BI Longgarkan Syarat Uang Muka Kredit Perumahan

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Bank Indonesia melonggarkan syarat uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) dengan membebaskan perbankan untuk memberikan besaran maksimum nilai kredit (Loan To Value/LTV) pembelian rumah pertama. Dengan demikian, perbankan tidak terikat aturan pemberian besaran uang muka oleh nasabah. Perbankan bisa mensyaratkan pembayaran uang muka, termasuk kemungkinan uang muka nol persen, tergantung hasil penilaian manajemen risiko bank.

"Kita berikan pelonggaran aturan 'first time buyer', bukan DP nol persen. Kita serahkan ke manajemen bank," ujar Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan kemarin. Sebelum revisi peraturan LTV ini, BI mengatur besaran LTV atau kredit pembelian rumah tahap pertama yang luasnya di atas 70 meter persegi, adalah 85 persen dari total harga rumah.

Dengan demikian, di peraturan sebelumnya, kreditur atau pembeli rumah harus bisa membayar uang muka (Down Payment) sebesar 15 persen. Setelah pelonggaran LTV ini, BI meniadakan atau menghapus syarat besaran LTV yang diberikan bank kepada nasabah untuk rumah pertama. Erwin mengatakan tidak semua bank bisa memanfaatkan pembebasan LTV untuk rumah tahap pertama ini.

Bank yang bisa menikmati keringanan LTV ini adalah bank dengan rasio kredit bermasalah dari total kredit kurang dari lima persen secara net (bersih). Selain itu, rasio kredit bermasalah untuk sektor properti dari bank itu juga harus kurang dari lima persen. "Untuk rumah pertama kami tidak mengatur besarnya rasio LTV. Tentu saja masing-masing bank yang mengatur sesuai praktik manajemen risiko yang ada. Kami tegaskan, bahwa ada beberapa persyaratan prudensial yang menyertai realisasi LTV ini," katanya.

Tidak Membahayakan Perekonomian Meski bank bisa membebaskan uang muka, Gubernur BI Perry Warjiyo meyakini pelonggaran ini tidak akan membahayakan perekonomian, khususnya sektor perbankan dengan kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL). Pasalnya, kata Perry, saat ini segmen masyarakat yang dapat menikmati LTV adalah masyarakat dengan kelompok usia 36 tahun hingga 40 tahun. Kelompok masyarakat itu, kata Perry, masih memiliki daya beli dan kemampuan membayar yang tinggi.

"Debt Service Ratio atau kemampuan membayar utang kembali (DSR) untuk kelompok muda menengah mencapai 13 persen-14 persen," ujar dia. Selain memperbolehkan uang muka nol persen, BI juga memperlonggar jumlah fasilitas kredit melalui inden menjadi lima fasilitas pembelian rumah dan juga mempermudah pencairan kredit secara inden.

Pelonggaran LTV ini, ujar Perry, untuk meningkatkan pembelian rumah pertama dan juga rumah kedua untuk investasi. Dia juga menegaskan pelonggaran LTV ini tidak akan membuat harga sektor properti semakin menggelembung (bubble). "Kami tegaskan di sini dengan pertumbuhan kredit masih sekitar delapan persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen-5,2 persen saat ini, risiko bubble memang kami lihat kecil sekali," ujar Perry.

BI juga menilai pembebasan rasio kredit terhadap nilai rumah (loan to value/LTV) untuk fasilitas pertama tidak akan memicu permintaan dan kenaikan harga yang tidak terkendali, yang memicu spekulasi (bubble property). Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, keputusan pelonggaran LTV ini didorong kondisi ekonomi domestik yang masih berproses untuk pulih. Indikator yang dicermati Bank Sentral saat ini antara lain adalah pertumbuhan ekonomi yang masih di kisaran 5,1-5,2 persen, dan pertumbuhan kredit delapan persen, sehingga proses pemulihan itu membutuhkan dorongan dari sektor properti. "Pada saat masih ekonomi dalam tahap pemulihan, kami longgarkan. Ini sifat makroprudensial. Saat nanti 'booming', bisa diketatkan," ujarnya.

Menurut Mirza, pembebasan LTV ini juga diberikan secara selektif. Bank yang dapat menerapkan pembebasan LTV ini adalah bank dengan rasio kredit bermasalah dari total kredit kurang dari lima persen secara net (bersih). Selain itu, rasio kredit bermasalah untuk sektor properti dari bank itu juga harus kurang dari lima persen. Dampak lain dari LTV ini terhadap kinerja perbankan, Bank Indonesia mengklaim kemampuan bayar nasabah yang menjadi sasaran pembebasan LTV tidak akan meningkatkan rasio kredit bermasalah (Net Performing Loan/NPL).

 

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…