Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah seseorang yang diamanahi untuk mengawasi secara kepatuhan terhadap jalannya pengawasan syariah di lembaga keuangan syariah (LKS). Untuk menjadi DPS di LKS syarat yang harus dipenuhi harus ikut pelatihan dan uji sertifikasi yang diselenggarakan oleh Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN - MUI). Inilah yang menjadi ketentuan untuk menjadi DPS di berbagai LKS.
Untuk dapat lulus menjadi DPS, fakta di lapangan tak sembarangan mudah diperolehnya meskipun diri kita memiliki basic lulusan dari fakultas agama Islam, tak ada jaminan itu bisa lulus ujian. Bahkan dengan konsep uji secara online yang diberikan oleh DSN tak mudah memperoleh skor yang di tetapkan oleh DSN MUI. Inilah yang menjadi daya tarik untuk dikritisi dalam melihat proses menjadi DPS.
Apalagi jika pelatihan dan sertifikasi DPS tersebut pada LKS koperasi seperti Baitulmaal Waa Tanwil (BMT) dan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) banyak yang tidak lulus juga. Yang akhirnya calon DPS itu harus mengulang lagi ujiannya dan itu merupakan bagian dari nilai toleransi DSN kepada calon DPS.
Bagi peserta DPS, gagal ujian menjadi DPS LKS merupakan sesuatu yang mengecewakan, apalagi dari awal ikut pelatihan adalah ingin memperoleh sertifikat tersebut. Tapi karena materi - materi fiqh muamalah merupakan sesuatu yang baru apa boleh buat dan proses untuk mengulang harus dijalani.
Mencermati banyaknya kegagalan untuk menjadi calon DPS LKS tentunya menjadi bahan evaluasi bersama. Dimana sejauh ini sosialisasi tentang ekonomi syariah yang dijalankan belum begitu banyak menyentuh pada diri masyarakat. Bahkan, pelajaran agama Islam yang selama ini diajarkan masih sedikit menyentuh persoalan muamalah. Pada hal ajaran Islam secara kaffah, mengajarkan tentang hubungan antara manusia dengan Allah dan antara manusia dengan manusia. Dalam perspektif ini tentunya pelajaran - pelajaran hidup muamalah yang merupakan hubungan antara manusia dengan manusia secara Islami tentunya sudah dipraktekkan.
Melihat realitas ini, tentunya pemerintah dan DSN MUI harus bisa duduk bersama bagaimana mencari formula yang tepat untuk menjadi seorang DPS di LKS. Memang diakui pertumbuhan industri keuangan syariah di Indonesia seperti "jumur dimusim penghujan" tapi tragis lompatan pertumbuhan tersebut tidak dibarengi dengan kualitas dan jumlah SDM yang ada selama ini.
Atas dasar inilah pemerintah tak bisa mengelak begitu saja, untuk membuat program - program studi ekonomi syariah diberbagai perguruan tinggi. Jika diperlukan materi kurikulum ekonomi syariah sudah diajarkan sejak dini di SMP dan SMA/SMKK. Maka jika ini bisa dilakukan Indonesia akan kaya sumber daya manusia calon ahli dan praktisi ekonomi syariah.
Sayang semua itu masih belum optimal di negeri ini, sehingga materi DPS yang diberikan oleh DSN MUI yang atraktif tersebut belum mampu membuahkan hasil yang optimal bagi lahirnya DPS yang berkualitas. Semoga pemikiran ini bisa menjadi renungan kita bersama dan masukkan kepada pemerintah untuk mendukung pengembangan tersebut.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…