Kejar Ketertinggalan, Kurangi Ketergantungan

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Ekonomi dan Industri

 

Setiap spekulasi mengenai masa depan Indonesia, selalu mengendap dua pertanyaan besar yang harus dijawab oleh bangsa Indonesia sendiri. Kedua pertanyaan tersebut adalah bagaimana mengejar ketertinggalan dan bagaimana pula mengurangi ketergantungan. Pembangunan di banyak bidang adalah jawaban untuk merespons atas dua pertanyaan yang bersifat fundamental tersebut.

Bicara tentang pembangunan, maka perencanaan jangka panjang menjadi penting dan strategis. Yaitu sebuah proses evolusi dan reformasi menurut ukuran dan nilai-nilainya sendiri yang menjadi acuan utama. Perencanaan jangka panjang ini harus dapat dijalankan tanpa distraksi dan disrupsi pileg dan pilpres yang menjadi ciri demokrasi liberal.

Distraksi dan disrupsi politik yang berkepanjangan akan membuat posisi sulit untuk mengejar ketertinggalan dan mengurangi ketergantungan karena setiap terjadi pergantian rezim cenderung terjadi siklus pelaksanaan pembangunan yang mulai dari NOL.

Mengejar ketertinggalan mengurangi ketergantungan hakikatnya adalah sebuah proses panjang mereka ulang Indonesia untuk berkemajuan dan berperadaban. Apa yang terjadi pada tahun 1998 sejatinya bukanlah REFORMASI tapi penulis lebih suka menyebutnya sebagai tindakan secara sadar dan dipaksa oleh keadaan melakukan liberalisasi politik dan liberalisasi ekonomi.

Liberalisasi politik yang diimpor adalah demokratisasi, sedangkan liberalisasi ekonomi yang kita impor adalah barang dan jasa, modal, teknologi dan tenaga kerja. Fakta ini yang kita lihat selama dua dasawarsa, dimana Indonesia menjelma menjadi ke barat-baratan dalam mengelola sebuah nation state yang sesungguhnya masih butuh waktu untuk melakukan proses pembentukan ulang dan pengembangan sistem politik, ekonomi dan budaya bangsa agar mampu berdiri sejajar dengan bangsa lain di dunia yang tetap bersandar pada ukuran dan nilai-nilainya sendiri yang original. Sebut saja nilai-nilai itu ada di balik ideologi Pancasila.

Konsep desentralisasi sebenarnya memang diperlukan, tapi yang terjadi adalah desentralisasi politik karena desentralisasi barat yang di copy paste. Untuk mengejar ketertinggalan tidak sekedar desentralisasi politik semata yang diperlukan, tapi sesungguhnya harus lebih memberi kekuasaan yang lebih besar ke tangan rakyat.

Kendali para pemimpin negara tetap diperlukan, tapi  "kekuasaannya tidak tak terbatas". Mekanisme kerja politik dituntun oleh konstitusi serta hukum dan peraturan perundangan yang mampu mengantarkan rakyatnya menapaki alur modernisasi agar dapat hidup dalam ekonomi pasar.

Ini berarti rakyat harus diperkuat agar menjadi lebih siap hidup dalam ekosistem ekonomi pasar. Karena itu, pengembangan sistem ekonomi kerakyatan harus menjadi platform politik ekonomi nasional ke depan agar Indonesia juga bisa mengurangi ketergantungannya dari luar. Negara wajib menyediakan lingkungan yang kondusif bagi wirausaha.

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…