Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia memasuki masa bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020-2030, yang ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Dengan kata lain, jumlah penduduk usia produktif yang besar tersebut berarti tersedianya sumber tenaga kerja, pelaku usaha, dan konsumen potensial yang berperan dalam dalam percepatan pembangunan.
Untuk itu, tentu diperlukan tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil. Salah satunya melalui pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi merupakan program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga yang dapat menerapkan keahlian dan ketrampilan di bidangnya, siap kerja dan mampu bersaing secara global.
Pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, pendidikan vokasi masih menghadapi berbagai tantangan, di antaranya kurikulum yang kurang relevan dengan perkembangan industri, serta minimnya kolaborasi dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Selain itu, keterbatasan fasilitas dan tenaga pengajar yang kompeten hingga pandangan negatif bahwa pendidikan vokasi hanya untuk siswa yang kurang berprestasi di jalur akademik yang membuat SMK menjadi pilihan kedua.
Data BPS pada 2013 juga menunjukkan bahwa lulusan SMK masih menduduki tingkat pengangguran terbuka yang tertinggi dibandingkan dengan lulusan jenjang pendidikan lainnya dengan persentase 9,88 persen. Rendahnya penyerapan lulusan SMK di dunia kerja tersebut mengindikasikan bahwa lulusan SMK belum memenuhi harapan dunia kerja.
Berangkat dari kondisi tersebut, pemerintah melihat bahwa peningkatan kualitas tenaga kerja melalui pendidikan vokasi adalah salah satu kunci untuk memperkuat daya saing Indonesia di era global. Oleh karena itu, pemerintah mulai memperkenalkan kebijakan-kebijakan yang mendukung perbaikan kualitas pendidikan vokasi.
Pemerintah Indonesia pada 2016 telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Inpres tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia Indonesia. Inpres itu menginstruksikan kepada Kemendikbud untuk melakukan perombakan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi, serta melakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven.
Inpres itu menginstruksikan pula agar revitalisasi SMK dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan 11 kementerian, gubernur, dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk mengambil langkah dalam melakukan revitalisasi SMK guna meningkatkan kualitas dan daya saing SDM Indonesia.
Sejumlah upaya dilakukan untuk revitalisasi SMK yakni perbaikan kurikulum SMK agar sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia usaha dan industri, peningkatan kapasitas guru SMK melalui pelatihan berbasis industri, penguatan kerja sama antara SMK dan dunia usaha/industri, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Revitalisasi juga dengan pengembangan pendidikan berbasis kompetensi yang diakui oleh industri, seperti sertifikasi profesi, maupun pemutakhiran program kerja sama industri, pengelolaan dan penataan lembaga, serta peningkatan akses sertifikasi kompetensi.
Pada 2017, sebanyak 125 SMK telah ditunjuk dengan bidang keahlian sesuai dengan prioritas pembangunan nasional, yaitu kemaritiman, pariwisata, pertanian (ketahanan pangan), seni dan industri kreatif, serta 94 SMK bidang keahlian lainnya yang juga mendukung program prioritas pembangunan nasional. Keempat sektor unggulan tersebut dapat menyerap sejumlah besar tenaga kerja.
Revitalisasi pendidikan kejuruan tersebut tampaknya membuahkan hasil. Jumlah lulusan SMK yang bekerja mengalami tren kenaikan, yang mana pada Februari 2016 tercatat sebanyak 12,37 juta, kemudian meningkat menjadi 13,53 juta pada 2017, dan terus mengalami peningkatan menjadi sebanyak 14,54 juta orang pada 2018.
Sementara itu, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari lulusan SMK juga mengalami penurunan pada Februari 2016 sebesar 9,84 persen dan pada tahun 2017 sebesar 9,27 persen serta pada 2018 sebesar 8,92 persen.
Periode kedua
Memasuki periode kedua kepemimpinan Jokowi, pendidikan vokasi mendapatkan porsi tersendiri dengan dibentuknya Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi yang tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika sebelumnya, urusan pendidikan vokasi untuk jenjang menengah atau SMK di bawah Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud jenjang pendidikan tinggi di bawah Ditjen Pendidikan Tinggi, serta kursus dan pelatihan di bawah naungan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, maka melalui Perpres tersebut, pendidikan vokasi mulai dari jenjang menengah, pendidikan tinggi hingga kursus dan pelatihan berada di bawah ruang lingkup Ditjen Pendidikan Vokasi.
Pada 2022, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi merupakan upaya pembenahan pendidikan vokasi yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan, terintegrasi, dan terkoordinasi.
Upaya yang dilakukan di antaranya dengan meningkatkan keunggulan spesifik lembaga pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi; peningkatan akses, mutu, dan relevansi penyelenggaraan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi; serta peningkatan partisipasi dunia kerja.
Hingga medio 2024, tiga fokus transformasi pendidikan vokasi meliputi sekolah menengah kejuruan (SMK), perguruan tinggi vokasi (PTV), serta lembaga kursus dan pelatihan (LKP) mulai menampakkan hasil.
Dalam kurun waktu 2020-2024, sebanyak 50 persen dari siswa SMK telah mendapatkan pembelajaran unggul dan relevan melalui kerja sama erat dengan 975 industri, 680 SMK melaksanakan program SMK Produk Kreatif dan Kewirausahaan, 11.496 SMK telah mengembangkan teaching factory (Tefa), dan 391 SMKN menjadi SMK berstatus badan layanan umum daerah (BLUD).
Berikutnya pada jenjang perguruan tinggi, tercatat sebanyak 725 mitra industri telah berkontribusi dengan total dana sebesar 279,12 miliar dalam program matching fund yang mendorong industri untuk terlibat aktif dalam perkembangan penelitian PTV.
Selanjutnya, melalui skema Competitive Fund (CF) yang berhasil membantu 386 program studi (prodi) dalam meningkatkan kompetensi SDM dan kapasitas kelembagaan. Lebih dari 850.000 mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar di luar kampus melalui kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Sebanyak 28.269 mahasiswa mengikuti program Sertifikasi Kompetensi, 1.229 prodi menerapkan kurikulum link and match, sebanyak 54 persen mata kuliah menerapkan metode pembelajaran berbasis projek atau project based learning (PBL), 502 rekognisi internasional hasil penelitian dosen dan mahasiswa, serta 537 prodi melaksanakan hilirisasi hasil penelitian dan pengabdian ke masyarakat dan dunia kerja.
Pemerintah tengah menghitung anggaran untuk bisa memberikan tambahan gaji Rp 2 juta per bulan untuk para guru. Hal itu diungkapkan…
Data Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), saat ini masih ada 1,3 juta siswa dari 25 persen kelompok termiskin tidak bersekolah…
Ujian Nasional (UN) merupakan peran penting dalam sistem pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun sebagai syarat untuk kelulusan. Ujian itu…
Pemerintah tengah menghitung anggaran untuk bisa memberikan tambahan gaji Rp 2 juta per bulan untuk para guru. Hal itu diungkapkan…
Data Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik), saat ini masih ada 1,3 juta siswa dari 25 persen kelompok termiskin tidak bersekolah…
Ujian Nasional (UN) merupakan peran penting dalam sistem pendidikan di Indonesia selama bertahun-tahun sebagai syarat untuk kelulusan. Ujian itu…