Oleh: Nur Khikmah, Penyuluh Pajak di KPP Pratama Pondok Gede
Apakah pernah Anda terlambat menyampaikan laporan Pajak? Dalam Undang_Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 243/PMK.03/2014 telah diatur mengenai tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak serta batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), yakni:
- SPT Masa Masa PPN dan PPnBM dan pembayaran pajak terutang , akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Contoh SPT PPN Masa Pajak Januari 2024, batas akhir pembayaran dan pelaporan adalah 28 Februari 2024.
- SPT Masa PPh Unifikasi, pelaporan paling lama 20 hari dan pembayaran paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Contoh Januari 2024, pembayaran paling lambat 10 Februari dan pelaporan 20 Februari 2024.
- SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP) dan pembayaran PPh terutang paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun Pajak (tanggal 31 Maret tahun berikutnya). Contoh SPT Tahun Pajak 2023, paling lambat 31 Maret 2024.
- SPT Tahunan PPh Badan dan pembayaran PPh terutang paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak (tanggal 30 April tahun berikutnya). Contoh SPT Tahun Pajak 2023, paling lambat 30 April 2024.
Apabila Wajib Pajak (WP) menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender (Januari sampai dengan Desember), penyebutan Tahun Pajak menggunakan tahun yang di dalamnya termasuk 6 bulan pertama atau lebih.
Contoh tahun buku 1 Juli 2023 sampai dengan 30 Juni 2024 adalah Tahun Pajak 2023. Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh dan pembayaran pajak yang terutang paling lambat 31 Oktober 2024.
- Jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh OP/Badan dapat diperpanjang paling lama 2 bulan dengan cara WP menyampaikan pemberitahuan perpanjangan. Contoh tahun 2023, dapat diajukan perpanjangan oleh WP Badan menjadi paling lambat 30 Juni 2024.
Apabila WP melakukan pembayaran atau penyetoran serta pelaporan SPT setelah tanggal jatuh tempo atau tidak melakukan pembayaran dan/atau tidak menyampaikan pelaporan SPT yang menjadi kewajibannya, maka terhadap WP dikenakan sanksi administrasi.
Jenis Sanksi
Pertama, sanksi denda karena tidak atau terlambat menyampaikan pelaporan SPT. Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00 untuk SPT Masa lainnya dan SPT Tahunan PPh WP OP, serta Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP Badan.
Kedua, sanksi bunga karena terlambat melakukan pembayaran atau penyetoran pajak. Sebesar 2% yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
Berdasarkan UU Cipta Kerja, tarif bunga yang semula 2% diubah menjadi tarif bunga per bulan berdasarkan suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dimana setiap bulan tarifnya tidak sama.
Untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda, Direktur Jenderal Pajak (DJP) yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftarnya menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Selama STP belum diterbitkan, Wajib Pajak tidak membayar sanksi.
Ketiga, sanksi berupa kenaikan pajak sehubungan dengan tindakan pemeriksaan atau pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT. Sanksi kenaikan tersebut, dituangkan dalam SKP dan ditambahkan dengan pokok pajak terutang yang menjadi dasar penghitungan sanksi.
Jadi apabila Wajib Pajak mendapat SKP atau STP dari KPP, artinya ada pelaksanaan kewajiban perpajakan yang tidak sesuai ketentuan. Wajib Pajak dapat mendatangi KPP/unit kerja penerbit STP/SKP untuk meminta informasi lebih rinci.
Keempat, sanksi pidana apabila terhadap WP dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Proses Permohonan
Permohonan untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak (WP) paling banyak 2 kali. Sesuai PMK Nomor 8/PMK.03/2013, permohonan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi menjadi kurang dari 24 (dua puluh empat) bulan dapat dilakukan apabila :
- karena kesalahan DJP selain yang tercakup dalam kesalahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP;
- karena keadaan yang disebabkan oleh pihak ketiga dan bukan karena kesalahan WP;
- terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya; atau
- mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya.
Terhadap permohonan yang memenuhi ketentuan, dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permohonan diterima, DJP harus menerbitkan Surat Keputusan yang berisi keputusan berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian atau menolak permohonan WP.
Apabila ditolak, dapat diajukan kembali dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat keputusan DJP atas permohonan yang pertama dikirim. Apabila ditolak lagi maka sanksi dalam SKP/STP harus dibayar dan akan dilakukan penagihan sesuai ketentuan.
Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…
Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…
Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…
Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…
Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…
Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…