NERACA
Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) Fransiscus Welirang menyatakan bahwa saat ini terjadi peningkatan permintaan terhadap produk berbasis tepung terigu di pasar global. Hal itu tentunya memberikan dampak terhadap nilai ekspor industri makanan berbasis tepung tepung terigu yang diperkirakan bisa menembus angka US$1 miliar dalam 2 tahun kedepan.
“Pada 2016, nilai ekspor industri makanan berbasis tepung terigu Indonesia diperkirakan akan menyentuh US$ 1 miliar. Tidak hanya itu, Indonesia juga diprediksi bakal menjadi sentra produksi makanan berbasis tepung terigu yang bakal menguasai pasar ekspor di Asia Timur,” kata Franky di Jakarta, Selasa (5/8).
Meski Indonesia bukan negara produsen gandum, menurut Franky, saat ini posisi Indonesia dalam peta persaingan industri tepung terigu maupun industri turunannya sangat diperhitungkan. “Kami melihat bahwa Indonesia akan menjadi sentra industri tepung terigu di Asia Timur. Berdasarkan data Aptindo, saat ini Indonesia memiliki 29 pabrik tepung terigu dengan total kapasitas produksi mencapai 10,3 juta MT per tahun,” paparnya.
Franky menambahkan, sampai dengan kuartal I 2014, volume ekspor tepung terigu Indonesia sudah mencapai 21 ribu MT atau senilai US$9,4 juta. Angka tersebut meningkat hampir 30,6% jika dibandingkan realisasi ekspor pada periode yang sama tahun lalu. “Kalau secara keseluruhan, hingga akhir tahun kami prediksi volume ekspornya bisa menembus 80 ribu MT, lebih tinggi dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar 68.183 MT,” ujarnya.
Sementara untuk ekspor produk turunan tepung terigu sendiri, sepanjang kuartal I tahun ini Aptindo mencatat volumenya sudah menembus angka 59.834 MT atau senilai US$128,7 juta. Jumlah tersebut meningkat sebesar 25,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Untuk mempertahankan pangsa pasar, Aptindo untuk ketiga kalinya sejak 2009 dan 2012 mengeluarkan petisi anti dumping terhadap Turki, India, dan Srilanka ke Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Menurut Franky, ketiga negara tersebut terbukti melakukan dumping dengan menjual tepung terigu dengan harga lebih rendah. “Itu merugikan produsen dalam negeri,” katanya.
Aptindo mencatat, karena hal tersebut sudah ada dua perusahaan tepung terigu Indonesia yang gulung tikar. “Kita juga tidak mau terus-terusan seperti ini kasihan dengan perusahaan baru dan kecil untuk bersaing harga,” ungkap Ratna Sari Loppies, Direktur Eksekutif Aptindo. Aptindo mencatat marjin dumping dari ketiga negara tersebut yaitu, Turki 86%, India 40%, dan Sri Lanka 14%. Dimana porsi impor ketiga negara itu sebesar 86% dari total impor tepung terigu nasional.
Sebelumnya, Franky juga sempat mengklaim bahwa harga jual tepung terigu di Indonesia saat ini merupakan yang termurah di dunia. Dengan harga jual dari pabrik sebesar US$0,56 per kilogram (Kg), Indonesia hanya bersaing ketat dengan Vietnam yang juga memiliki harga jual tepung terigu di kisaran harga tersebut. “Dengan Australia, Amerika Serikat dan Tiongkok yang merupakan negara produsen gandum saja, harga jual tepung terigu di Indonesia bisa jauh lebih murah,” ungkapnya.
Franky menjelaskan, harga tepung terigu di Australia sendiri saat ini mencapai US$1,05 per Kg, Amerika Serikat sebesar US$1,96 per Kg, serta Tiongkok sebesar US$0,95 per Kg. “Cuma yang menjadi masalah di Indonesia adalah masih mahalnya biaya logistik terutama biaya angkut kapal yang membuat harga jual dari pabrik menjadi membengkak ketika sudah sampai di tangan konsumen,” imbuhnya.
Selain persoalan mahalnya biaya logistik, Aptindo juga mengeluhkan masih maraknya peredaran tepung terigu impor asal Turki yang disinyalir sengaja di jual murah di Indonesia dengan mekanisme dumping. Padahal, ungkap Franky, harga tepung terigu di pasar domestik Turki sendiri saat ini berkisar US$1 per Kg. “Mereka berani memasarkan di Indonesia dengan marjin dumping mencapai 69% dibandingkan harga jual di pasar domestiknya sendiri,” tandasnya.
Masih Impor
Disisi lain, ternyata Indonesia masih mendatangkan tepung terigu impor dari 3 negara yang merupakan pemasok terbesar yaitu Srilanka, Ukraina, dan Turki. Selama periode Mei-Desember 2014, izin impor yang akan diberikan hanya 441.141 ton, antaralain untuk terigu dari Turki mencapai 251.420 ton, Srilanka 136.754 ton, Ukraina 22.507 ton, serta negara-negara lainnya 30.088 ton.
Sementara itu, proses pemasukan tepung terigu impor juga akan diperketat. Tepung terigu impor hanya boleh dimasukan melalui Pelabuhan Belawan (Medan), Boombaru (Palembang), Panjang (Lampung), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Emas (Semarang) dan Pelabuhan Soekarno-Hatta (Makassar). Sebanyak 6 pelabuhan tersebut sudah diberikan rekomendasi oleh pemerintah.
NERACA Jakara – Pertamina Patra Niaga kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung transisi energi di sektor aviasi melalui pengembangan Sustainable Aviation…
NERACA Yogyakarta – Seiring wujudkan swasembada pangan nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan tetap terus mendorong pengembangan…
NERACA Tangerang Selatan – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendukung pelaksanaan Program Holiday Sale 2025 yang diinisiasi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).…
NERACA Jakara – Pertamina Patra Niaga kembali menegaskan komitmennya dalam mendukung transisi energi di sektor aviasi melalui pengembangan Sustainable Aviation…
NERACA Yogyakarta – Seiring wujudkan swasembada pangan nasional, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan tetap terus mendorong pengembangan…
NERACA Tangerang Selatan – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendukung pelaksanaan Program Holiday Sale 2025 yang diinisiasi Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).…