi hasil penyertaan dana pihak ketiga (DPK) para anggota. Sementara pendapatan dari unit bisnis bernama break-even point (BEP) lama tercapainya. Maka bagi KSPPS yang tak istiqomah dalam maqomnya sebagai koperasi berbisnis keuangan agan tergelincir dalam berbagai kerugian jika model koperasi syariahnya demikian.
Untuk itu dalam melakukan rebrainding koperasi syariah berbasis sektor riil dan produksi, pemerintah harus mampu membuat regulasi yang lebih luas tentang koperasi syariah, bukan sekedar KSPPS saja tapi juga terhadap jenis koperasi lain seperti koperasi produksi, koperasi konsumen, koperasi jasa. Dengan demikian sektor produksi dan riil bisa di develop oleh koperasi syariah jika dalam regulasi jenis–jenis koperasi tersebut sudah ada. Apalagi Indonesia saat ini memiliki isu dan komitmen dalam mengembangkan halal industri, tak logis kalau koperasi syariah di Indonesia hanya sebatas KSPPS.
Kemudian cara lain yang bisa ditempuh dalam rebranding KSPPS agar bisa masuk dalam pengembangan sektor produksi dan riil adalah dengan mendorong para anggotanya untuk mendirikan UKM berbasis sektor riil. Bisa berbadan hukum CV, UD dan PT yang saham kepemilikkannya dimiliki para anggotanya. Dengan model bisnis yang demikian, maka secara neraca keuangan KSPPS tak tercampur dengan usaha dari para anggota yang membentuk bisnis UKM. Model yang demikian justru akan saling bersinergi antara KSPPS dan UKM milik anggota, dimana peran KSPPS bisa sebagai cash management system di bisnis UKM.
Bahkan, kebutuhan pembiayaan yang diperlukan oleh UKM milik anggota bisa dibiayai sesuai dengan kebutuhannya. Cara demikian adalah strategi agar KSPPS bisa memiliki peran menumbuhkan semangat UKM di masyarakat. Bukan sebaliknya yang terjadi peran KSPPS sebagai koperasi produksid, konsumen dan jasa yang akhirnya menabrak legalitas. Sekali lagi dalam melakukan rebranding koperasi syariah perlu pemikiran yang luas untuk dilaksanakan sehingga dengan rebranding diharapkan banyak masyarakat yang bergabung dalam koperasi syariah.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…