Program Ekonomi Capres Disebut Belum Konkret

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pengamat ekonomi Suroto menilai sampai saat ini menjelang ajang pesta demokrasi Pilpres digelar belum ada pasangan capres/cawapres yang fokus pada program konkret perbaikan ekonomi. Pengamat dari Asosiasi Kader Sosio Ekonomi Strategis (Akses) Suroto di Jakarta, Rabu (28/11), mengatakan meskipun kedua pasangan capres/cawapres saat ini berupaya untuk menawarkan program perbaikan ekonomi namun belum tampak ada program yang konkret menyelesaikan permasalahan secara mendasar.

"Semuanya masih jargonis. Dari kedua kubu yang ada hanya berpikir untuk memberikan solusi terhadap masalah yang simtomik. Permukaan seperti misalnya menciptakan lapangan kerja, mengendalikan harga, dan akan memberdayakan UMKM," katanya.

Ia mencontohkan, masalah lapangan kerja misalnya, kedua capres/cawapres tidak ada yang menyodorkan model kepemilikan saham untuk karyawan (employee share ownership program atau ESOP). Padahal ESOP, kata Suroto, penting karena ada 48 juta pekerja formal yang jika diberi insentif kebijakan ini maka produktivitas, kesejahteraan, dan daya beli masyarakat akan meningkat secara otomatis. "Insentif yang diberikan ini akan otomatis memperbaiki daya beli masyarakat sekaligus dan juga menjadi pendorong munculnya kreativitas masyarakat. Selain akan mendorong bagi terciptanya pemerataan ekonomi dan stabilitas politik," katanya.

Menurut Suroto, Indonesia tertinggal dibanding dengan negara lain misalnya di Amerika Serikat di mana kepemilikkan kartu ESOP sudah berjalan sejak 1984. "Dan sekarang pemerintahan Trump bahkan mendorong model kepemilikan semacam ini dengan diberikan insentif pajak. Negara lain juga menerapkan ini, termasuk China. Kita sebagai negara demokrasi seharusnya menerapkan ini," katanya.

Ia menambahkan, pengendalian harga juga inflasi juga tidak bisa dilakukan hanya dengan jargon, instrumen kelembagaannya pun harus dibentuk bukan hanya menggunakan peraturan presiden. "Ini memang efektif dapat terkendali seperti semasa Pemerintahan Jokowi selama ini, tapi ini tidak menumbuhkan akselerasi karena sifatnya memaksa," katanya.

Sementara itu, mengenai slogan pemberdayaan UMKM sebaiknya tidak usah dislogankan tapi, kata dia, cukup dengan memberikan insentif melalui misalnya pembebasan pajak untuk koperasi dan atau pengurangan pajak untuk UMKM. "Kongkritnya misalnya segera mencabut Pajak Final untuk UMKM dan juga memberikan insentif lain soal penegasan tata ruang dan penghapusan premanisme. Ini berdampak nasional dan akan mampu menciptakan reserve fund untuk UMKM sehingga akan mampu menambah modal kerja dan otomatis daya saing mereka akan meningkat," katanya.

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…