KNTI NILAI KEPUTUSAN MELANJUTKAN REKLAMASI PELECEHAN HUKUM - DPR: Harus Ada Jaminan Hidup Nelayan

Jakarta - Menanggapi kebijakan Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan yang melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta, Wakil Ketua Komisi IV DPR Daniel Johan mengatakan harus ada jaminan atas nasib dan kehidupan para nelayan. Sementara Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai keputusan tersebut untuk melanjutkan reklamasi pulau tersebut merupakan pelecehan terhadap putusan hukum pengadilan.

NERACA

“Jika reklamasi berlanjut, yang paling penting adalah jaminan atas nasib dan penghidupan nelayan serta kepastian masalah lingkungan tidak menimbulkan bencana,” ujar Daniel di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/9).

Menurut Daniel, Komisi IV DPR terus menekan pemerintah, baik pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bahwa analisis dampak lingkungan (Amdal) seluruh kawasan reklamasi sangat penting dan harus menjadi syarat utama. “Dan perintah undang-undang menyebutkan tidak boleh hanya Amdal per blok,” ujarnya.

Dia juga mengingatkan bila reklamasi di kawasan Teluk Jakarta itu dilanjutkan, tak akan menyengsarakan rakyat mengingat adanya kekhawatiran terjadi banjir yang disebabkan tersendatnya aliran air dari sungai ke laut. “Karena bila Teluk Jakarta tertutup, bagaimana air sungai mengalir ke laut?”

Jadi bila reklamasi ini berlanjut dan ternyata justru mengakibatkan bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya, dan membuat belasan ribu nelayan jadi menganggur, menurut dia, maka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Susi Pudjiastuti yang paling bertanggung jawab karena mereka yang secara teknis memberikan izin dan jaminan tidak masalah," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi III DPR Muhammad Syafii‎ menilai Luhut B. Panjaitan perlu membuktikan bahwa pertimbangan sejumlah menteri, dalam menghentikan proyek reklamasi itu tidak benar.  

Syafii mengatakan, jika Susi Pudjiastuti, Siti Nurbaya, Rizal Ramli, dan Ignasius Jonan yang meminta untuk tidak melanjutkan proyek reklamasi itu memang tidak benar, maka tidak menjadi persoalan untuk melanjutkan proyek reklamasi itu.

“Namun, buktikan bahwa apa yang dilakukan menteri-menteri itu, yang kemudian membuat reklamasi dihentikan, itu tidak benar. Kalau itu benar, dan masih tetap dilanjutkan, ada apa?” tutur Syafii.

Sebelumnya Menko Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan menyatakan tidak ada aturan yang dilanggar oleh pemerintah dalam melanjutkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.
Pernyataan itu merupakan respon dari Menteri Luhut terhadap kritik yang ia dapatkan setelah memutuskan melanjutkan reklamasi Pulau G.  Sejumlah pihak menyebut Luhut mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang mencabut izin reklamasi Pulau G.

“Tidak ada alasan karena banding pemerintah DKI sesuai peraturan perundang-undangan yang ada, proyek itu bisa diteruskan. Saya kaji semuanya,” ujar Luhut saat ditemui sebelum mengikuti Rapat Kerja dengan Pimpinan Badan Anggaran DPR, kemarin.

Luhut mengakui masih ada sejumlah pengembang yang belum memenuhi persyaratan yang diminta oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Syarat yang dimaksud terkait dengan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). “Ada beberapa surat yang harus mereka (pengembang) selesaikan, saya kira selesai dalam beberapa waktu ke depan,” katanya.

Reklamasi Teluk Jakarta memang mendapat penentangan dari sejumlah pihak. Kalangan aktivis lingkungan menentang reklamasi Teluk Jakarta karena diyakini akan merusak ekosistem di wilayah tersebut.

Di pihak nelayan, terutama yang tergabung di Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyebut proyek reklamasi bakal mengancam mata pencaharian mereka. Luhut mengakui, para nelayan nantinya tidak bisa melaut di daerah proyek reklamasi. Para nelayan akan melaut sekitar 10-12 kilometer dari tempatnya yang sekarang. Namun, dia mengatakan, pemerintah akan memperhatikan nasib 12 ribu nelayan yang terdampak reklamasi.

Luhut menyatakan telah mengkaji semua aspek terkait keberlanjutan reklamasi. Dia menilai kajian yang berasal dari BPPT dan PLN telah cukup untuk melanjutkan proyek reklamasi.
"Sebenarnya kajian itu sudah ada. Oktober 2014 ground breaking sudah dibikin Chairul Tandjung. Hanya kemudian ribut dipolitisasi semua jadi ramai begini. Bikin ulang lagi," ujarnya.

Luhut berjanji akan membuka ke publik kajian yang telah dibuat oleh pemerintah. Namun dia tidak menyebut kapan akan dipublikasi. "Kami akan buka. Tidak usah khawatir. Kita ngapain bohongin rakyat. Segera, pelan-pelan. Itu dokumen publik, silahkan dilihat," ujarnya.

Luhut menjamin para nelayan, yang bermukim dan mendulang rupiah di sekitar pulau reklamasi garapan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yakni Pulau G, tak telantar.

Menurut dia, Pemerintah DKI menjamin nelayan bakal memperoleh fasilitas rumah susun dengan kondisi layak huni. Ihwal mata pencaharian, mereka dijanjikan bisa berlayar hingga Pulau Natuna. Setidaknya ada 1.900 kapal yang bisa berlayar sampai pulau tersebut.

Agar tak merugi dan kehilangan ikan tangkapan, pemerintah membolehkan nelayan masuk ke pulau tersebut dengan kondisi air yang masih jernih dan bersih. Jaraknya 12-13 kilometer dari Pulau Jawa. Dengan demikian, diharapkan nelayan bisa mendapatkan ikan tangkap dengan kualitas lebih baik dibanding yang didapat di sekitar pulau reklamasi.

Terkait dengan hal ini, Luhut mengimbau berbagai pihak tak membelokkan paradigma sehingga seolah-olah tersiar kabar nelayanlah yang menjadi korban. Sebab, menurut dia, beragam aspek--lingkungan, mangrove, dan sebagainya--sudah dibicarakan. Kendati demikian, detil pembahasannya akan dilanjutkan pada hari kemarin sore ini agar tak banyak pihak merugi terhadap keputusan itu.

Pelecehan Pengadilan

Secara terpisah, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai keputusan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan untuk melanjutkan reklamasi Pulau G merupakan pelecehan terhadap putusan hukum pengadilan.

Kementerian Koordinator Bidang Maritim pada Selasa (13/9) malam sepakat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melanjutkan pembangunan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta yang sebelumnya sempat tertunda.

Keputusan itu bertentangan dengan hasil keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan nelayan yang tergabung dalam KNTI terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta.

Ketua Majelis Hakim PTUN Adhi Budi Sulistyo meminta agar Gubernur DKI Jakarta selaku tergugat mencabut Surat Keputusan 2238/2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi pada PT Muara Wisesa Samudera.

Atas fakta tersebut, Ketua bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI Martin Hadiwinata menyebut kebijakan Luhut melanjutkan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta sebagai bentuk pelecehan.

"Pak Luhut melecehkan Pengadilan yang telah memutus Reklamasi teluk Jakarta harus berhenti. Ini keputusan sepihak yang hanya menguntungkan pengusaha," kata Martin Hadiwinata, Ketua bidang Pengembangan Hukum dan Pembelaan Nelayan KNTI, pecan ini.

Sebelumnya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) lakukan aksi penolakan reklamasi Teluk Jakarta di Car Free Day (CFD), Bundaran Hotel Indonesia, Minggu (11/9). Aksi itu diikuti mahasiswa dari sejumlah BEM universitas di Indonesia, mulai dari BEM Universitas Indonesia, BEM Universitas Negeri Jakarta, BEM Politeknik Negeri Jakarta, BEM STEI SEBI, dan lainnya.

Perwakilan BEM se-Jabodetabek, Ihsan Munawar (20), mengungkapkan, aksi ini untuk mencerdaskan masyarakat tentang reklamasi Teluk Jakarta. Menurutnya, reklamasi tidak memiliki dampak positif bagi masyarakat sekitar ataupun masyarakat Jakarta.

"Katanya ada untuk peningkatan ekonomi, tapi ekonomi siapa? Masyarakat sekitar atau pemilik modal? Jelas bagi pemilik modal," kata mahasiswa dari STIE SEB.

Tudingan Ihsan, masyarakat sekitar reklamasi Teluk Jakarta kehilangan mata pencaharian. Pasalnya, mereka yang umumnya berprofesi sebagai nelayan, kesulitan dalam mencari ikan. Kondisi ini jelas membuat perekonomian masyarakat sekitar menurun.

Sedangkan, bila reklamasi dilanjutkan, pemodal akan tetap untung dengan membuat sejumlah bangunan di pulau reklamasi. "reklamasi Teluk Jakarta tak ada kepentingan dan manfaat bagi rakyat Ibu Kota," tegas Ihsan. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

DI SAAT DAYA BELI MELEMAH - Meski Positif, Risiko Paylater Gagal Bayar Diwaspadai

  Jakarta-Meski paylater bisa menjadi sinyal positif dari sisi inovasi keuangan dan inklusi, penggunaannya yang meningkat juga bisa menjadi sinyal…

WACANA LEGALISASI KASINO SEBAGAI PNBP - MUI : Bertentangan dengan UU dan Norma Masyarakat

NERACA Jakarta - Isu legalisasi kasino kembali mencuat dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.…

Jaga Iklim Investasi, Kadin Bentuk Tim Verifikasi dan Etik

    NERACA Jakarta – Iklim investasi di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Tak hanya soal organisasi masyarakat (ormas) yang…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

DI SAAT DAYA BELI MELEMAH - Meski Positif, Risiko Paylater Gagal Bayar Diwaspadai

  Jakarta-Meski paylater bisa menjadi sinyal positif dari sisi inovasi keuangan dan inklusi, penggunaannya yang meningkat juga bisa menjadi sinyal…

WACANA LEGALISASI KASINO SEBAGAI PNBP - MUI : Bertentangan dengan UU dan Norma Masyarakat

NERACA Jakarta - Isu legalisasi kasino kembali mencuat dalam rapat kerja Komisi XI DPR bersama Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.…

Jaga Iklim Investasi, Kadin Bentuk Tim Verifikasi dan Etik

    NERACA Jakarta – Iklim investasi di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Tak hanya soal organisasi masyarakat (ormas) yang…

Berita Terpopuler