Proteksionisme Berlebihan

 

Oleh: Ambara Purusottama

School of Business and Economic

Universitas Prasetiya Mulya

 

Globalisasi saat ini sedang menghadapi tantangan baru, proteksionisme yang kebablasan. Secara definisi globalisasi merupakan proses menghilangkan batasan agar memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan. Gaung globalisasi yang dahulu nyaring terdengar, belakangan suaranya semakin melemah sejalan dengan pemikiran manusia yang berubah dari keterbukaan menjadi lebih tertutup. Beberapa negara saat ini tengah dihadapkan pada proteksi negara masing-masing karena merasa terancam dengan globalisasi. Aktivitas perdagangan menjadi contoh nyata bagaimana proteksionisme berlebihan terjadi dimana negara-negara eksportir minyak sawit menjadi korban proteksionisme dari negara-negara maju, Uni Eropa tepatnya.

Memang sudah sekian lama minyak sawit mendapat tentangan dari negara Uni Eropa. Minyak sawit merupakan komoditas negara-negara tropis yang dihasilkan dari tumbuhan kelapa sawit. Sifatnya yang menahun menyebabkan produktivitas minyak sawit menjadi produk minyak nabati yang paling produktif saat ini dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Selain produktivitas, karena sifatnya yang mudah diubah menjadi produk turunan menjadikan minyak sawit memiliki daya saing yang juga lebih kompetitif. Kedua hal tersebut yang menjadikan minyak sawit menjadi produk yang diwaspadai produk minyak nabati lainnya yang dihasilkan Uni Eropa. Kampanye negatif pun menjadi makanan sehari-hari negara-negara produsen minyak sawit.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki minyak sawit mampu menggeser kedigdayaan minyak nabati lain yang telah lebih dahulu masuk ke pasar. Alhasil, produsen minyak nabati merasa terancam dengan keberadaan minyak sawit. Semakin hari produksi minyak sawit di negara-negara produsen semakin merajalela. Indonesia sebagai negara eksportir minyak sawit menjadikan minyak sawit sebagai produk komoditas unggulan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik ekonomi dan sosial. Akan tetapi kelebihan tersebut justru mendapat tentangan dari negara-negara produsen minyak nabati lain. Berbagai cara dilakukan agar produsen sawit sulit diterima pasar. Beberapa waktu yang lalu, Uni Eropa secara terbuka menyatakan larangan penggunaan minyak sawit di areanya.

Berbagai isu dilancarkan seperti deforestisasi dan penyerapan unsur hara yang  berlebihan. Indonesia dan negara produsen lain yang merasa dirugikan akan penggunaan minyak sawit akhirnya membawa masalah ini ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Produsen sawit merasa bahwa isu yang diangkat tidak relevan dimana negara produsen yang merupakan negara berkembang memiliki kepentingan akan ekonomi dan sosial. Produktivitas minyak sawit yang tinggi dapat membantu masyarakat negara berkembang menjadi lebih sejahtera terutama yang berada di daerah yang sulit terjangkau. Hasilnya, minyak sawit mampu mengurangi masalah kesejahteraan sosial secara nyata. Disisi lain, Uni Eropa menggunakan isu keberlangsungan lingkungan hidup jangka panjang.

Perbedaan perspektif yang diangkat ke permukaan sampai kapan pun akan menjadi polemik. Isu yang diangkat Uni Eropa tidaklah relevan karena dalam teori ekonomi menyatakan kemajuan ekonomi pastilah ada pengorbanan (trade-off) yang harus dibayar. Produsen minyak sawit yang merupakan negara berkembang berpandangan pelarangan tersebut menghambat kemajuan ekonomi. Padahal negara-negara maju juga pernah melakukan hal yang sama pada saat revolusi industri dimana eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan secara besar-besaran. Keputusan Uni Eropa berpotensi merusak ‘globalisasi’ dengan aksi proteksi yang berlebihan. Penyelesaian konflik larangan minyak sawit harus segera diselesaikan, jika tidak akan memunculkan perang dagang versi baru.

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…