Kewirausahaan Kaum Muda

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Tantangan kaum muda di era ke depan semakin pelik, tidak hanya persaingan mencari lapangan pekerjaan tapi juga bagaimana problem menciptakan lapangan kerja dengan berwirausaha yang tidak hanya menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri tetapi juga bisa mendukung penyerapan tenaga kerja. Hal ini mengisyaratkan peran penting dari kaum muda terhadap perekonomian yang dapat bersinergi dengan kesejahteraan. Argumen yang mendasari karena jumlah kaum muda terus meningkat dan realitas dari perkembangan teknologi memberikan keleluasaan bagi kaum muda untuk berkiprah di semua bidang tanpa terkecuali. Oleh karena itu, karya-karya kaum muda dibutuhkan untuk mendukung pencapaian target pertumbuhan global, termasuk juga relevansinya dengan tujuan pembangunan dunia.

Peran kaum muda terhadap prospek ekonomi juga bisa disinergikan dengan pencapaian sustainable development goals atau SDGs yang tidak lain adalah program pembangunan berkelanjutan dengan 17 tujuan dan 169 target terukur yang disepakati 193 negara PBB. Perlu diketahui SDGs diterbitkan 21 Oktober 2015 menggantikan program Millenium Development Goals atau MDGs sebagai tujuan pembangunan bersama sampai tahun 2030. Salah satu dari 17 tujuan dari SDGs adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, inklusif dan berkelanjutan serta kesempatan kerja penuh, produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang. Oleh karena itu, beralasan jika peran dan kiprah kaum muda di era milenial yang kemudian disebut generasi dotcom menjadi kian penting, utamanya tidak hanya membangun kewirausahaan tapi juga kiprah nyata lewat berbagai industri kreatif yang bisa dirintis sedari awal.

Konsistensi Generasi Muda

Argumen yang mendasari tuntutan - komitmen terkait peran dan kiprah generasi dotcom adalah komposisi struktur demografi di Indonesia karena kuantitas penduduk usia muda di Indonesia cenderung dominan dan menjadi salah satu keunggulan riil karena berusia produktif. Artinya, keberadaan generasi dotcom menjadi kekuatan ekonomi meski harus didukung dengan sebaran kuantitas dan kualitas pendidikan yang merata dan tentunya kesempatan kerja yang luas. Rerata usia generasi dotcom yaitu 28,6 tahun (tahun 2016) yang berarti lebih dari separo penduduk Indonesia berusia 28,6 tahun keatas sedangkan sisannya berusia dibawah 28,6 tahun dengan diskripsi rerata usia wanita 29,1 tahun dan pria 28,1 tahun. Konsekuensi dari bonus demografi ini memberikan keuntungan ganda yaitu dari aspek produksi dan juga konsumsi.

Persepsian dari aspek produksi tidak bisa lepas dari peluang bagi generasi dotcom untuk  melakukan kegiatan produksi pada semua bidang sehingga terjadi geliat ekonomi yang bisa memberikan nilai tambah. Impikasinya adalah semakin banyaknya usaha rintisan atau start up, baik dalam format usaha formal atau informal. Paling tidak, hal ini terlihat dari maraknya bisnis start up di bidang online yang mayoritas digarap generasi dotcom.  Fenomena ini menarik dicermati karena berdampak positif terhadap geliat ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, juga kesempatan menabung, investasi dan kapasitas modal. Oleh karena itu, sangatlah beralasan jika penumbuhkembangan kewirausahaan harus dipacu sedari dini, baik di level pendidikan menengah atau lewat perguruan tinggi.

Persepsian dari aspek konsumsi pada dasarnya mengacu daya beli dan keperilakuan konsumsi, termasuk juga faktor pergeseran gaya hidup. Artinya, segmen generasi muda tidak hanya menjanjikan akumulasi konsumsi tapi juga penetrasi berbagai produk baru yang selaras dengan lifestyle kekinian, terutama yang berbasis online. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika berbagai aplikasi berbasis online menjadi bagian dari lifestyle generasi dotcom. Hal ini bukan saja memudahkan tapi juga memberikan kenyamanan bagi ritme kehidupan. Oleh karena itu, tuntutan utama fenomena ini adalah inovasi atau mati karena keperilakuan sudah berubah dan pasar-pun juga berubah menyesuaikan diri dengan fluktuasi perkembangan global. Hal ini secara tidak langsung menjadi tantangan dan sekaligus peluang bagi generasi dotcom untuk berkiprah di semua bidang.

Mengacu dari tujuan tersebut maka kaum muda di era global yang juga disebut generasi dotcom mempunyai keleluasaan akses untuk berwirausaha. Bahkan, dana desa juga bisa dimanfaatkan untuk optimalisasi pengembangan SDA-SDM di desa sehingga bisa lebih mandiri, kreatif dan produktif. Terkait peran dana desa bagi penumbuhkembangan etos kewirausahaan kaum muda generasi dotcom di perdesaan bahwa tahun 2015 dana desa Rp.20,8 triliun, tahun 2016 naik menjadi Rp.47 triliun dan tahun 2017 Rp.60 triliun. Hal ini menjadi potensi besar permodalan untuk penumbuhkembangan etos kewirausahana kaum muda generasi dotcom di perdesaan.

Komitmen Industri Kreatif

Keterlibatan generasi dotcom, baik di perdesaan atau di perkotaan dalam kewirausahaan juga sangat dimungkinkan. Bahkan, ide-ide kreatif juga bisa dengan mudah digali lewat internet. Hal ini bukan tidak beralasan karena generasi dotcom dipersepsikan sebagai kelompok generasi muda yang melek teknologi, berkebutuhan terhadap informasi aktual dan tertantang untuk mewujudkan karya mandiri yang bernilai ekonomi. Harapan ini juga relevan dengan komitmen pemerintah dalam mendukung perkembangan industri kreatif di tanah air. Artinya, ada sinergi antara era otda dan komitmen industri kreatif terhadap tuntutan peran dari kaum muda generasi dotcom untuk berkarya dan tentu berwirausaha menghasilan produk inovasi dan berbagai produk kreatif lainnya sebagai upaya mewujudkan kewirausahaan generasi muda untuk mendukung pembangunan.

Harapan dari keberhasilan penumbuhkembangan etos kewirausahaan bagi kaum muda generasi dotcom pada dasarnya juga mereduksi pengangguran - kemiskinan. Data BPS menegaskan jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,01 juta orang atau 5,33 persen dengan wilayah tingkat pengangguran tertinggi yaitu di Kalimantan Timur sebesar 8,55 persen dan terendah di Bali 1,28 persen. Hal ini menegaskan tingkat pengangguran di perkotaan mencapai 6,5 persen atau turun 0,03 persen sedangkan di perdesaan 4 persen atau turun 0,35 persen.

Oleh karena itu penumbuhkembangan etos kewirausahaan bagi generasi dotcom secara tidak langsung akan mereduksi pengangguran dan implikasinya yaitu mereduksi kemiskinan. Dualisme kemiskinan di perdesaan dan perkotaan memberi gambaran tentang ketimpangan. Data ini memberikan gambaran urgensi memacu dan menumbuhkembangkan etos kewirausahaan generasi dotcom, setidaknya bagi dirinya sendiri dan implikasinya untuk mereduksi pengangguran dan kemiskinan.

BERITA TERKAIT

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…

BERITA LAINNYA DI Opini

Tidak Ada Pihak yang Menolak Hasil Putusan Sidang MK

  Oleh : Dhita Karuniawati, Penelitti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan hasil sidang putusan…

Investor Dukung Putusan MK dan Penetapan Hasil Pemilu 2024

  Oleh: Nial Fitriani, Analis Ekonomi Politik   Investor atau penanam modal mendukung penuh bagaimana penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Tetap Tinggi di 2024

  Oleh : Attar Yafiq, Pemerhati Ekonomi   Saat ini perekonomian global tengah diguncang oleh berbagai sektor seperti cuaca ekstrim,…