OJK : Debt Collector Jadi Tanggungjawab Perusahaan Jasa Keuangan

 

OJK : Debt Collector Jadi Tanggungjawab Perusahaan Jasa Keuangan
NERACA
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan perilaku para penagih utang atau “debt collector” harus menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang memperkerjakan mereka.
Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi  merespons kasus “debt collector” yang memaksa mengambil kendaraan milik seorang pesohor dan membentak aparat kepolisian.
“Dalam perlindungan konsumen, tentu isu perilaku dari "debt collector", lagi-lagi perilaku market conduct, adalah merupakan tanggung jawab dari PUJK itu sendiri,” kata Friderica dalam konferensi pers daring Rapat Dewan Komisioner OJK Edisi Februari.
Menurut Friderica, OJK sudah mengatur ketentuan kegiatan penagihan kepada konsumen dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, khususnya dalam Pasal 7 dan 8. “PUJK bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang dilakukan direksi, karyawan, maupun pihak ketiga yang mewakili kepentingan PUJK,” kata Friderica merujuk pasal dalam POJK tersebut.
Dia mengatakan masyarakat juga dapat melaporkan kepada OJK terkait PUJK yang memperkerjakan para “debt collector” yang menagih utang dengan menyalahi ketentuan hukum apalagi menggunakan kekerasan. Sejalan dengan itu, masyarakat juga dapat melaporkan para “debt collector” tersebut ke kepolisian jika menerima perbuatan tidak menyenangkan seperti memaksa, merampas, dan lainnya yang menyalahi peraturan yang berlaku.
Meski demikian, Friderica mengimbau masyarakat agar tetap memenuhi kewajibannya terhadap PUJK jika sudah menyetujui kesepakatan kerja sama dalam bentuk apapun termasuk peminjaman dana. “Namun seperti kami sampaikan, OJK akan melihat secara objektif kami juga mengingatkan kepada konsumen agar tidak hanya mengerti soal haknya, tapi juga kewajibannya, karena hal ini tidak hanya berhenti satu kasus saja, karena konsumen juga memiliki catatan kreditnya, (jika tidak memenuhi kewajiban), nanti ke depan juga akan sulit,” kata dia.
Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran merasa geram pada aksi semena-mena para penagih utang (debt collector) seperti membentak dan memaki kepada anggotanya saat menjalankan tugas di Jakarta. "Darah saya mendidih, ketika lihat anggota dimaki-maki. Enggak ada lagi tempatnya, preman di Jakarta," kata Fadil dalam unggahan video Instagram pribadinya, di Jakarta, seperti dilihat di Jakarta, Rabu.
Fadil juga meminta kepada jajarannya agar mereka ditindak tegas, sehingga ke depannya, dapat dipastikan tidak ada lagi yang menggunakan kekerasan dalam pekerjaannya.
Sementara itu, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito mengimbau konsumen untuk melapor ke polisi jika penagih utang atau debt collector melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas dan melanggar hukum, termasuk memberikan ancaman. "Jika ada debt collector yang melampaui batas dan melanggar hukum, konsumen bisa melaporkan ke polisi, terlebih jika debt collector melakukan pengancaman, pencemaran nama baik, dan sebagainya," kata Sarjito.
Imbauan tersebut disampaikan Sarjito sebab beberapa waktu lalu, viral di media sosial tentang debt collector yang menarik paksa mobil milik selebgram Clara Shinta yang ternyata diam-diam digadaikan oleh mantan suaminya lalu menunggak cicilan. Meski telah dilaporkan Clara ke pihak kepolisian, oknum debt collector tersebut masih bersikap arogan dan berani membentak anggota polisi.
Sarjito menjelaskan bahwa ada tiga hal yang tak boleh dilakukan oleh debt collector saat melakukan proses penagihan, yaitu menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal. Jika hal tersebut dilakukan, menurut Sarjito, debt collector dapat dikenakan sanksi pidana, sementara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menggunakan jasa debt collector tersebut dikenakan sanksi administratif oleh OJK.

 

 

NERACA


Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan perilaku para penagih utang atau “debt collector” harus menjadi tanggung jawab dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) yang memperkerjakan mereka.

Pernyataan tersebut disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi  merespons kasus “debt collector” yang memaksa mengambil kendaraan milik seorang pesohor dan membentak aparat kepolisian.

“Dalam perlindungan konsumen, tentu isu perilaku dari "debt collector", lagi-lagi perilaku market conduct, adalah merupakan tanggung jawab dari PUJK itu sendiri,” kata Friderica dalam konferensi pers daring Rapat Dewan Komisioner OJK Edisi Februari.

Menurut Friderica, OJK sudah mengatur ketentuan kegiatan penagihan kepada konsumen dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat, khususnya dalam Pasal 7 dan 8. “PUJK bertanggung jawab terhadap kerugian konsumen yang dilakukan direksi, karyawan, maupun pihak ketiga yang mewakili kepentingan PUJK,” kata Friderica merujuk pasal dalam POJK tersebut.

Dia mengatakan masyarakat juga dapat melaporkan kepada OJK terkait PUJK yang memperkerjakan para “debt collector” yang menagih utang dengan menyalahi ketentuan hukum apalagi menggunakan kekerasan. Sejalan dengan itu, masyarakat juga dapat melaporkan para “debt collector” tersebut ke kepolisian jika menerima perbuatan tidak menyenangkan seperti memaksa, merampas, dan lainnya yang menyalahi peraturan yang berlaku.

Meski demikian, Friderica mengimbau masyarakat agar tetap memenuhi kewajibannya terhadap PUJK jika sudah menyetujui kesepakatan kerja sama dalam bentuk apapun termasuk peminjaman dana. “Namun seperti kami sampaikan, OJK akan melihat secara objektif kami juga mengingatkan kepada konsumen agar tidak hanya mengerti soal haknya, tapi juga kewajibannya, karena hal ini tidak hanya berhenti satu kasus saja, karena konsumen juga memiliki catatan kreditnya, (jika tidak memenuhi kewajiban), nanti ke depan juga akan sulit,” kata dia.

Sebelumnya, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Muhammad Fadil Imran merasa geram pada aksi semena-mena para penagih utang (debt collector) seperti membentak dan memaki kepada anggotanya saat menjalankan tugas di Jakarta. "Darah saya mendidih, ketika lihat anggota dimaki-maki. Enggak ada lagi tempatnya, preman di Jakarta," kata Fadil dalam unggahan video Instagram pribadinya, di Jakarta, seperti dilihat di Jakarta, Rabu.

Fadil juga meminta kepada jajarannya agar mereka ditindak tegas, sehingga ke depannya, dapat dipastikan tidak ada lagi yang menggunakan kekerasan dalam pekerjaannya.

Sementara itu, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito mengimbau konsumen untuk melapor ke polisi jika penagih utang atau debt collector melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas dan melanggar hukum, termasuk memberikan ancaman. "Jika ada debt collector yang melampaui batas dan melanggar hukum, konsumen bisa melaporkan ke polisi, terlebih jika debt collector melakukan pengancaman, pencemaran nama baik, dan sebagainya," kata Sarjito.

Imbauan tersebut disampaikan Sarjito sebab beberapa waktu lalu, viral di media sosial tentang debt collector yang menarik paksa mobil milik selebgram Clara Shinta yang ternyata diam-diam digadaikan oleh mantan suaminya lalu menunggak cicilan. Meski telah dilaporkan Clara ke pihak kepolisian, oknum debt collector tersebut masih bersikap arogan dan berani membentak anggota polisi.

Sarjito menjelaskan bahwa ada tiga hal yang tak boleh dilakukan oleh debt collector saat melakukan proses penagihan, yaitu menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal. Jika hal tersebut dilakukan, menurut Sarjito, debt collector dapat dikenakan sanksi pidana, sementara Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menggunakan jasa debt collector tersebut dikenakan sanksi administratif oleh OJK.

BERITA TERKAIT

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5%

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5% NERACA Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia…

Jumlah Kantor Bank Makin Menyusut

Jumlah Kantor Bank Makin Menyusut NERACA Jakarta - Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor…

Penyaluran KUR BNI Capai Rp4,6 Triliun ke 20 Ribu UMKM

BNI Salurkan KUR Rp4,6 Triliun ke 20 Ribu UMKM NERACA Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5%

Co Payment Dinilai Kurangi Harga Premi Hingga 5% NERACA Jakarta - Wakil Ketua Bidang Teknik 3 Asosiasi Asuransi Umum Indonesia…

Jumlah Kantor Bank Makin Menyusut

Jumlah Kantor Bank Makin Menyusut NERACA Jakarta - Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah kantor…

Penyaluran KUR BNI Capai Rp4,6 Triliun ke 20 Ribu UMKM

BNI Salurkan KUR Rp4,6 Triliun ke 20 Ribu UMKM NERACA Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI…