Komersialiasi Energi Panas Bumi - Mengubah Paradigma Baru Menuju Energi Hijau Lebih Efektif

Menjadi negara dengan potensi sumber energi baru terbarukan yang cukup berlimpah, seperti cadangan gas, energi nabati, energi panas bumi atau geothermal hingga energi berbasis alam, sebagai energi alternatif yang rendah karbon dan ramah lingkungan menjadi pasar yang cukup menjanjikan. Apalagi, pelaku bisnis saat ini sudah melek akan pentingnya penerapan energi hijau dan ramah lingkungan untuk bisnis berkelanjutan. Oleh karena itu transisi energi yang digaungkan pemerintah untuk mewujudkan ketahanan energi yang ramah lingkungan dan menekan emisi karbon menjadi agenda penting dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT).

Pada 2025 mendatang, bauran energi baru terbarukan ditargetkan bisa mencapai 23% dan Indonesia pun memiliki target mencapai netral karbon pada 2060. Apalagi, presiden terpilih Prabowo Subianto menegaskan fokus pada dua sektor yaitu minyak dan gas bumi (migas) dan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mewujudkan swasembada energi.

Berangkat dari hal tersebut, PT Pertamina sebagai garda terdepan dalam mewujudkan swasembada energi siap mendukung program pemerintah. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan, Pertamina sebagai BUMN mendukung program pemerintah untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan energi. Beberapa upaya sudah dan terus dilakukan antara lain peningkatan produksi migas di mana tren produksi Pertamina selama 10 tahun terakhir naik 8%."Kemudian optimalisasi bioenergi melalui biofuels, SAF, dll. Juga pengembangan energi baru terbarukan seperti panas bumi," ujarnya.

Ya, salah satu pemanfaatan energi baru terbarukan dengan memaksimalkan energi panas bumi. Terlebih potensi sumber energi yang terkandung dalam perut bumi Indonesia mencapai 23.965,5 Mega Watt (MW) atau terbesar kedua di dunia. Semetara potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 9,8% dengan kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 2.342,63 MW dari 16 Wilayah Kerja.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengatakan, panas bumi merupakan solusi terbaik bagi Indonesia dalam perjalanan menuju energi bersih. Karakteristik panas bumi yang mampu menjadi sumber energi baseload menjadi alasan kuat mengapa Indonesia perlu mengoptimalkan potensi ini melalui kolaborasi yang kuat antar seluruh pemangku kepentingan. Selain itu, di era transisi energi, potensi panas bumi merupakan salah satu sumber energi yang dilirik investor global.

Dengan potensi luar biasa ini, PT Pertamina (Persero) siap menunjukkan proyek-proyek Geothermal yang saat ini dioperasikan anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energi. Sebagai BUMN di sektor energi, lanjut Fadjar, Pertamina berperan strategis dalam pengelolaan energi panas bumi dengan mengoperasikan 15 Wilayah Kerja (WK) di Indonesia, masing-masing 13 WK dikelola sendiri (own operation) dan 2 WK dikelola bersama mitra (joint operation contract). 

Pertamina akan terus mengembangkan energi panas bumi untuk menghasilkan listrik dari sumber energi terbarukan. Mengingat infrastruktur hijau ini sangat diperlukan untuk menjamin keberlanjutan energi di masa depan. Saat ini, proyek panas bumi ini telah mampu memproduksi geothermal setara listrik sebesar 4.524 Giga Watt per hour (GWh).

Hal senada juga disampaikan Direktur Utama PGE, Julfi Hadi, panas bumi memiliki karakteristik sebagai energi hijau pemikul beban (base load) yang mampu menyediakan pasokan listrik yang stabil sehingga paling sesuai untuk menggantikan energi fosil."Panas bumi adalah kunci transisi energi nasional untuk mencapai target nol emisi (net zero) pada 2060 karena hanya panas bumi yang mampu memainkan peran sebagai base load hijau. Bila pengembangan panas bumi bisa dipercepat, Indonesia berpotensi menjadi raksasa energi hijau dunia. PGE memiliki visi untuk memosisikan Indonesia sebagai kekuatan besar energi terbarukan dengan memanfaatkan potensi panas bumi yang kami miliki,"ungkapnya.

Sebagai pionir dengan pengalaman lebih dari 40 tahun dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia, PGE memiliki peran sentral sebagai main engine dalam mempercepat pengembangan panas bumi di Tanah Air yang dapat memberi dampak besar kepada perekonomian nasional. Percepatan pengembangan energi panas bumi, sesuai peta jalan energi baru dan terbarukan nasional yang menargetkan kapasitas 10,5 GW pada 2035 dari kapasitas 2,6 GW saat ini, bisa menarik investasi US$ 17-18 miliar dengan kontribusi sampai US$ 22 miliar ke PDB dan menjadi daya ungkit dalam penciptaan sampai 1 juta lapangan kerja.

 

Hilirisasi Menarik Investasi

Kata Jufli, dampak penting percepatan pengembangan energi panas bumi adalah hilirisasinya dengan menarik investasi manufaktur pembangkit listrik panas bumi dan membuat Indonesia menjadi center of excellence panas bumi. “Ditambah produk turunan panas bumi seperti hidrogen hijau, amonia hijau, dan silika hijau, percepatan pengembangan energi panas bumi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,”ujarnya.

Maka dengan skala usaha dan kapasitas yang dimiliki, PGE siap mendorong pemanfaatan sumber daya ini secara lebih masif, berkontribusi signifikan terhadap target Net Zero Emission pada 2060 dan kemandirian energi nasional. Selanjutnya, dalam upayanya mempercepat pengembangan energi panas bumi, PGE telah menerapkan paradigma baru pengembangan panas bumi dengan pendekatan yang lebih efisien dan inovatif. Strategi ini mencakup pengembangan skala besar di atas 50 MW, adopsi teknologi baru seperti Electrical Submersible Pumps (ESP) dan sumur multilateral, serta kolaborasi lintas sektor untuk mengurangi biaya dan risiko.

Selain listrik, PGE juga tengah mengeksplorasi potensi bisnis di luar kelistrikan (off-grid), seperti pengembangan produk sampingan dari energi panas bumi, termasuk hidrogen hijau, silika, dan kredit karbon. PGE juga berkomitmen untuk meningkatkan manufaktur lokal komponen penting pembangkit listrik panas bumi, seperti heat exchanger, sehingga dapat menekan biaya produksi dan meningkatkan kapasitas domestik yang menjadi hal penting bagi Indonesia untuk memasuki rantai suplai global.

PGE turut menekankan pentingnya dukungan insentif fiskal dan non-fiskal dari pemerintah untuk menarik investasi, serta mempercepat waktu antara eksplorasi hingga operasi komersial menjadi kurang dari lima tahun. Dengan paradigma ini, PGE berupaya mendorong “boom” dalam pengembangan panas bumi dan memperkuat peran Indonesia sebagai pemimpin energi hijau.

Menurut Julfi, perubahan paradigma dalam pengembangan energi panas bumi menjadi penting, karena dengan tarif listrik panas bumi saat ini, perlu ada pendekatan yang lebih optimal untuk meningkatkan profitabilitas pengembang (independent power producers/IPP). Paradigma baru yang ditawarkan PGE mengedepankan tiga strategi utama untuk mencapai hal ini.

Pertama, strategi pembaruan model bisnis melalui pengembangan bertahap di wilayah kerja panas bumi untuk meningkatkan peluang keberhasilan dan optimalisasi biaya, mengingat pengembangan langsung dalam skala besar biasanya sering menimbulkan pembengkakan biaya. Kedua, strategi menurunkan biaya ongkos pengembangan per unit (USD per MW) melalui penggunaan teknologi baru dan menaikkan volume operasi melalui kolaborasi antar-pengembang panas bumi untuk membangun pasar dan konsolidasi permintaan.

Ketiga, strategi diversifikasi melalui pengembangan bisnis terkait dan manufaktur lokal. Pengembang panas bumi perlu ekspansi bisnis non-kelistrikan (off-grid) seperti hidrogen hijau dan amonia hijau dan mempromosikan pengembangan teknologi dan manufaktur lokal untuk komponen utama pembangkit listrik panas bumi di dalam negeri.

Selain itu, penting untuk mempertimbangkan insentif lainnya seperti akses ke pinjaman lunak (concessional loan) dan penjualan kredit karbon internasional. Hal ini juga memerlukan dukungan pemerintah untuk memberikan insentif tambahan, terutama dukungan untuk peningkatan kandungan lokal dan infrastruktur.“Pengembang panas bumi perlu meninggalkan paradigma dan model bisnis lama yang masih memakai pendekatan business as usual dan membatasi kolaborasi yang menyebabkan tingkat pengembalian (internal rate of return) marginal. Kita perlu berkembang dan berkolaborasi bersama untuk menjadikan panas bumi bisa memainkan peran penting dalam transisi energi nasional,”tandasnya.

Kata direktur Manajemen Risiko Pertamina NRE, Iin Febrian, tantangan utama dalam pengembangan energi hijau adalah komersialisasi, termasuk mendapatkan sumber pendanaan yang menarik, serta pembangunan kapasitas dan kapabilitas termasuk teknologinya mengingat ini adalah bisnis yang relatif baru. Karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi. “Tantangan ini akan kami hadapi bersama dengan satu kata yaitu kolaborasi. Kolaborasi inilah kunci keberhasilan kita untuk mengembangkan green energy, mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8% di tahun-tahun yang akan datang.” ujar Iin.

PGE sendiri tidak hanya berinovasi melalui strategi dan paradigma baru, tetapi juga telah membuktikan implementasi konkret dari gagasan-gagasan tersebut. PGE tengah menjalankan proyek-proyek besar seperti Lumut Balai Unit 2, Lahendong Unit 7 & 8, dan Hululais Unit 1 & 2, yang merupakan bagian dari target peningkatan kapasitas terpasang menjadi 1 GW dalam 2-3 tahun ke depan​.

 

 

BERITA TERKAIT

Modernland Balikkan Rugi Jadi Laba Rp761,3 Miliar

Emiten properti, PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) membukukan laba bersih konsolidasian di kuartal pertama 2025 sebesar Rp761,3 miliar, berbalik arah…

Indosat Cetak Laba Bersih Rp1,31 Triliun

NERACA Jakarta -Kuartal pertama 2025, PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,31 triliun atau meningkat 1,26%…

Fokus Bisnis Inti Konstruksi - PTPP Tengah Siapkan Divestasi Anak Usaha

NERACA Jakarta – Dalam rangka menjaga kesehatan keuangan, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) tengah fokus pada bisnis inti dan akan…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Modernland Balikkan Rugi Jadi Laba Rp761,3 Miliar

Emiten properti, PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) membukukan laba bersih konsolidasian di kuartal pertama 2025 sebesar Rp761,3 miliar, berbalik arah…

Indosat Cetak Laba Bersih Rp1,31 Triliun

NERACA Jakarta -Kuartal pertama 2025, PT Indosat Tbk. (ISAT) atau Indosat Ooredoo Hutchison mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,31 triliun atau meningkat 1,26%…

Fokus Bisnis Inti Konstruksi - PTPP Tengah Siapkan Divestasi Anak Usaha

NERACA Jakarta – Dalam rangka menjaga kesehatan keuangan, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) tengah fokus pada bisnis inti dan akan…

Berita Terpopuler