Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sisa waktu menjelang lebaran ternyata harga sejumlah harga barang pokok merangkak naik, bukan hanya sandang tapi juga merata untuk semua sembako. Di satu sisi, realitas ini menjadi ancaman inflasi musiman selama ramadhan - lebaran dan di sisi lain menjadi tantangan bagi pemerintah untuk mereduksi sehingga daya beli rakyat tidak turun drastis yang berdampak sistemik terhadap konsumsi. Oleh karena itu,sejatinya ada dua ancaman inflasi musiman yaitu ramadhan - lebaran dan nataru dan karenanya ketika ini cenderung menjadi siklus tahunan seharusnya bisa diantisipasi sedari dini.
Selain itu, fluktuasi dari permintaan dan penawaran juga bisa diprediksi dengan menambah pasokan untuk dapat mengamankan ketersediaan pasokan barang di pasar. Jadi, koordinasi lintas sektoral di kasus ini menjadi penting, termasuk kinerja Tim Pemantau Inflasi Daerah (TPID) sehingga yang terjadi di daerah bisa terpantau di pusat sehingga bisa dikondisikan dengan lebih baik.
Paling tidak, ada beberapa faktor yang perlu dicermati terkait inflasi musiman ramadhan – lebaran, pertama : faktor utama dari inflasi musiman lebih dipengaruhi oleh psikologis konsumtif yang bersifat sesaat. Hal ini dapat dijelaskan dengan teoritis impulse buying. Padahal, impulse buying tidak lepas godaan peritel yang kian gencar melakukan promo di ramadhan – lebaran.
Impulse buying rentan terhadap konsumerisme. Kedua: teoritis demand - supply harus menjadi pengendalian sehingga pasokan menjadi faktor penting. Ironisnya, pasokan dipenuhi impor. Penegasan Presiden Jokowi agar harga daging sapi di kisaran Rp80.000 per kg sampai kini tidak tercapai karena masih berkisar Rp120.000 dan karenanya impor daging sapi naik (terjadi kasus suap – korupsi impor daging sapi).
Ketiga: ketika demand - supply cukup maka harus juga didukung distribusi. Ironisnya, perbaikan jalan selalu dilakukan selama ramadhan sehingga ini memicu kemacetan dan imbasnya pasokan tersendat. Rantai pasok - distribusi menjadi salah satu faktor penting ancaman harga sehingga ini rentan terhadap inflasi musiman.
Keempat: konsumerisme yang dipicu pembayaran bonus, THR dan gaji ke-13 sehingga hal ini memicu psikologis konsumtif. Kelima: daya pikat belanja luar biasa dan peritel menggelar midnight sale, pesta diskon, dan ragam paket promo untuk memacu target penjualan. Tentu tidak salah peritel menggelar itu semua karena target penjualan harus bisa ditutup dengan perolehan omzet pada momen tertentu dan salah satunya selama Ramadhan – Idul Fitri, selain Natal – Tahun Baru, apalagi dua tahun kemarin target gagal tercapai karena pandemi.
Keenam: ketidakmampuan pemerintah pusat – daerah memantau laju pergerakan harga, padahal deteksi dini dari lonjakan harga bisa terpantau dari pasokan di pasar induk tiap daerah. Artinya kesenjangan harga di pasar induk bisa menjadi acuan inflasi tiap daerah. Pantauan harga pasar induk menjadi penting mereduksi kesenjangan inflasi tiap daerah.
Ketujuh: bisa jadi persoalan klasik inflasi ramadhan-lebaran karena lemahnya koordinasi lintas kementerian dan dinas – instansi di lapangan - daerah. Hal ini bisa terlihat berbagai operasi pasar -pasar murah yang tidak bisa meredam harga sembako selama ramadhan -lebaran setiap tahun. Bahkan, Perpres No 71/2015 dibuat demi mensinergikan itu semua dan mengendalikan inflasi musiman ramadhan –lebaran meski faktanya tidak berhasil.
Kedelapan: tentunya tidak perlu mengkambinghitamkan pedagang besar dengan dalih penimbunan barang atau spekulan sebab mata rantai demand – supply dan juga distribusi adalah yang inti terkait inflasi musiman ramadhan - lebaran.
Kesembilan: faktor utama sukses pengendali inflasi musiman ramadhan - lebaran sebenarnya adalah konsumen yaitu kaum muslimin yang menjalankan puasa ramadhan karena dari mereka konsumsi terjadi. Semoga lebaran kali ini menjadi pelipur lara setelah 2 kali lebaran kemarin tidak mampu pulang kampung karena masih pandemi. Selamat mudik, salam sehat dan salam sukses.
Oleh: Farhan Farisan, Mahasiswa PTS di Bandung Swasembada pangan telah menjadi bentuk strategis nasional yang terus dihidupkan dalam setiap…
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…
Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…
Oleh: Farhan Farisan, Mahasiswa PTS di Bandung Swasembada pangan telah menjadi bentuk strategis nasional yang terus dihidupkan dalam setiap…
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…
Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…