Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pancasila bukan sekedar dasar negara dan simbol semata tapi juga menjadi panutan dari kehidupan di republik ini, Terkait ini, Surat Edaran Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) No 2 tahun 2024 tentang Pedoman Peringatan Hari Lahir Pancasila 2024 menetapkan tema peringatannya yaitu: "Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045". Jadi, menuju Indonesia Emas 2045 setidaknya harus bisa meneladani nilai-nilai luhur Pancasila, bukan justru sebaliknya mengebiri esensi – nilai luhur Pancasila, termasuk melalui praktek KKN dan membangun dinasti politik.
Peringatan Hari Lahir Pancasila (Harlah Pancasila) setiap 1 Juni seharusnya tidak hanya sekedar simbolis menghormati Pancasila sebagai dasar negara tetapi yang lebih penting yaitu bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa terserap dan melekat serta diimplementasikan dalam ritme kehidupan keseharian. Jika ditelusuri sejatinya kehadiran Pancasila mampu memberikan arah dan perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Terkait ini eksistensi Pancasila juga telah diakui pasca peristiwa G30S PKI tahun 1965 silam yang kemudian menjadikan Pancasila bukan sekedar dasar negara semata tapi juga kesaktian Pancasila menjadi darah daging dalam semua sendi kehidupan di republik ini.
Ironisnya, praktik keseharian justru esensi dari nilai-nilai Pancasila semakin jauh dalam realisasinya. Betapa tidak, keperilakuan para pejabat, bukan hanya di pusat tapi juga di daerah justru semakin mengebiri nilai-nilai Pancasila. Setidaknya, hal ini terlihat dalam bentuk semakin maraknya praktek KKN. Padahal, republik ini pernah sukses menolak eksistensi KKN di era reformasi pada 1998 silam.
Ironisnya pasca reformasi ternyata di era now dengan dukungan globalisasi dan digitalisasi ternyata praktik KKN semakin subur saja. Bahkan dinasti politik dan politik dinasti seolah kian dipertontonkan dengan vulgar dan tanpa malu-malu lagi. Sejumlah kepala daerah dan pejabat di pusat dan juga di daerah tanpa ada rasa malu dan semakin culas membangun dinasti politik dan politik dinasti seolah republik ini hanya dimiliki dan dinikmati segelintir penguasa dan pejabat
Fakta kepongahan dalam praktik kehidupan ber-Pancasila semakin nyata ketika pilpres kemarin sehingga beralasan jika kemudian ada yang menegaskan bahwa pilpres seolah berlangsung sangat tidak demokratis. Ragam praktik kecurangan dilakukan secara jelas dan mengarah ke praktik terstruktur, sistematis dan masif (TSM) meski putusan MK di sengketa pilpres tidak mampu membuktikannya. Padahal, pesta demokrasi seharusnya dapat merepresentasikan nilai-nilai Pancasila dari kelima silanya secara komprehensif, baik yang berketuhanan sampai berkeadilan sosial. Ironisnya, semua sila dikebiri untuk sekedar memuaskan nafsu kekuasaan. Konsekuensi dari pesta demokrasi itu muncul 2 kubu yaitu koalisi dan oposisi.
Fakta lain dibalik semakin mirisnya praktik nilai-nilai Pancasila adalah semakin subur praktik korupsi yang terjadi. Ironisnya, korupsi itu tidak hanya terjadi di pusat tapi juga di daerah dan pelakunya bukan hanya individual tapi juga berjamaah. Jadi, seolah tidak ada celah satunya yang bisa lolos dari jerat praktek korupsi sebagai bagian dari praktik KKN yang berusaha diredam sejak era reformasi.
Bahkan, di era Otda yang harapannya mampu memacu kinerja ekonomi di daerah tetapi justru yang terjadi semakin menjamur dinasti politik dan politik dinasti di daerah. Seolah-olah daerah hanya dikuasai dan dimiliki segelintir pejabat, petinggi dan penguasa di daerah. Hal ini semakin mengaburkan nilai-nilai dari Pancasila yang sudah teruji kesaktiannya sejak peristiwa 1965 silam.
Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…
Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…
Oleh: Ratna Dwi Putranti, Peneliti di Urban Catalyst Management Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…
Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…
Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…
Oleh: Ratna Dwi Putranti, Peneliti di Urban Catalyst Management Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…