NERACA
Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) IMIP Group, Alexander Barus mengatakan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) menyatakan, investasi sebesar Rp78 triliun telah mengalir ke Kawasan industri Morowali untuk membangun industri sekaligus infrastruktur penunjang.
“Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah memberikan dukungan kepada IMIP untuk mempercepat pembangunan kawasan industri Morowali, yang terletak di Sulawesi Tengah. Berdasarkan amanat pemerintah, daerah ini dijadikan kawasan industri, di mana proyek pembangunan sudah dimulai pada 2014 dan diharapkan selesai pada 2018,” kata dia di Jakarta, Rabu (16/12).
Di wilayah Morowali, menurut Alexander, akan berdiri tiga pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral serta baja tahan karat (stainless steel) berkapasitas 2 juta ton per tahun. Adapun infrastruktur yang dibangun terdiri atas bandara dan rumah sakit.
“PT Sulawesi Mining Investment membangun smelter 1 berkapasitas 300.000 ton per tahun, yang dilengkapi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Smelter ini akan terintegrasi dengan pabrik stainless steel berkapasitas 1 juta ton per tahun yang akan beroperasi November 2016,” papar dia.
Pembangunan smelter 2, lanjut Alexander, dilakukan oleh PT Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry berkapasitas 600.000 ton per tahun. “Perusahaan ini juga membangun PLTU berkapasitas 2x150 megawatt (MW). Sampai saat ini, proyek itu sudah memasuki tahapan konstruksi dan diperkirakan rampung 2016,” ujarnya.
Alexander menambahkan, pembangunan smelter 3 dan stainless steel berkapasitas 1 juta ton per tahun dieksekusi PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel. Fasilitas ini dilengkapi PLTU 2x150 MW, yang sampai saat ini sudah memasuki tahapan konstruksi dan diperkirakan rampung 2016.
“Kawasan industri Morowali akan menjadi incaran proyek bisnis. Jika proyek ini rampung pada 2018, tidak menutup kemungkinan akan ada penambahan industri hulu dan hilir,” tutur Alexander.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian menargetkan pembangunan 15 kawasan industri guna memperkuat pengembangan sektor nonmigas. Dari jumlah tersebut 13 berlokasi di luar Jawa dan dua di Jawa.
Sebagai langkah awal, pada 5 Desember, Menteri Perindustrian Saleh Husin telah meresmikan Kawasan Industri Morowali Tsingshan (KIMT) yang sekaligus menjadi kado ulang tahun ke 15 kabupaten tersebut.
“Ini adalah kado terindah dari Pak Halim untuk Morowali pada ulang tahun ke-15 Morowali,” ujar Bupati Morowali Anwar Hafid kepada Presiden Komisaris PT Sulawesi Mining Investment (SMI) Halim Mina saat menyampaikan sambutan.
PT SMI merupakan korporasi hasil patungan antara Bintang Delapan Group dan Tsingshan Group. Perseroan ini dimandati menggarap proyek pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel berkapasitas 300.000 wet metric tons (WMT) nikel pig iron (NPI) per tahun.
Pembangunan fasilitas ini dibarengi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 2x65 megawatt. Pengerjaannya kini mencapai 85% dari target dan diharapkan selesai pada April 2015. KIMT merupakan proyek kawasan industri pertama yang diresmikan Saleh Husin sejak menjabat sebagai menteri pada Oktober 2014.
Dia menyebut PT Indonesia Morowali Industrial Park dan grupnya menjadi pionir dalam mengembangkan kawasan industri berbasis nikel di lokasi terpencil secara terintegrasi dari hulu ke hilir. “Ke depan berkembangnya industri-industri hilir di kawasan ini akan menyerap 80.000 tenaga kerja,” ucap Saleh.
Okupansi kawasan industri tersebut ditargetkan mencapai 100% dalam sepuluh tahun. KIMT dibangun dengan luar 1.200 hektare (ha) yang akan dikembangkan menjadi 2.000 ha. Total investasi proyek KIMT mencapai US$4,2 miliar sampai dengan 2018. Kawasan ini dilengkapi dengan bandar udara berlandasan pacu sepanjang 1.850 meter senilai US$15 juta dan pelabuhan US$20 juta.
Presiden Komisaris PT Sulawesi Mining Investment (SMI) Halim Mina mengatakan pola pembangunan kawasan industri ini berbeda dengan cara yang digunakan dalam mengembangkan kawasan industri pada umumnya. Pencarian tenant (perusahaan yang mau masuk ke kawasan industri) biasanya setelah pembangunan kawasan industri rampung.
“Sedangkan pola Kawasan Industri Morowali Tsingshan [KIMT] ini polanya dibangun dulu pabrik smelter sebagai champion termasuk infrastruktur pendukung kemudian mencari perusahaan yang akan olah hasil industri stainless steel,” tutur Halim.
Lahan di KIMT lebih cepat habis karena sejalan dengan pembangunan smelter dan infrastruktur pendukung, SMI sudah punya jalinan komitmen dengan para calon tenant yang tak lain adalah para mitra Tsingshan Group di China.
“Pembangunan kawasan industri ini implementasi nota kesepahaman presiden Indonesia dan China pada 13 Oktober 2013 di Jakarta. Dibuatlah perusahaan patungan antara Tsingshan dan Bintang Delapan,” ucap Halim.
Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Imam Haryono mengatakan pola pengembangan wilayah industri seperti yang diterapkan SMI memang lebih efisien. “Kalau kita bangun kawasan industrinya dulu kadang harganya diatur nanti, kalau tenan dulu ada kepastian kan,” ucapnya.
Pengembangan kawasan industri memang bisa menganut dua pola, membangun kawasan industri dulu baru mencari penyewa atau menjalin komitmen dengan penyewa dulu sebelum kawasan industri selesai dibangun.
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mendorong industri waralaba turut memajukan UMKM dalam lingkup…
NERACA Jakarta – Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, melaksanakan kunjungan kerja ke perkebunan aren milik masyarakat di Kabupaten…
NERACA Jakarta – Saint Lucia adalah salah satu negara di Kepulauan Karibia aktif menjalin kerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan…
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mendorong industri waralaba turut memajukan UMKM dalam lingkup…
NERACA Jakarta – Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Raja Juli Antoni, melaksanakan kunjungan kerja ke perkebunan aren milik masyarakat di Kabupaten…
NERACA Jakarta – Saint Lucia adalah salah satu negara di Kepulauan Karibia aktif menjalin kerja sama dengan Indonesia dalam pengembangan…