Kenaikan Premi Dinilai Bisa Atasi Defisit BPJS Kesehatan

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Vunny Wijaya, mengatakan kenaikan premi dapat mengatasi defisit anggaran yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. "Premi kita ini masih tergolong rendah dibanding Vietnam, di sana premi terendahnya itu sekitar Rp37 ribu," kata Vunny kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/7).

Dia juga mengharapkan pemerintah pusat agar mempertimbangkan kenaikan premi bagi peserta non-Penerima Bantuan Iuran (non-PBI) yang membayar secara mandiri. Vunny menyebut bahwa defisit BPJS Kesehatan tidak hanya dialami Indonesia, tapi negara seperti Taiwan juga mengalaminya. Dua negara memiliki penyebab yang sama dengan jumlah pasien penyakit berat terus bertambah. Langkah yang dapat diambil, kata dia, yaitu menaikkan premi secara berkala. "Premi BPJS naik, itu sudah risiko. Mau tidak mau harus kembali pada prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan, yaitu kegotong-royongan," kata dia.

Peserta, kata dia, menjadi ujung tombak keberhasilan dan keberlanjutan program BPJS Kesehatan. "Saya sangat berharap Presiden Jokowi, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan para pemangku kepentingan terkait dapat segera memutuskan jumlah kenaikan premi. Jika tidak, hal ini akan berimbas pada pelayanan kesehatan yang diberikan untuk pasien," katanya.

Vunny mengatakan adanya BPJS Kesehatan telah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berobat. Jumlah pasien secara signifikan naik. Biaya yang dikeluarkan juga semakin meningkat, salah satunya untuk mengobati penyakit berat seperti jantung dan kanker. Namun, kata dia, defisit BPJS Kesehatan terus meningkat. Suntikan dana tambahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga belum mampu mengatasi defisit. Pada akhir tahun, defisit diperkirakan mencapai sekitar Rp28 triliun.

Disisi lain, Kementerian Kesehatan memproyeksikan nilai defisit BPJS Kesehatan dapat meningkat hingga Rp28 triliun, seiring terus meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular, salah satu 'penyedot' terbesar dana badan tersebut. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi penyakit tidak menular (PTM) mengalami kenaikan pada 2018 jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013. Kenaikan prevalensi yang terjadi di antaranya adalah kanker, yang meningkat dari 1,4% menjadi 1,8%.

Selain itu, kenaikan prevalensi lainnya terjadi pada penyakit stroke yang mulanya 7% menjadi 10,9%, penyakit ginjal kronik meningkat dari 2% menjadi 3,8%, diabetes melitus tercatat naik dari 6,9% menjadi 8,5%, dan hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%. Dalam riset tersebut dijelaskan bahwa kenaikan prevalensi PTM berhubungan dengan pola hidup masyarakat, antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta tingkat konsumsi buah dan sayur.

Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kementerian Kesehatan Donald Pardede menjelaskan, peningkatan prevalensi tersebut berpotensi meningkatkan beban BPJS Kesehatan karena penyakit tidak menular mencakup sekitar 20% dari total klaim BPJS Kesehatan. Dia menjelaskan, defisit BPJS Kesehatan berpotensi meningkat hingga Rp28 triliun dari 2018 sebesar Rp19,41 triliun. Angka defisit tahun lalu tersebut merupakan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), lalu beban tersebut disokong oleh bantuan pemerintah senilai Rp10,29 triliun sehingga posisi gagal bayar menjadi Rp9,1 triliun.

 

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…