Pemerintah Diminta Perhatikan Daya Beli

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah harus memperhatikan permasalahan daya beli masyarakat di samping terus melakukan pembangunan infrastruktur. Hal itu seperti disampaikan oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto Fathul Aminudin Aziz. “Saya kira semua orang sepakat dengan infrastruktur, tapi kan persoalannya pembangunan ekonomi bukan satu aspek, banyak aspek. Di samping makro, mikro dalam skala besar, aspek mikro dalam hal ini daya beli masyarakat juga harus diperhatikan," katanya, seperti dikutip Antara, kemarin.

Menurut dia, dana yang digunakan untuk membuat jalan tol seharusnya berimbang juga dengan dana untuk membangun masyarakat desa. Kendati pemerintah telah mengucurkan dana desa, pengelolanya diperlakukan seperti halnya pegawai negeri sipil karena semua harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah-kaidah keuangan. "Orang desa bagaimana bisa (melakukannya). Saya melihat beberapa desa itu justru uangnya disimpan saja karena takut terkena kasus," katanya.

Dengan demikian, kata dia, masalah dana desa sering kali menjadi persoalan bagi masyarakat pedesaan yang kebanyakan berpendidikan rendah. Oleh karena itu, ketika ada terobosan dana desa, sistem akuntansi untuk masyarakat desa juga harus diubah atau polanya disederhanakan. Terkait dengan masalah daya beli masyarakat, Aziz mengakui jika dalam beberapa waktu terakhir, permasalahan tersebut sering kali dikaitkan dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

"Sebenarnya 'basic' ekonominya masyarakat kita sudah kuat, sebenarnya dengan dolar tidak terlalu berpengaruh. Hanya yang menjadi persoalan, kebijakan pemerintah seharusnya betul-betul lebih menitikberatkan kepada masyarakat kecil terutama dalam penguatan ekonominya, sehingga daya beli masyarakat bisa tinggi," katanya.

Ia memperkirakan pembangunan infrastruktur yang gencar dilaksanakan saat sekarang, baru dapat dirasakan dampak positifnya oleh masyarakat kecil sekitar 10-15 tahun mendatang. Dalam hal ini, kata dia, pembangunan infrastruktur yang sedang dilaksanakan saat sekarang tidak mungkin dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kecil. "Banyak aspek yang akan memengaruhi daya beli masyarakat," tegasnya.

Lebih lanjut, Aziz mengatakan upaya jangka pendek yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat kecil adalah penguatan terhadap petani dan nelayan terutama dari sisi pemasaran produk yang dihasilkan. "Petani itu disuruh menanam apa saja bisa dilakukan, namun harus dipikirkan juga pemasarannya, karena sering kali hasil pertanian mereka tidak terjual akibat harga anjlok," jelasnya.

Dia mencontohkan zaman pemerintahan Presiden Soeharto, di setiap desa terdapat penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan mereka tidak hanya mendampingi petani dalam bercocok tanam, juga dalam hal pemasaran produk pascapanen. Menurut dia, perhatian pemerintah terhadap petani saat ini lebih banyak pada inputnya seperti bantuan benih, sedangkan masalah pemasaran produk pascapanen kurang mendapat perhatian karena sering kali diserahkan ke pasar. "Kalau pemerintah ikut campur menangani pasar, berarti negara hadir dalam masalah ini," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) meyakini deflasi atau penurunan harga barang di tingkat konsumen dalam dua bulan terakhir tidak mengindikasikan penurunan daya beli masyarakat. Harga barang konsumen tercatat mengalami deflasi sebesar 0,05 persen secara bulanan pada Agustus 2018. Kemudian, deflasi kembali terjadi pada September sebesar 0,18 persen.

Bahkan, hal itu membuat perkembangan harga barang di tingkat konsumen pada periode Januari-September 2018 hanya mengalami inflasi 1,94 persen dan sebesar 2,88 persen dibandingkan September 2017. Angka ini masih jauh dari target pemerintah sebesar 3,5 persen pada akhir tahun ini. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan deflasi terjadi bukan karena daya beli meloyo, namun karena pemerintah berhasil menjaga pasokan dan distribusi barang-barang kebutuhan masyarakat, sehingga harga di pasar cenderung menurun.

"Saya lebih melihat ini karena pemerintah jauh lebih siap untuk mengendalikan harga-harga," ucap Kecuk. Ia bilang, tingkat keberhasilan pengendalian pasokan, distribusi, dan harga oleh pemerintah terlihat pada masa-masa Ramadan dan Lebaran, sehingga tidak terjadi lonjakan harga tinggi pada momen tersebut.

"Ini juga karena upaya BI dan pemerintah daerah yang sering melakukan pertemuan rutin membahas pergerakan harga, sehingga saya lihat harga stabil dan bisa dikendalikan," pungkasnya. Sepanjang tahun ini, inflasi masih terpantau rendah. Pada Januari inflasi sebesar 0,62 persen, Februari inflasi 0,17 persen, dan Maret inflasi 0,2 persen. Kemudian, April inflasi 0,1 persen, Mei inflasi 0,21 persen, Juni inflasi 0,59 persen, Juli inflasi 0,28 persen, dan Agustus deflasi 0,05 persen.

 

BERITA TERKAIT

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Peruri : Permintaan Pembuatan Paspor Naik Tiga Kali Lipat

    NERACA Jakarta – Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri…

Jika BBM Naik, Inflasi Diprediksi Capai 2,5-3,5%

  NERACA Jakarta – Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia memperkirakan inflasi di kisaran 2,5-3,5 persen pada tahun 2024…

Kemenhub Siap Fasilitasi Investasi Jepang di Proyek TOD MRT Jakarta

    NERACA Jakarta – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya siap memfasilitasi investor dari Jepang untuk pengembangan…