Aspek Pajak Rumah Sakit

 

Oleh : Hartono, Penyuluh KPP Perusahaan Masuk Bursa *)

Rumah Sakit merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan padat karya dan padat modal dengan organisasi yang unik dan kompleks. Kegiatan utamanya melibatkan banyak profesi dan sector bisnis untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna berupa rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat

Jasa rumah sakit mengandung  pro-kontra antara institusi social dan usaha bisnis. Tanggung jawab sosial melekat pada pasien, sehingga siap tidak menikmati laba atau bahkan menanggung kerugian. Pada sisi lain, rumah sakit sebagai salah satu jenis industri jasa kesehatan dan harus patuh kepada kaidah-kaidah bisnis.

Pemilik rumah sakit antara lain pemerintah pusat atau daerah dan swasta. Rumah sakit swasta umumnya dimiliki oleh organisasi keagamaan, yayasan nirlaba  atau perseroan terbatas (PT).

Pajak Penghasilan (PPh).

Rumah sakit swasta atau non pemerintah merupakan subyek pajak badan (pasal 2 (1) huruf b UU PPh). Sedangkan rumah sakit pemerintah baik pusat maupun daerah tidak termasuk sebagai subjek pajak.

Sebagai  subjek pajak, rumah sakit swasta memiliki kewajiban pajak subjektif yaitu PPh badan. Pemilik rumah sakit harus menghitung, menyetor sendiri (PPh 25/29) atau dipungut/dipotong pihak lain dan melapor SPT PPh Badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah tahun pajak/takwin berakhir.

Rumah sakit swasta maupun pemerintah merupakan pemotong PPh 21/26, 22, 23/26, dan 4(2). PPh pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain baik pegawai maupun bukan pegawai. Sedangkan PPh pasal 23 terkait modal, jasa, sewa, royalty, hadiah atau penghargaan dan penghasilan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Setoran PPh 21 dan 23 paling telat tanggal 10 bulan berikutnya.

PPh 22 (impor) dipungut oleh  Bea dan Cukai apabila melakukan impor barang. Khusus rumah sakit pemerintah, atas pembayaran transaksi belanja barang bendaharawan wajib memotong PPh 22 dan menyetor paling lambat hari berikutnya. Batas waktu akhir pelaporan SPT Masa PPh 22 tanggal 14 bulan berikutnya.

Pembayaran kepada warga negara asing (WNA) atau badan usaha asing harus dipotong PPh Pasal 26 dan harus disetor paling akhir tanggal 10 bulan berikutnya.

Transaksi tertentu seperti jasa konstruksi, sewa tanah dan bangunan, honor kegiatan yang diterima ASN dan pengalihan hak atas tanah dan bangunan harus dipotong PPh pasal 4 ayat (2) final dan disetor paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Laporan SPT PPh Masa paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Pelaporan PPh pasal 22, 23/26 dan 4(2) menggunakan SPT Masa Unifikasi (Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2021).  Sedangkan PPh 21/26 menggunakan aplikasi  e-SPT PPh 21 (Perdirjen Pajak No. PER-14/PJ/2013. Aplikasi dapat diperoleh di www.pajak.go.id.

Aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pemerintah menghapus Pasal 4A (3) huruf a dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) sehingga jasa pelayanan kesehatan medis yang merupakan kegiatan utama rumah sakit menjadi jasa kena pajak (JKP) atau objek PPN. Namun menambah aturan baru (Pasal 16B (1A) huruf j angka 2) dan memasukan jasa tersebut dalam kreteria pajak terhutang tidak dipungut.

Artinya, jasa tersebut dikenakan PPN tarif 0%. Oleh karena itu atas Pajak Masukan (PM) yang dibayar saat perolehan BKP/JKP yang terkait jasa pelayanan kesehatan medis dapat dikreditkan (16B (2)). Sehingga dapat mengurangi beban atau biaya bagi rumah sakit.

Hal ini mengharuskan rumah sakit swasta wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Selanjutnya membuat faktur pajak, menyetor PPN dalam hal terdapat kurang bayar dan lapor SPT Masa PPN. Laporan menggunakan aplikasi e-faktur secara on line paling lambat akhir bulan  berikutnya (PER - 29/PJ/2015).

Jasa pelayanan kesehatan medis meliputi : jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi, jasa dokter hewan,  jasa ahli kesehatan seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, ahli fisioterapi, jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat, jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium, jasa psikolog dan psikiater, jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal, dan jasa kesehatan yang ditanggung oleh jaminan kesehatan nasional.

Selain itu, umumnya rumah sakit memiliki instalasi farmasi/apotik yang menyerahkan obat-obatan kepada pasien dan masyarakat umum. Obat-obatan merupakan barang kena pajak dan terhutang PPN.

Penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat inap dan gawat darurat tidak dikenakan PPN karena termasuk jasa pelayanan rumah sakit. Sementara, penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan dan masyarakat umum harus dipungut PPN sebesar 2% dari jumlah seluruh nilai penyerahan (SE Dirjen Pajak Nomor 06/PJ.52/2000).  Oleh karena instalasi farmasi/apotik bertindak sebagai pedagang eceran.

Rumah sakit pemerintah merupakan bendahara pemerintah dan pemungut PPN atas transaksi belanja barang dan jasa pemerintah (Pasal 16A UU PPN). PPN yang dipungut harus disetor paling lama 7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada rekanan. Selanjutnya lapor SPT Masa PPN 1107 Put dengan aplikasi e-SPT PPN 1107 PUT versi 2022 yang berbasis online selamat-lambatnya tanggal 14 bulan  berikutnya (PER-14/PJ/2022). Dalam hal tidak terdapat pungutan PPN tidak perlu lapor.

Aspek Pajak Lain

Selain pajak pusat, rumah sakit juga memiliki kewajiban pajak daerah dan retribusi daerah. Ini terkait kepemilikan Harta seperti tanah dan bangunan, kendaraan, sarana prasarana dan perijinan. Pajak daerah dan retribusi daerah serta pajak lain tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dan pengurang penghasilan sehingga mengurangi PPh badan terhutang.

Pajak daerah provinsi antara lain, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Sedangkan pajak daerah kabupaten atau kota, seperti : Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB).

Pembuatan kuitansi pembayaran oleh rumah sakit yang nilainya lebih dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) terhutang Bea Meterai sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). Bea meteri ini juga terhutang atas dokumen yang menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata atau dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Sebelum ditanda tangani dokumen tersebut harus dibubuhi meterai.

Pemerintah menggunakan pajak sebagai instrument dalam mengatur atau melaksanakan kebijakan negara di sektor ekonomi dan sosial. Hal ini untuk memberikan proteksi terhadap masyarakat miskin, menghambat laju inflasi, mendorong ekspor, dan menarik serta mengatur investasi modal untuk perekonomian produktif. *) Tulisan ini merupakan pendapat  pribadi

BERITA TERKAIT

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…

BERITA LAINNYA DI Opini

Alarm Refleksi Indeks Integritas Pendidikan

  Oleh: Johana Lanjar W, Penyuluh Antikorupsi Utama Kemenkeu *)     Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti wajah pendidikan nasional…

Jaga Stabilitas Sosial Masyarakat, Waspada Narasi Hoaks dalam Aksi Buruh

  Oleh: Anggi Kusumawardhani, Pengamat Masalah Perburuhan Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 harus dimaknai sebagai momentum memperkuat…

Masyarakat Menerima Hasil PSU, Bentuk Kedewasaan Berpolitik

    Oleh: Ratna Dwi Putranti,  Peneliti di Urban Catalyst Management     Dalam perjalanan demokrasi Indonesia, Pemungutan Suara Ulang…