Oleh : Hartono, Penyuluh Ahli Madya KPP Perusahaan Masuk Bursa *)
Ada sebuah pertanyaan menarik yang masuk di layanan helpdesk KPP Perusahaan Masuk Bursa tentang bagaimana pengkreditan pajak dari perusahaan yang melakukan merger. Pembayaran pajak dengan nama dan identitas perusahaan yang melebur dan secara hukum sudah bubar, apakah dapat dikreditkan oleh perusahaan hasil merger?
Permasalahan yang timbul adalah dalam hal masih terdapat hak untuk mengkreditkan pajak dari wajib pajak badan yang bubar karena merger tersebut. Sementara, nama dan identitas secara hukum sudah tidak berlaku sedangkan hak pengkreditan berpindah kepada perusahaan hasil merger. Apabila hak tersebut masih dapat diperoleh kembali, bagaimana proses pengkreditan pajaknya?
Pengkreditan pajak merupakan proses mengklaim kembali setiap pajak yang telah dibayarkan atas suatu transaksi. Aspek pajak yang terkait pengkreditan meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Merger adalah aksi korporasi penggabungan dan peleburan saham seluruh emiten menjadi salah satu nama emiten atau nama emiten baru (surviving company). Penggunaan nama dan identitas emiten yang melebur (bubar) untuk kegiatan transaksi setelah merger secara hukum tidak berlaku.
Seluruh hak dan kewajiban serta aset dan liabilitas dari emiten yang melebur sebelum merger secara hukum beralih ke surviving company sebagai perusahaan yang menerima penggabungan. Kelangsungan perusahaan yang bergabung atau wajib pajak badan yang bubar setelah mengalihkan seluruh harta dan kewajiban menjadi berakhir karena secara hukum perusahaan bubar. Aktivitas perusahaan yang melebur atau bubar dilanjutkan oleh surviving company.
Wajib Pajak badan yang bubar harus melaporkan SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sampai dengan sebelum tanggal penggabungan berlaku, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir bagian tahun pajak. Kredit pajak yang dimiliki oleh Wajib Pajak badan yang bubar sebelum tanggal penggabungan, dapat dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak tersebut.
Untuk pelaporan SPT Masa PPN, Wajib Pajak badan yang bubar harus melaporkan seluruh transaksinya di masa (bulan) pajak terakhir sampai dengan sebelum tanggal penggabungan berlaku, paling lama pada akhir bulan berikutnya.
Pengkreditan PPh Impor
Setelah seluruh proses penyelesaian adminstrasi penggabungan usaha secara hukum selesai, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai masih dapat melakukan pemeriksaan atas kegiatan impor barang atas nama Wajib Pajak badan yang bubar.
Dalam hal masih terdapat kekurangan pembayaran nilai pabean atas Pemberitahuan Impor Barang (PIB) PPN dan PPh Pasal 22 impor, Bea dan Cukai dapat menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atas nama Wajib Pajak badan yang bubar. SPTNP harus dibayar agar barang yang diimpor dapat dikeluarkan dari pelabuhan untuk proses usaha selanjutnya.
Pembayaran PPh Pasal 22 impor atas SPTNP yang terbit setelah tanggal penggabungan atas nama Wajib Pajak badan yang bubar tetap dapat dikreditkan. Surviving company dapat mengkreditkan pembayaran PPh Pasal 22 impor dalam SPT Tahunan badannya dengan syarat wajib pajak badan yang bubar tidak atau belum mengkreditkan PPh Pasal 22 impor tersebut dalam SPT Tahunan PPh badannya.
Pengkreditan PPh Pasal 22 impor dalam SPT Tahunan PPh nama emiten baru dilakukan dengan melaporkan kredit pajak dimaksud pada Form 1771-III (Kredit Pajak Dalam Negeri) SPT Tahunan PPh Badan.
Pengkreditan PPN
PPN yang tercantum dalam SPTNP yang merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sesuai PER-16/PJ/2021. Pajak Masukan dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan.
Syarat pengkreditan yaitu Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama, atas perolehan barang modal sebelum berproduksi dan terkait berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. PPN yang dibayar atas transaksi yang bukan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, tidak bisa dikreditkan.
SPTNP merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari PIB sebagaimana sehingga PIB yang dilampiri dengan SSP dan SPTNP tersebut merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sebagaimana diatur dalam PER - 16/PJ/2021.
PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak dan merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan.
Identitas dalam pembayaran PPN yang tercantum dalam SPTNP adalah nama Wajib Pajak badan yang bubar setelah disetor ke kas negara merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh surviving company.
Pengkreditan Pajak Masukan dilaporkan dalam SPT Masa PPN 1111 surviving company pada formulir 1111 B1- Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean.
Dalam hal pelaporan pada formulir 1111 B1- Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean tidak dapat dilakukan, pengkreditan Pajak Masukan dilaporkan dalam SPT Masa PPN 1111 surviving company pada kolom “PPN disetor di muka dalam Masa pajak yang sama” pada angka romawi II huruf B Formulir 1111 (Induk) SPT Masa PPN.
Tata cara pengisian SPT Masa PPN, pertama pada kolom “Jenis Pembayaran di Muka” dipilih “PPN Lebih Pungut”. Kedua pada kolom “Nomor” diisi dengan NTPN yang tercantum dalam SSPCP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSPCP atas penyetoran kekurangan pembayaran PPN Impor yang ditagih menggunakan SPTNP. Ketiga pada kolom “Nominal” diisi dengan nilai kekurangan pembayaran PPN Impor yang tercantum dalam SPTNP. Sedangkan yang keempat, pada kolom “Tanggal Pembayaran” diisi dengan tanggal bayar yang tercantum dalam SSPCP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSPCP atas penyetoran kekurangan pembayaran PPN Impor yang ditagih menggunakan SPTNP.
Pelaporan dilakukan pada Masa Pajak pembayaran dengan mekanisme pembetulan SPT Masa PPN surviving company untuk Masa Pajak pembayaran dengan melampirkan SPTNP dan SSPCP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSPCP atas penyetoran kekurangan pembayaran PPN Impor tersebut dalam bentuk pdf.
Surviving company tidak dapat mengkreditkan bukti potong PPh dan Faktur Pajak PPN atas nama Wajib Pajak badan yang bubar. Proses pengkreditan selain pembayaran PPN Impor dan PPh 22 Impor menggunakan pelaporan SPT Masa PPN dan SPT Tahunan badan dari Wajib Pajak badan yang bubar sebelum NPWP dicabut oleh DJP. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…
Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…
Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…
Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…
Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…
Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…