NERACA
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjamin kerupuk ikan Bintan Provinsi Kepulauan Riau telah memenuhi standar mutu dan keamanan pangan. Kerupuk ikan Bintan berdasarkan hasil uji laboratorium telah memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia) Kerupuk Ikan.
"Kerupuk ikan di Bintan kandungan ikannya sudah mencapai 50%. Komposisi ini telah mendukung peningkatan konsumsi protein dari ikan," ujar Dirjen Penguatan Saya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDS), Budi Sulistiyo.
Berdasarkan pendampingan sementara, KKP telah menerbitkan 43 Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) atau Good Manufacturing Practice (GMP) dari 70 usaha mikro kecil dan menengah UMKM yang berada di Sentra Kerupuk tersebut. Budi mengatakan sirkulasi ekonomi di tempat itu mencapai Rp70 juta/hari atau sebesar Rp2,1 miliar/bulan dan menampung 140 tenaga kerja.
"Tentu Sentra Kerupuk ini sangat positif dan menjadi kegiatan ekonomi yang mendukung pengurangan kemiskinan ekstrim," terang Budi.
Lebih lanjut Budi mengatakan, sisi positif yang juga terdapat di Sentra Kerupuk ialah penggunaan bahan baku ikan tamban atau tembang (Spratelloides gracilis) yang selama ini sebagian besar dimanfaatkan sebagai pakan ikan atau diolah menjadi ikan asin. Budi menyebut penggunaan ikan tersebut merupakan langkah peningkatan nilai tambah dari hasil tangkapan sekaligus menjadi upaya penguatan hilirisasi.
Saat ini, KKP melalui Ditjen PDS terus menjalin kerjasama dengan Kementerian Perindustrian, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau serta Dinas Perikanan Kabupaten Bintan.
"Kita dorong melalui DAK dan program lainnya secara terpadu agar Sentra Kerupuk Sungai Lekop Bintan siap menjadi sentra produksi kerupuk yang menembus pasar domestik dan ekspor," tutur Budi.
Adapun langkah strategis perluasan pasar domestik dilakukan dengan edukasi agar kerupuk menjadi cemilan anak sekolah dalam mendukung pencegahan stunting. Selain itu, KKP juga mendorong pemerintah daerah menyusun kebijakan agar para pengelola kuliner menyajikan kerupuk sebagai bagian dari paket menu di restoran-restoran di Provinsi Kepri.
Sementara KKP terus melakukan pembinaan diversifikasi kemasan, pembinaan teknologi pengolahan, membuka akses permodalan, serta promosi dan perluasan pasar baik dalam maupun luar negeri.
"Kami akan melakukan percepatan penerbitan SKP sebagai bukti penerapan GMP dan SSOP di UPI Sentra Kerupuk Sungai Lekop Bintan," jelas Budi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang atau jasa (PBJ) di lingkup Kementarian Kelautan dan Perikanan. Hal ini untuk mendukung peningkatan ekonomi di dalam negeri khususnya yang berbasis UMKM.
Lebih lanjut, terkait dengan keamanan pangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) aktif memfasilitasi para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di sektor pangan untuk menerapkan standar keamanan dan mutu di setiap rantai produksinya. Standar keamanan, mutu, dan gizi pangan ini perlu dijalankan oleh para pelaku IKM pangan agar produk pangan yang dihasilkan dapat dipasarkan sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan pembeli, tidak hanya untuk konsumen domestik namun juga pasar ekspor.
“Kami menggelar fasilitasi pendampingan penerapan dan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)bagi IKM pangan agar dapat membantu IKM memenuhi salah satu persyaratan ekspor, sehingga para pelaku IKM pangan akan lebih percaya diri untuk memperluas pasarnya,”kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita.
Reni menilai, masih banyak IKM pangan yang belum memenuhi persyaratan standar sanitasi produksi di seluruh kegiatan rantai produksi pangan, baik berupaGood Manufacturing Practices (GMP), Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), dan HACCP yang merupakanStandar Internasional untuk Sistem Keamanan Pangan.
“Hal ini terlihat dari bangunan dan sarana produksi yang kurang menunjang, sanitasi dan higienitas karyawan yang kurang, mesin peralatan yang kurang sesuai dengan persyaratan, pengawasan proses produksi yang kurang baik, serta spesifikasi produk akhir yang tidak konsisten,” ugkap Reni.
Reni pun mengemukakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, pemenuhan persyaratan sanitasi di seluruh kegiatan rantai pangan dilakukan dengan cara menerapkan pedoman cara yang baik.
NERACA Bengkulu – Guna menjaga ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Provinsi Bengkulu, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggelar rangkaian kegiatan misi dagang Indonesia ke Jepang pada 9—13 Juni 2025. Kegiatan misi…
NERACA Jakarta - Dalam upaya meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di wilayah pedesaan, program Apotek Desa menjadi salah…
NERACA Bengkulu – Guna menjaga ketersediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Provinsi Bengkulu, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas…
NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggelar rangkaian kegiatan misi dagang Indonesia ke Jepang pada 9—13 Juni 2025. Kegiatan misi…
NERACA Jakarta - Dalam upaya meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat, terutama di wilayah pedesaan, program Apotek Desa menjadi salah…