Penghapusan Kuota Impor Diklaim Mampu Lindungi Produsen dalam Negeri

 

NERACA

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan pentingnya menghapus sistem kuota impor, khususnya untuk komoditas yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti daging. Arahan ini disampaikannya dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Jakarta, Selasa (8/4) lalu, dengan penekanan bahwa impor harus dilakukan secara adil dan terbuka, tanpa monopoli perusahaan tertentu.

Menanggapi hal ini, pengamat pertanian Khudori menyatakan bahwa kebijakan Presiden tidak serta-merta membuka keran impor secara luas, tetapi justru memperlihatkan upaya perlindungan terhadap produsen dalam negeri, seperti petani, peternak, dan nelayan, tanpa mengandalkan instrumen kuota yang selama ini dianggap bermasalah.

“Pernyataan Presiden adalah perintah untuk mencari alternatif perlindungan selain kuota, karena sistem kuota tidak hanya menimbulkan ketidakadilan, tapi juga membuka celah korupsi dan kartel,” kata Khudori, seperti dikutip dalam keterangannya, akhir pekan kemarin.

Ia menegaskan bahwa harga pangan global seringkali bersifat distortif akibat subsidi atau kebijakan perdagangan negara lain. Maka, menurutnya, argumen bahwa impor dibutuhkan untuk menurunkan harga dalam negeri harus dikaji lebih hati-hati.

“Di balik wacana impor murah ada jutaan pelaku usaha domestik yang harus dilindungi. Kita tidak bisa membiarkan kehidupan mereka dikorbankan demi harga murah semu,” ujarnya.

Khudori juga mengungkapkan bahwa rezim kuota impor selama ini telah menciptakan praktik favoritisme, seperti dalam kasus bawang putih, di mana hanya kelompok tertentu yang mendapat izin impor. Praktik ini telah melahirkan banyak kasus korupsi, mulai dari impor daging hingga gula.

Menurut Khudori, penghapusan kuota bukan hanya soal liberalisasi pasar, melainkan bagian dari agenda reformasi tata niaga yang lebih transparan dan berkeadilan. Dengan sistem yang terbuka, pengawasan publik dapat lebih optimal dan intervensi pemerintah menjadi lebih tepat sasaran.

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan bahwa penghapusan kuota bertujuan untuk memangkas rantai distribusi yang panjang dan tidak efisien. Meski kuota dihapus, dipastikan bahwa tujuan utamanya tetap swasembada.

“Kalau orang dikasih kuota lalu dijual lagi berkali-kali, harga di tingkat konsumen jadi tidak terkendali. Yang bisa kita produksi di dalam negeri, harus tetap diproduksi di dalam negeri,” jelasnya.

BERITA TERKAIT

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok yang Eksesif

  NERACA Jakarta – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah, dalam situasi ekonomi yang tidak sedang baik-baik saja saat…

Kolaborasi Sektor Pendidikan dan Industri Perlu Diperkuat untuk Tingkatkan Kompetensi Pekerja

  NERACA Jakarta – Tingginya angka pengangguran berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Tingginya angka ini menjadi salah…

Kontribusi Indodax ke Pajak Mencapai Rp463,2 Miliar

  NERACA Jakarta – Perusahaan pertukaran aset kripto nasional Indodax mencatat kontribusi terhadap penerimaan pajak negara sebesar Rp463,2 miliar selama…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemerintah Diminta Kaji Ulang Kebijakan Cukai Rokok yang Eksesif

  NERACA Jakarta – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) meminta pemerintah, dalam situasi ekonomi yang tidak sedang baik-baik saja saat…

Kolaborasi Sektor Pendidikan dan Industri Perlu Diperkuat untuk Tingkatkan Kompetensi Pekerja

  NERACA Jakarta – Tingginya angka pengangguran berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Tingginya angka ini menjadi salah…

Kontribusi Indodax ke Pajak Mencapai Rp463,2 Miliar

  NERACA Jakarta – Perusahaan pertukaran aset kripto nasional Indodax mencatat kontribusi terhadap penerimaan pajak negara sebesar Rp463,2 miliar selama…