Menjadi Regulator Atau Operator?
Kehadiran PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menggantikan bentuk unit pelaksana teknik (UPT) maupun unit pengelola (UP) harus direncanakan dengan baik agar di kemudian hari tidak menimbulkan persoalan, baik secara hukum maupun teknis operasional. Pengamat masalah transportasi kota Darmaningtyas mengingatkan, apakah Pemprov DKI mengarahkan keberadaan PT Transjakarta sebagai regulator sekaligus operator, atau salah satunya.
“Jika sebagai regulator sekaligus operator tunggal, jelas bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha. Pada Pasal 17 UU itu disebutkan, pelaku usha dilarang melakukan penguasaan atas produk dn atau pemasaran barang atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat,” kata darmaningtyas yang akrab disapa Tyas.
Menurut dia, jika ternyata PT Transjakarta gagal menyelenggarakan dan mengembangkan angkutan umum massal di Jakarta, masyarakat Jakarta dan para penumpang yang rugi, karena operator angkutan umum sudah mati. Lagi pula, sebagai operator tunggal harus menyediakan lahan yang cukup luas untuk menampung seluruh bus yang ada.
Yang positif, kata Tyas, adalah jika PT Transjakarta mnjalankan peran sebagai regulator saja. Pertama, banyak pendapatan yang bisa diperoleh, tidak hanya dari penjualan tiket dan subsidi, tapi juga dari pendapatan iklan dan kerjasama dengan pihak ketiga. “PT Transjakarta dapat menetapkan standar playanan minimum (SPM) maupun mengawasi agar operator dapat secara konsisten melaksanakan SPM tersebut. “Operator yang tak mampu melaksanakan SPM itu dapat dikenai sanksi berjenjang, termasuk mencabut hak operator,” kata Tyas yang juga direktur eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran).
Bentuk peran lainnya adalah sebagai regulator dan menjadi bagian dari operator selain mengundang operator lain. Dengan pola demikian, PT Transjakarta akan tahu seluk-beluk menjadi operator hingga tak bisa dipermainkan oleh operator lain. “Berdasarkan pertimbangan plus minusnya, boleh jadi menjadi regulator sekaligus sebagai operator bukan tunggal merupakan pilihan yang terbaik,” ujarnya.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menambahkan, jika Transjakarta ingin dijadikan sebagai pilihan bagi masyarakat, maka jumlah armadanya harus ditambah, termasuk cadangan. “Jadi penumpang tak lagi menunggu lama agar bisa terangkut bus,” kata dia.
Menurut Agus, yang menjadi persoalan lainnya adalah perlunya penambahan jumlah stasiun bahan bakar gas (SPBG). Minimal ada dua atau tiga di setiap koridornya. Yang tak kalah pentingnya, kata dia, PT Transjakarta harus mensinergikan sistem e-ticketing antara Transjakarta dengan moda transportasi umum massal lainnya, seperti KRL Jabodetabek. “Rerouting seluruh jenis angkutan umum jalan raya harus dilakukan dan mengacu pada keberadaan jalur busway yang ada,” kata dia. (saksono)
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…
Jurus Jitu Selamatkan UMKM Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…
Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…
Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…