Kebijakan pemerintah untuk mempertahankan tarif listrik dan bahan bakar minyak (BBM) tidak berubah untuk jangka waktu pendek yaitu hingga Maret 2018, paling tidak telah memberikan kepastian positif untuk kalkulasi biaya ekonomi masyarakat di awal tahun depan.
Namun di sisi lain, ketersediaan jaminan listrik di seluruh pelosok negeri di Indonesia kini menjadi tantangan serius pemerintah. Pasalnya, sebagian besar pembangkit listrik di negeri ini menggunakan batu bara sebagai energi utamanya. Sementara kita tahu bahwa, sekitar 80% produksi batu bara Indonesia diekspor antara lain ke China, yang sekarang memiliki cadangan batu baranya lebih besar.
Kondisi ini tentu memprihatinkan. Karena posisi Indonesia No. 6 di dunia dengan produksi batu bara 430 juta ton, diantaranya 350 juta ton diperuntukkan ekspor, sedangkan untuk kebutuhan listrik dalam negeri tersedia hanya 80 ton. Nah, ini menggambarkan suatu paradoks dimana di satu sisi menggembirakan dari sisi penerimaan negara, namun di sisi lain terlihat kurang memperhatikan aspek ketahanan bagi ketersediaan cadangan energi yang strategis bagi masa depan Indonesia.
Apabila pemerintah tidak segera melakukan langkah strategis untuk menjamin kelangsungan pasokan batu bara di dalam negeri, kita khawatir dapat menimbulkan gejolak harga listrik yang setiap saat bisa terjadi, dan tentu berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat. Patut diingat, Indonesia saat ini memiliki cadangan batu bara sekitar 3%, lebih rendah dibandingkan dengan Rusia, China, AS, India dan Australia. Ironisnya, Indonesia menjadi negara eksportir terbesar di dunia.
Selama ini kondisi listrik di negeri kita lebih banyak menggunakan fosil seperti BBM, gas bumi dan batu bara. Persoalannya, Indonesia saat ini menghadapi kelangkaan akibat semakin menipisnya cadangan energi fosil. Ini tentu berimplikasi pada hukum penawaran-permintaan yang bermuara pada kecenderungan kenaikan harga bahan bakar. Kenaikan harga ini membuat biaya produksi kian tinggi dan harga listrik setidaknya dapat terpengaruh untuk jangka panjang.
Seperti kita ketahui, harga listrik saat ini masih lebih tinggi ketimbang AS dan China. Ini menjadi tantangan pemerintah untuk membuat langkah berdaya guna strategis dalam mengurangi tarif listrik. Artinya, konfigurasi tarif yang ada saat ini masih terlalu kompleks dan banyak sehingga perlu penyederhanaan.
Fakta memperlihatkan kondisi tarif saat ini membuat hampir setiap tahun pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang besar dan cenderung meningkat. Subsidi yang besar ini disebabkan tarif yang ada masih di bawah biaya pokok penyediaan tenaga listrik , sehingga anggaran pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan termasuk program ketenagalistrikan nasional menjadi semakin terbatas.
Jelas, usaha mempercepat rasio elektrifikasi tersebut akan menghadapi banyak hambatan. Beberapa hambatan utama di antaranya peraturan perundang-undangan, kebijakan sektor termasuk di dalamnya masalah kelembagaan dan tata kelola serta kelayakan ekonomi dan finansial yang melibatkan lintas sektoral.
Peraturan perundang-undangan terkait ketenagalistrikan yang sekarang adalah UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, terlihat belum berjalan mulus untuk menjalankan langkah-langkah strategis dengan semestinya. UU mewajibkan pemerintah untuk menjalankan misi sosialnya mewujudkan listrik nyala di seluruh wilayah Nusantara.
Menghadapi keadaan tersebut, kini saatnya diperlukan usaha pengembangan energi alternatif dalam jangka menengah dan panjang untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di dalam negeri. Untuk itu, diversifikasi sumber energi terbarukan perlu secepatnya direalisasikan. Semoga!
Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem outsourcing patut didukung sebagai wujud nyata komitmen negara dalam menjamin hak-hak…
Komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya menandai babak baru dalam perjalanan ketenagakerjaan nasional.…
Program 3 (tiga) juta rumah yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran memang memiliki tujuan mulia: menyediakan hunian layak bagi rakyat, mengentaskan…
Rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem outsourcing patut didukung sebagai wujud nyata komitmen negara dalam menjamin hak-hak…
Komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya menandai babak baru dalam perjalanan ketenagakerjaan nasional.…
Program 3 (tiga) juta rumah yang digagas pemerintahan Prabowo-Gibran memang memiliki tujuan mulia: menyediakan hunian layak bagi rakyat, mengentaskan…