Synthesis Square Raup Ceruk Pasar - Geliatnya Landmark Mixed Use Koridor Gatsu

NERACA

Jakarta – Menjawab kebutuhan hunian yang terintegrasi antara perkantoran (office) dan pusat belanja (mall), menjadi solusi atas kondisi masa kini yang penuh dengan kesemrawutan mulai dari kemacetan, jarak antara tempat tinggal dengan perkantoran dan pusat komersial. Oleh karena itu, konsep bangunan campuran (mixed use) masih menjadi permintaan pasar yang masih menjanjikan sehingga banyak pengembang lebih mengandalkan mixed use area sebagai produk jualan yang diandalkan. Bahkan proyek propeti dengan konsep campuran ini makin berkibar di kota penyangga Jakarta. Ya, persoalan keterbatasan lahan dan tuntutan gaya hidup modern yang serba praktis dan efisien menjadi pemicu maraknya proyek properti dengan konsep mixed use area atau multifungsi.

Head of Research Savills PCI, Anton Sitorus pernah bilang, ide awal mengembangkan properti berkonsep bangunan campuran alias mixed use sejatinya muncul karena keinginan masyarakat yang enggan berpindah-pindah tempat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu juga, soal efektifitas karena semakin dimudahkan dalam menuntaskan niat kebutuhan yang dicari. “Inilah yang membuktikan bahwa masyarakat kota metropolitan butuh efektifitas dalam melakukan setiap kegiatannya,”ujarnya.

Kedepan, lanjut Anton, proyek mixed use akan semakin populer, karena tren perkotaan akan mengarah pada satu kawasan yang bisa mengakomodasi semua kebutuhan penghuninya. Oleh karea itu, konsep perkotaan modern seperti inilah yang akan terus berubah. Jadi, bukan lagi sebagai tempat masyarakat sub urban datang dan pergi setiap pagi dan sore hari. Melainkan, telah menjadi pusat-pusat perekonomian di kantong-kantong wilayah pemukiman. “Penerapan konsep perkotaan seperti ini, akan meminimalkan penggunaan energi. Maka membangun proyek mixed use adalah solusinya,” jelas Anton.

Hal senada juga disampaikan Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch, konsep mixed use sangat tepat menjawab tantangan dunia modern saat ini, karena akan membuat tingkat efesiensi semakin baik. Efesiensi itu diperoleh lantaran orang biasa tinggal, berbelanja, dan berkantor di satu kawasan. Selain itu, tinggal dan bekerja dalam satu kawasan mixed use bisa meningkatkan kualitas hidup. “Waktu istirahat bersama keluarga lebih banyak serta dapat menghemat ongkos transportasi dan meminimalisir kehilangan peluang pada bisnis akibat kemacetan,”kata Ali Tranghanda.

Menurutnya, negara tetangga Singapura juga mulai mengembangkan lebih luas bangunan mixed use. Pasalnya, hunian inovatif serta berada dalam kawasan yang saling terintegrasi dan dapat mengakomodir kebutuhan live-work-play yang menjadi tuntutan warga Singapura. Tak ayal, banyak pengembang di Singapura menawarkan konsep bangunan mixed use. Meskipun Indonesia berbeda secara geografis yang lebih luas dari Singapura, namun kedua negara tersebut memiliki kesamaan dalam demam bangunan mixed use area.

Kata arsitek Ari Indra, berdirinya proyek properti mixed use yang dibangun pengembang tampaknya bukan sekedar menggabungkan hunian, perkantoran dan komersial melainkan telah menjadi nilai prestisius tersendiri. “Proyek jenis ini biasanya besar dan dinilai selalu dapat dibanggakan oleh para pengembang dan hampir diseluruh belahan dunia ini land mark pengembang properti adalah mixed use,” ungkapnya.

Segmen Premium

Besarnya minat masyarakat membeli hunian mixed use area dan ditambah lokasi yang strategis akan menjadi nilai tambah sebuah investasi properti. Adalah proyek properti komersial Synthesis Square di Gatot Subroto, Jakarta yang tengah dibangun PT Synthesis Development untuk meraup ceruk pasar properti mixed use yang masih menjanjikan.”Kami memperkenalkan area Synthesis Square yang telah mengalami rejuvenation (peremajaan) sebagai kawasan mixed use terbaru di Jl gatot Subroto. Karena orang yang lewat sini tahunya masih Gedung Hero,” ujar Julius J. Waraouw, Managing Director Synthesis Square.

Proyek properti yang membidik segmen pasar premium ini, dikembangkan di area 1,6 ha terdiri atas dua gedung perkantoran dan dua tower apartemen. “Gedung lama yang bekas kantor Hero kita modernisasi dan tetap sebagai perkantoran. Apartemen akan dibangun di sebelahnya setinggi 32 lantai sementara gedung yang di bagian depan yang persis di Jalan Gatot Subroto akan di-demolish dan dibangun gedung baru setinggi 36 lantai untuk perkantoran,” imbuhnya.

Tower-tower di Synthesis Square  dibangun terpisah sehingga penghuni apartemen dan orang-orang yang berkantor tetap merasa nyaman dan privasinya terjaga. Tower bagian depan akan dilengkapi area food & beverage (F&B). Disebutkan, jumlah huniannya sebanyak 188 unit seharga Rp3 – 5 miliaran (Rp40 jutaan/m2). Kapitalisasi apartemennya diperkirakan  mencapai Rp1 triliun. Desainnya mengusung langgam modern minimalis dengan sentuhan etnik untuk mempertahankan khazanah heritage Indonesia.

Asal tahu saja, perseroan menginvestasikan dana sebesar Rp 3,5 triliun untuk membangun kawasan mixed used di Gatot Subroto dan lokasinyapun, diyakini Julius masih menjanjikan karena pasarnya potensial sekali. Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, koridor Gatot Subroto untuk bisnis properti adalah pilihan yang tepat. Disebutkan, ada tiga faktor utama yaitu pertama, lahan masih tersedia banyak dengan harga relative masih kompetitif.

Tak hanya lahan kosong, melainkan juga lahan yang di atasnya terdapat gedung-gedung tua yang berpotensi dihancurkan dan dibangun gedung baru.”Selain itu, banyak pengembang mengincar koridor ini juga karena di kawasan Satrio, Mas Mansyur dan Kasablanka lahan terbatas, kalau pun ada harga sudah tinggi sekitar Rp 45 juta sampai Rp 55 juta per meter persegi,”tutur Hendra.

Kemudian faktor kedua, pengembang mencoba menciptakan pasar baru. Pasalnya di kawasan Gatot Subroto hanya ada satu gedung kualifikasi Grade A, yakni Wisma Mulia. Selebihnya adalah gedung kantor Grade B dan gedung-gedung tua. Harga sewanya pun masih rendah yakni sekitar US$ 22-US$ 27. Kenyataan tersebut yang mendorong pengembang berlomba membangun gedung baru untuk mengakomodasi kebutuhan ruang perkantoran yang meluber dari limpahan permintaan koridor Satrio dan Mas Mansyur.

Faktor ketiga, lanjut Hendra, aksesibilitas Gatot Subroto yang bisa dijangkau dari berbagai arah. Lokasinya strategis, ke Bandara International Soekarno-Hatta, ke kawasan industri Cikarang, ke kawasan Sudirman, ke kawasan Pancoran, bisa ditempuh dalam hitungan menit. (bani)

 

BERITA TERKAIT

BEI Luncurkan Media Edukasi - Tingkatkan Pemahaman Soal Waran Terstruktur

NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan literasi pasar modal, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan dua media edukasi terbaru yang dirancang…

RMK Energy Kemas Laba Bersih Rp51,5 Miliar

NERACA Jakarta — PT RMK Energy Tbk. (RMKE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp51,5 miliar pada kuartal I/2025 atau meningkat sebesar…

Melesat Tajam, Laba Elang Mahkota Capai Rp 3,6 Triliun

NERACA Jakarta — Kuartal pertama 2025, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) mencatatkan kinerja positif. Dimana laba bersih tumbuh signifikan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

BEI Luncurkan Media Edukasi - Tingkatkan Pemahaman Soal Waran Terstruktur

NERACA Jakarta – Dorong pertumbuhan literasi pasar modal, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) meluncurkan dua media edukasi terbaru yang dirancang…

RMK Energy Kemas Laba Bersih Rp51,5 Miliar

NERACA Jakarta — PT RMK Energy Tbk. (RMKE) mencatatkan laba bersih sebesar Rp51,5 miliar pada kuartal I/2025 atau meningkat sebesar…

Melesat Tajam, Laba Elang Mahkota Capai Rp 3,6 Triliun

NERACA Jakarta — Kuartal pertama 2025, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK) mencatatkan kinerja positif. Dimana laba bersih tumbuh signifikan…