Produktivitas PNS Saat Ini?

Banyak kalangan sering mempertanyakan mengapa  mayoritas PNS (Pegawai Negeri Sipil) di Indonesia sering bekerja tidak produktif? Stigma malas senantiasa menempel pada pribadi para PNS. Sebegitu lekatnya stigma ini menempel hingga masyarakat merasa heran jika PNS bekerja dengan rajin. Lebih heran lagi kalau PNS yang bekerja dengan tulus tanpa pamrih.

Nah, salah satu tujuan Reformasi Birokrasi adalah meninggalkan stigma malas tersebut. Tentu saja usaha untuk melepas stigma tersebut tidak berhenti di PR (Public Relation) yang baik, tapi juga memperbaiki masalah-masalah kinerja yang ada lewat langkah nyata. Namun kenyataannya sampai sekarang, di setiap instansi pemerintah masih dijumpai PNS yang berkarakter malas dan mengharapkan pungli dari masyarakat yang berurusan dengan kepentingan pelayanan publik.

Menghadapi persoalan rendahnya produktivitas PNS memang bukan pekerjaan mudah untuk membenahinya. Pasalnya, masih banyak orang yang menganggap bahwa PNS itu adalah pekerjaan santai. Dengan anggapan seperti ini, maka orang-orang yang berminat bekerja sebagai PNS pun berharap dapat bekerja dengan santai. Bila pola pemikiran seperti ini terus hidup (dan berkembang), maka orang-orang yang bekerja sebagai PNS itu akan memiliki rasa enggan dibuat sibuk oleh pekerjaan. Akibatnya mayoritas PNS tetap saja memiliki etos kerja yang rendah.

Kedua, jumlah pegawai yang terlalu banyak. Jumlah pegawai yang terlalu banyak sudah pasti mempengaruhi produktivitas pegawai secara signifikan. Bayangkan pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan oleh 1 orang justru dikerjakan oleh 4 orang. Andaikan ada 200 pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh 1 orang saja, pembagian di atas akan membuat beban kerja masing-masing orang menjadi 50 pekerjaan saja. Pekerjaan memang menjadi lebih ringan, tapi produktivitas pegawai menjadi lebih rendah.

Masalah lainnya, adalah volume pekerjaan yang terlalu sedikit. Kondisi ini mungkin saja terjadi antara lain karena struktur organisasi yang terlalu gemuk sehingga masing-masing unit di bawah sebuah instansi memiliki tanggung jawab yang lebih rendah dari kapasitasnya. Bila tanggung jawab masing-masing unit saja lebih rendah dari kapasitasnya, tentu saja beban kerja pegawai di dalam unit tersebut pun lebih rendah dari kapasitas pegawai tersebut.

Tidak hanya itu. Rendahnya pengawasan dari atasan mengakibatkan tidak adanya tekanan yang memadai untuk segera menyelesaikan pekerjaan. Akibatnya para bawahan dapat seenaknya menentukan deadline mereka sendiri. Dalam kondisi seperti ini, para PNS akan bekerja sesuai irama mereka sendiri tanpa ada faktor "atasan" untuk memacu mereka bekerja.

Penyebabnya adalah sulitnya memberikan sanksi (hukuman) kepada pegawai yang tidak produktif sehingga para atasan memiliki kecenderungan untuk menyerahkan pekerjaan kepada bawahan yang rajin. Sayangnya kecenderungan seperti ini mungkin saja tidak mengenal batas. Para atasan ini terus saja menambah beban pekerjaan untuk pegawai yang rajin. Pada akhirnya yang rajin tetap (terpaksa) rajin dan yang malas tetap dengan urusan mereka sendiri; tanpa peduli.

Persoalan lainnya, adalah pekerjaan yang tidak sesuai kompetensi atau minat. Kondisi seperti ini sangat mungkin terjadi di lingkungan PNS. Satu hal yang pasti, pegawai yang tidak memiliki kompetensi di bidang pekerjaannya akan menjadi pegawai yang kurang produktif. Produktivitas itu akan semakin menurun bila pegawai yang bersangkutan juga tidak memiliki minat yang cukup di bidang pekerjaannya.

Karena itu, keputusan pemerintah menaikkan gaji PNS pada tahun ini plus THR dan gaji ke-13 setidaknya akan memberikan stigma bahwa PNS yang rajin dan yang tidak produktif sama-sama akan menikmati kebijakan pemerintah tersebut jelang Pemilu 2019. Jadi, logis jika banyak pihak menilai pemerintah kurang peka terhadap kondisi perekonomian nasional yang memprihatinkan saat ini.

Adalah lebih baik jika kenaikan gaji PNS dikaitkan dengan merit system sesuai kondisi masa depan SDM yang mumpuni dan memiliki kompetensi sesuai keahliannya, dan sekaligus menghilangkan stigma negatif tersebut. Semoga!  

BERITA TERKAIT

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

Kota Netral Karbon Idaman

Adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menjanjikan Nusantara sebagai kota netral karbon pertama di Indonesia. Bahkan OIKN juga mengklaim bahwa…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Optimalisasi Pangan

Harga pangan di sejumlah wilayah Indonesia mengalami kenaikan dalam beberapa waktu terakhir, terlebih menjelang Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri. Tidak…

Momentum Jalin Persatuan

Pasca pemilihan umum, bulan Ramadhan menyajikan momentum yang berharga bagi masyarakat untuk menyatukan diri. Meskipun perbedaan politik mungkin telah menimbulkan…

Kota Netral Karbon Idaman

Adalah Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) menjanjikan Nusantara sebagai kota netral karbon pertama di Indonesia. Bahkan OIKN juga mengklaim bahwa…