Strategi Menjaga Rupiah

 

Oleh : Muhammad Ihza Azizi

Aktivis Literasi Ekonomi

 

Ketidakpastian global semakin menekan perekonomian emerging countries. Dalam kurun waktu setahun terakhir, mata uang Argentina terdepresiasi -37,65%. Hantaman ketidakpastian paling serius dialami oleh Turki, Lira pun terdepresiasi sebesar 38,09%. Indonesia sendiria dalam kurun wakrtu setahun terakhir melemah sekitar 7,6%. Ada beberapa factor penyebab menguatnya nilai tukar dollar terhadap beberapa mata uang di dunia. Pertama, rencana kenaikan suku bunga The Fed melihat kondisi perekonomian Amerika serikat yang semakin membaik. Geliat perekonomian tersebut terlihat dari tingkat pengangguran terbuka dan inflasi Amerika yang terus dijaga stabil. Kedua, kebijakan fiskal Amerika serikat yang lebih ekpansif dan penurunan pajak sehingga menyebabkan mata uang negara-negara berkembang tertekan.

                Menilik asumsi makro APBN 2018 yang ditetapkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar ditetapkan Rp13.400. Namun depresiasi yang terjadi justru semakin dalam. Per 30 Agustus 2018 nilai tukar rupiah melemah pada level Rp14.758, dibanding posisi bulan Januari sekitar Rp13.400. Berdasarkan fluktuasi nilai tukar diatas dapat dipahami bahwa intervensi Bank Indonesia belum berdampak signifikan. Apabila Multiplayer effect seperti kenaikan komoditas harga barang terutama produk impor, dapat menambah biaya faktor produksi bagi pelaku usaha. Pada gilirannya kondisi ini dan dapat menggerus cadangan devisa negara. Ada sedikit kekhawatiran apabila kondisi nilai tukar tak dapat diantisipasi, dampak krisis mungkin saja terjadi.

                Beberapa rekomendasri kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar yang semakin dalam. Pertama, Bank Indonesia perlu melakukan kerjasama pertukaran mata uang dengan negara lain (bilateral swap). Kerjasama ini penting terutama yang ditujukan kepada para mitra dagang utama ekspor-impor Indonesia. Dengan begitu, permintaan US$ di domestik yang meningkat dapat semakin ditekan. Kedua, perlu adanya skema insentif kepada pelaku ekspor untuk menempatkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) di dalam negeri.

                Selain itu, mengkonversi devisa hasil ekspor tersesbut kedalam rupiah juga penting untuk dilakukan. Tanpa adanya insentif tersebut, upaya menahan DHE di dalam negeri nampaknya akan sia-sia.  Ketiga, strategi substitusi impor mendesak untuk dilakukan, terlebih bagi industri bahan baku/ penolong dan barang modal. Meski tak mampu ditempuh dalam waktu singkat, keseriusan pemerintah untuk mengawal kebijakan tersebut penting untuk dilakukan.

                Meski demikian, penting bagi pemerintah untuk memberikan jaminan stabilitas ekonomi dan politik. Di tahun politik seperti sekarang, menjaga stabiltas tersebut penting untuk menjaga sentimen pasar tetap positif. Sekali stabilitas politik terganggu, stabilitas ekonomi adalah tumbalnya.

 

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…