"Contempt of court" Bukan Jawaban Selesaikan Permasalahan Peradilan

"Contempt of court" Bukan Jawaban Selesaikan Permasalahan Peradilan  

NERACA

Jakarta - Direktur Eksekutif Indonesia Legal Roundtable (ILR) Firmansyah Arifin mengatakan delik penghinaan terhadap pengadilan atau "Contempt of court" yang menjadi salah satu pasal dalam Rancangan KUHP bukan merupakan jawaban menyelesaikan persoalan peradilan termasuk mengenai penghinaan.

"Kalau kita cek kepada kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan, itu masih banyak yang kecewa terhadap kinerja atau putusan-putusan yang dikeluarkan oleh para hakim di pengadilan," kata Firmansyah Arifin di Jakarta, Selasa (3/9).

Kekecewaan tersebut juga bisa menjadi salah satu faktor pemicu pihak-pihak tertentu bertindak melanggar seperti melakukan penghinaan terhadap pengadilan. Dari data terakhir dimilikinya untuk 2019 ini terdapat sekitar 700 laporan masyarakat terhadap institusi pengadilan yang masuk ke Komisi Yudisial.

"Walaupun memang belum sepenuhnya terbukti dari pemeriksaan Komisi Yudisial, tapi jumlah ini bisa menjadi salah satu indikasi banyak masyarakat yang tidak puas dengan kinerja institusi pengadilan," kata dia.

Pendapatnya tersebut juga didukung dengan banyaknya masyarakat yang mengeluhkan pelayanan administrasi pengadilan ke Ombudsman RI."Dengan kondisi pengadilan ini, saya kira penanganannya dengan delik 'contempt of court' bukan satu jawaban tetapi masih ada alternatif yang lain," ucap dia.

Alih-alih mengundangkan delik tersebut dalam KUHP, menurut Firmansyah, meningkatkan kinerja pengadilan dan membangun kepercayaan publik bisa menjadi langkah yang bagus untuk menekan persoalan pengadilan termasuk penghinaan.

Harkat dan martabat peradilan pun juga sudah dijaga oleh UU Komisi Yudisial, ada satu mekanisme khusus di aturan perundang-undangan tersebut untuk bisa melakukan advokasi terhadap orang-orang yang menentang kehormatan peradilan.

"Jadi para hakim dan unsur peradilan yang merasa terganggu bisa melaporkan ke Komisi Yudisial. Selain itu, di UU kehakiman juga sudah memberikan jaminan keamanan terhadap hakim," ujarnya.

Sementara, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) bersama persatuan advokat lainnya berencana melayangkan surat yang tujuannya agar tim perumus dan DPR RI menghapus delik penghinaan terhadap pengadilan sebelum Rancangan KUHP disahkan.

Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan, dalam kegiatan Legal Update Delik Contempt Of Court, di Jakarta, Selasa (3/9), mengajak persatuan advokat lainnya yakni Ikadin dan Peradin untuk turut serta bersama-sama menyurati DPR RI."Kirim surat supaya mereka tahu bahwa ini ada masalah, secepatnya karena waktu sudah sangat sempit, rencananya besok sudah kita kirimkan surat," kata dia.

Perhimpunan advokat meminta agar DPR RI mencabut pasal 281 dari RKUHP yang memuat aturan tentang delik contempt of court.

Ada atau tidak delik tersebut kata dia tidak akan mempengaruhi komprehensif aturan yang akan tertuang dalam KUHP nantinya. Sebab, tanpa pasal pasal 281 itu, soal penghinaan dan ujaran sebenarnya sudah diatur pidananya di pasal-pasal lainnya, malah dengan adanya pasal tersendiri untuk contempt of court bisa mengakibatkan aturan jadi tumpang tindih.

Menurut dia kalau delik tersebut bertujuan agar setiap orang menghormati persidangan di dalam ruang sidang, hal itu pun juga tidak diperlukan karena hakim memiliki kekuasaan absolut."Jangankan berbuat buruk, ada lirikan mata yang dianggap tidak sesuai saja bisa hakim usir keluar, apalagi kalau melakukan penghinaan. Kalau penghinaan terjadi di luar ruang sidang itu ada pasal pidana lain yang mengatur," ujar dia.

Kemudian Luhut menyebutkan delik penghinaan terhadap pengadilan atau contempt of court tidak perlu diatur seperti yang tercantum dalam Rancangan KUHP yang sedang digodok DPR RI. Luhut mengatakan, pasal tersebut harus dihapuskan sebelum KUHP disahkan oleh DPR RI sebab jika tetap dipertahankan, dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk pada peradilan Indonesia. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…