Turbulensi Krisis Garuda

Turbulensi ekonomi kini menerjang PT Garuda Indonesia Tbk setelah terkatung-katung tak menentu selama 1 tahun 5 bulan, akibat kondisi keuangan yang merugi tidak kunjung surplus sehingga Kementerian BUMN harus merombak total dewan direksi dan dewan komisaris BUMN tersebut.

Dirut Garuda yang lama Pahala Mansury menghadapi tantangan berat di tengah makin ketatnya persaingan antar-maskapai serta kenaikan beban operasional, akibat mahalnya harga bahan bakar dan pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini. Meski demikian, peluang Garuda untuk tumbuh masih terbuka lebar. Prospek kunjungan wisatawan mancanegara cukup besar selama periode Januari-Juli 2018 sebanyak 9,06 juta kunjungan,  Garuda seharusnya mendapat kue bisnis pariwisata yang tumbuh mengesankan tersebut.

Namun di sisi lain, kondisi keuangan Garuda semakin parah sehingga Kementerian BUMN memutuskan untuk mengganti jajaran dewan direksi dan komisaris secara bersamaan. Kinerja Garuda pada semester I-2018 membukukan kerugian US$114 juta atau setara Rp1,65 triliun. Nilai tukar rupiah yang terus melemah dan kenaikan harga avtur menjadi salah satu penyebab kerugian. Namun angka kerugian pada awal tahun ini relatif membaik jika dibanding periode yang sama pada 2017, saat Garuda merugi US$284 juta atau setara Rp4,11 triliun.

Sebelumnya, manajemen lama sudah mampu mengurangi beban kerugian hingga Garuda dapat membukukan pendapatan operasional US$1,9 miliar, tumbuh 5,9%. Sementara pengeluaran biaya operasional meningkat 0,3% atau senilai US$ 2,1 miliar. Meski pertumbuhan pendapatan jauh di atas pertumbuhan biaya operasional, beban rugi selisih kurs dan kenaikan harga avtur akhirnya membuat Garuda tetap dalam lingkaran zona minus dalam pembukuan korporasi.

Adapun alasan pergantian direksi dan komisaris Garuda, menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, adalah bertujuan menempatkan orang terbaik sesuai dengan keahliannya. Pasalnya, persoalan pergantian direksi sejumlah BUMN yang terjadi saat ini dilakukan untuk memperkuat kinerja BUMN di masa depan.

Sebelumnya Ketua Harian Serikat Karyawan Garuda (Sekarga) Tomy Tampatty menilai, Pahala tidak pas mengisi posisi Dirut Garuda. Menurut dia, jabatan utama mesti diisi orang yang mengenal industri penerbangan.“Pak Pahala lebih cocok di perbankan, sehingga tidak memahami secara teknis operasional Garuda,” katanya.

Memang harus diakui, direksi baru Garuda baru yang dipimpin Ari Askhara paling tidak memiliki tiga tantangan di tengah ketatnya persaingan antar-maskapai penerbangan. Direksi terpilih harus meneruskan renegosiasi pengadaan pesawat yang terlalu mahal, konsistensi pembukaan rute baru, dan berupaya menjadi pemimpin pasar penerbangan full services.

Artinya, perlu adanya renegosiasi pesawat dan konsistensi menentukan rute sebagai upaya Garuda menekan kerugian yang selama ini menghantui keuangan perusahaan. Sebelumnya, manajemen Garuda menyatakan hingga triwulan ketiga lalu telah merenegosiasi kontrak penyewaan pesawat sehingga biaya leasing per bulan turun US$2,5 juta hingga US$3 juta.

Mengenai pembukaan rute baru, perusahaan harus konsisten lantaran perubahan atau penghapusan pada kemudian hari akan mengurangi tingkat kepercayaan konsumen. Kelayakannya harus diuji, jangan begitu dibuka lalu ditutup lagi seperti rute Jakarta-London. Terbukti selama semester I-2018, manajemen Garuda mengurangi 11 rute yang dianggap merugikan. Sebelumnya pada semester I-2017, sebanyak 22 rute juga dikurangi dengan alasan yang sama.

Kini tantangan terbesar Ari ke depan adalah, bagaimana menggenjot kembali pangsa pasar Garuda yang kuat dan gemuk, sambil melakukan rasionalisasi pangsa pasar dan rute yang sepi. Pada saat yang sama Garuda harus meningkatkan pelayanan yang prima.

Di sisi lain manajemen baru Garuda harus mengubah kinerja keuangan yang rugi menjadi untung. Sementara strategi penerbitan obligasi adalah guna meningkatkan kinerja operasional yang sudah mengalami efisiensi yang over dosis. Efisiensi Garuda sudah menyentuh hal-hal mendasar sehingga secara teknis mengurangi daya saing perseroan dan kenyamanan penumpang.

Tidak hanya itu. Jajaran direksi dan komisaris baru Garuda lainnya menghadapi tantangan yang tidak mudah. Kondisi krisis global, kenaikan harga minyak dunia, depresiasi rupiah, dan peningkatan persaingan yang keras sudah di depan mata. Semoga manajemen Garuda mampu melewati rute krisis yang maha dahsyat.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Wujudkan Budaya Toleransi

Pelaksanaan sidang MK sudah selesai dan Keputusan KPU telah menetapkan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wapres 2024-2029. Masyarakat telah menjalankan gelaran…

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…