Relokasi Pabrik Baja Asal China Berpotensi Timbulkan Masalah

NERACA

Jakarta – Rencana relokasi pabrik-pabrik baja skala kecil asal China ke Indonesia berpotensi menimbulkan masalah dalam beberapa tahun mendatang. Pasalnya, selain karena industri yang merelokasi pabrik ke Indonesia menghindari peraturan pemerintah China akibat dianggap tidak bisa memenuhi aturan tentang emisi yang aman bagi lingkungan di Negeri Tirai Bambu, produk yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tersebut berkualitas rendan dan tidak memenuhi aturan standar nasional Indonesia (SNI).

Direktur Eksekutif Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Edward Pinem mengatakan adanya rencana relokasi beberapa industri baja dari China dapat menimbulkan dilema. Ia beralasan produk yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tersebut tidak memenuhi aturan standar nasional Indonesia (SNI). "Kita mau menerapkan SNI sementara produk mereka tidak sesuai SNI," katanya di Jakarta, Rabu (30/11).

Produksi baja dari pabrikan China ini masih menggunakan sistem dapur induction furnace yang lebih murah. Jika produsen ini bersedia menginvestasikan lebih besar untuk meningkatkan proses pengolahan, maka baja yang dihasilkan bisa lebih bagus. "Sayang umumnya mereka mencari yang murah toh masih bisa dipasarkan," ujarnya.

Baja China diperkirakan mulai memasuki pasar pada awal tahun depan. Menurut Edward masuknya produk tanpa SNI ke pasar akan memunculkan permasalahan dalam pengawasan barang beredar. Tahun ini kurang lebih ada 10 investor dari China yang merelokasi pabrik di Indonesia. Sebagian besar berlokasi di Tangerang. Relokasi tersebut akan meningkatkan kapasitas baja nasional sebanyak menjadi 1,5 juta ton pada tahun 2012.

Menurut Edward, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat ketentuan standar minimun sistem pabrik yang berlaku di Indonesia. Supaya tidak sembarang industri baja bisa masuk dan merelokasi pabrik ke Indonesia. Bagi investor yang terlanjur membangun pabrik memang tidak mungkin untuk dihentikan. Tetapi asosiasi menghimbau supaya pabrikan meningkatkan kualitas tertentu dari proses produksi. Seharusnya ini bisa dipenuhi karena kebutuhan baja di dalam negeri cukup besar.

Tak Penuhi Aturan

Edward  menambahkan, relokasi pabrik baja oleh China tersebut disebabkan oleh kebijakan keamanan lingkungan yang akan diberlakukan pemerintah China. “Sepertinya, dalam 1-2 tahun ke depan, pabrik-pabrik yang tidak memenuhi aturan itu di sana tidak bisa lagi. Jadi, mereka hijrah ke sini,” kata Edward.

Menurut dia, selama pabrik asal China tersebut mampu memenuhi kebutuhan pasar domestik dan mengurangi ketergantungan impor, maka akan menguntungkan Indonesia. “Soal dampak bagi Indonesia, selama bisa berdampak positif bagi perekonomian kita, saya rasa bagus dan menguntungkan. Hanya saja, memang tidak serta merta. Karena, pabrik-pabrik itu produksinya sekitar 5.000-10.000 ton per bulan, jadi sebenarnya tidak langsung memenuhi kebutuhan lokal,” jelasnya.

Kapasitas produksi baja nasional, lanjutnya, sebenarnya bisa memenuhi permintaan pasar domestik. Namun, kata dia, pesanan tidak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. Seandainya, proyek yang akan dikerjakan didesain dari awal dan menggunakan produk buatan lokal secara penuh, maka tentu saja pesanan bisa dikerjakan.

“Misalnya, ada proyek yang order sekian ribu ton dalam sebulan. Tentu tidak bisa dipenuhi, jadinya impor. Hanya saja, memang selalu proyek-proyek itu digenjotnya menjelang akhir tahun. Akibatnya, seolah-olah industri di dalam negeri tidak bisa mengisi padahal kapasitasnya bisa,” tegasnya.

Di tempat yang sama Direktur Industri Material Dasar Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) I Gusti Putu Suryawirawan memaparkan, China disebut banyak merelokasi pabrik baja ke Indonesia. Meski berskala kecil, namun pabrik itu bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik yang cukup tinggi. Terutama, untuk produk besi siku dan bilet dari hasil peleburan baja batangan. Menurutnya, investasi di sektor baja di dalam negeri saat ini lebih didominasi oleh sektor hulu ketimbang hilir. "Selama ada listrik 10 megawatt, mereka sudah bisa beroperasi,” tutup Putu.

BERITA TERKAIT

Program UK PACT Efisiensi Energi Tahap Dua

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Luar Negeri dan Pembangunan Inggris (FCDO), meluncurkan Program…

GAPKI Usulkan Segera Bentuk Pelaksana Harian Komite ISPO

NERACA Jakarta – Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) R. Azis Hidayat mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian…

DOBBER, Inovasi Pertamina EP untuk Optimalkan Produksi

NERACA Indramayu — Pertamina EP melalui terobosan terbaru, yang disebut DOBBER (downhole scrubber), berhasil menurunkan angka loss production opportunity/LPO, dari…

BERITA LAINNYA DI Industri

Program UK PACT Efisiensi Energi Tahap Dua

NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Luar Negeri dan Pembangunan Inggris (FCDO), meluncurkan Program…

GAPKI Usulkan Segera Bentuk Pelaksana Harian Komite ISPO

NERACA Jakarta – Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) R. Azis Hidayat mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian…

DOBBER, Inovasi Pertamina EP untuk Optimalkan Produksi

NERACA Indramayu — Pertamina EP melalui terobosan terbaru, yang disebut DOBBER (downhole scrubber), berhasil menurunkan angka loss production opportunity/LPO, dari…

Berita Terpopuler