Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Keberadaan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang ada selama ini telah menjamur di masyarakat, hal ini tidak lepas dari keinginan masyarakat yang ingin memperoleh fasilitas pembiayaan dengan skema syariah. Realitas ini yang mendorong hadirnya LKMS seperti Baitulmaal Waa Tamwil (BMT) dan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) di tengah masyarakat selama ini. Namun—dibalik maraknya LKMS tersebut, sejauh ini masih banyak opini masyarakat yang menilai tentang LKMS yang cenderung stagnan dan hanya terjebak pada fokus skema pembiayaan murabahah dengan sektornya jasa dan perdagangan. Sementara jika menilik dari akad syariah yang ada selama ini, sangat banyak sekali skema atau akad yang ditawarkan dalam muamalah secara syariah. Tapi mengapa hanya akad murabahah yang berbasis margin yang lebih besar?
Pertanyaaan tersebut diatas, memang sangat menggelitik kita semua. Apalagi ini terjadi pada LKMS, seharusnya LKMS lebih fleksible dalam mengembangkan akad – akad pembiayaan syariah dibandingkan dengan perbankan syariah yang sangat rumit dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Untuk itu perlu sebuah rekayasa keuangan mikro syariah secara berkelanjutan dalam institusi keuangan mikro.
Keberadaan keuangan mikro ditengah – tengah masyarakat memiliki—makna yang strategis diantaranya adalah pertama, akses perkuatan permodalan usaha atau keuangan inklusif, kedua untuk pengembangan kewirausahaan dan ketiga mencegah terjadinya pelarian modal atau capital out flow. Dari berbagai fungsi tersebut LKMS, sudah seharusnya mampu bertransformasi dalam diri masyarakat untuk menawarkan berbagai skema baik penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat dengan berbagai rekayasa keuangan mikro yang dimilikinya. Apalagi dalam LKMS berbagai peraturan – peraturan yang ada dalam koperasi syariah dan LKMS diberikan kebebasan oleh regulator dalam rekayasa keuangan atau financial engineering. Untuk itu LKMS harus bisa bermetamormosis dan bertransformasi dalam membaca situasi dan kondisi sosial masyarakat.
Apalagi dalam perspektif ekuiti yang dimiliki oleh LKMS terdiri dari simpanan pokok, simpanan wajib, penyertaan, hibah dan lain–lain. Tentunya itu semua bisa di buat skema – skema pembiayaan berdasarkan kebutuhan yang ada di masyarakat. Seperti jika dihadapkan dengan permasalahan pembiayaan usaha pendirian pabrik minyak kelapa yang membutuhkan modal Rp 1 miliar. Terkadang bagi LKMS yang kecil sangat kesulitan dalam mengeksekusi pembiayaannya dikarenakan portofolio keuangan yang dimilikinya tidak mampu untuk melakukan eksekusi pembiayaan. Tapi melalui rekayasa keuangan mikro syariah, hal itu bisa dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya menggunakan skema mudharabah dengan menerbitkan sertifikat PMK (Penyertaan Modal Kerja) yang bisa ditawarkan secara langsung kepada para anggota LKMS PMK tersebut. Profitabilitas di PMK tersebut akan diberikan hak yang sama bagi para anggota LKMS yang memiliki sertifikat PMK. Dengan cara yang demikian, LKMS bisa membiayai perusahaan minyak kelapa tanpa mengganggu cash flow keuangan yang dimilikinya dan tetap saja sebagai penghubung dapat juga keuntungan yang dimilikinya.
Kemudian rekayasa yang lain adalah dengan melakukan skema musyarakah dimana projek pembuatan perusahaan minyak kelapa tersebut ditawarkan dengan metodologi sindikasi antar LKMS, dalam perspektif ini maka modal yang besar akan memperoleh keuntungan yang besar begitu juga sebaliknya. Dengan metode sindikasi ini, sebagai strategi bagi LKMS yang kelebihan liquiditas dan tak mampu menyalurkan kepada anggota. Dana tersebut bisa di manfaatkan untuk sindikasi dengan akad musyarakah, sehingga program usaha pendirian perusahaan minyak sawit bisa diimplementasikan dengan baik. Maka bagi LKMS – LKMS yang kini dari segi equitasnya masih kecil jangan merasa rendah diri dalam mengembangkan keuangan mikro. Semasih mau belajar dengan benar dan mau mengimplementasikan rekayasa – rekayasa keuangan mikro, tak perlu waktu yang lama bagi LKMS tersebut untuk berkembang. Untuk itu mari kita fokus dengan keuangan mikro dan terus berupaya merekayasa akad keuangan syariah tanpa meninggalkan ilmu pengetahuan yang kita miliki.
Oleh: Agus Yuliawan (Pemerhati Ekonomi Syariah) Pelaku bisnis beberapa hari ini dihadapkan dengan masalah yang pelik dengan melemahnya nilai tukar…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Agus Yuliawan (Pemerhati Ekonomi Syariah) Pelaku bisnis beberapa hari ini dihadapkan dengan masalah yang pelik dengan melemahnya nilai tukar…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…