Bukan Pidana, Pakar Hukum Sebut Kasus PT IST dengan Adaro Masuk Ranah Perdata

Bukan Pidana, Pakar Hukum Sebut Kasus PT IST dengan Adaro Masuk Ranah Perdata
NERACA
Jakarta - Pakar Hukum dan Dosen Universitas Indonesia (UI) Heru Susetyo menyebut bahwa kasus yang menimpa Direktur Utama PT Intan Sarana Teknik (PT IST) Ibnu Rusyd Elwahbi yang divonis oleh Mahkamah Agung (MA) hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp15 miliar bukanlah keputusan yang tepat. Pasalnya kasus tersebut merupakan kasus perdata bukan pidana. 
"Ini ranah perdata, bukan pidana. Kalau perdata, tidak perlu ke pengadilan cukup dengan, mediasi, negosiasi, arbitrase kalau masih mentok juga baru ke pengadilan. Tapi menurut saya, ini masuknya sengketa bisnis," ungkap Heru dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (24/2). 
Heru menilai penetapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uangan (TPPU) atau money laundring juga tidak tepat. Menurutnya, pasal TPPU harus ada tindakan kejahatan lebih dahulu akan tetapi kalau tidak ada maka tidak bisa. "Makanya dalam sidang tingkat pertama di PN Jaksel, Ibnu dinyatakan bebas dan tidak terbukti sama sekali baik TPPU maupun penipuan," katanya. 
Almustasar Amir sebagai Praktisi Teknik dan Pelaku Usaha menceritakan bagaimana peranan Ibnu dalam membantu PT Adaro Indonesia menyelesaikan masalah limbah hingga meraih penghargaan. "Saya kenal dengan Ibnu sejak kuliah hingga sekarang karena memiliki usaha yang bergerak di bidang yang sama," jelasnya. 
Amir menyampaikan bahwa awalnya Ibnu diminta untuk menyelesaikan masalah limbah yang ditampung di kolam buatan. Limbah tersebut jika tidak diatasi maka akan berbahaya, terlebih jika hujan dan kolamnya meluap maka bisa dikenakan sanksi. "Makanya Ibnu diminta untuk mengatasi masalah tersebut dengan teknologi yang dikuasai oleh Ibnu. Dan itu berhasil," ungkapnya. 
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara menjelaskan duduk perkara dari awalnya Ibnu dinyatakan bebas oleh PN Jaksel akan tetapi divonis penjara dan denda oleh Mahkamah Agung (MA). 
Menurut Marwan, PT Adaro Indones ia (Adaro) telah bertindak semena-mena terhadap mitra bisnis, yakni PT Intan Sarana Teknik (IST) yang berperan sebagai kontraktor pengelola limbah tambang Adaro di Kalimantan Selatan. "Padahal sebagai mitra bisnis, IST telah mengikat kerjasama dengan Adaro dalam kontrak yang disusun sesuai kaidah-kaidah hukum dan bisnis yang berlaku. Setelah didahului dengan proses uji coba dan pilot project, kontrak tersebut berlaku antara tahun 2016 hingga 2020," jelasnya. 
Dalam pelaksanaan kontrak sekitar 4-5 tahun di atas, IST telah memperoleh penghargaan dari Adaro, Kementrian ESDM dan juga International Achievement Award (IAA) dari Industrial Fabrics Association International (IFAI). "Hal ini berhasil diraih karena teknologi yang digunakan, yakni Geotube Dewatering (GD) memang andal dan terbukti dapat menangani limbah tambah batubara Adaro. GD merupakan teknologi unggul yang merupakan temuan anak bangsa yang patut dibanggakan," kata Marwan. 
Namun, karena motif diduga bernuansa moral hazard dan profit bisnis, belakangan Adaro justru melaporkan Dirut IST, yakni Ibnu Rusyd Elwahbi (IRE) ke Bareskrim Polri. Akibat laporan yang sarat rekayasa, absurd, muatan kriminal, semena-mena khas oligarki kekuasaan, dan tuduhan tanpa dasar ini, IRE telah dipenjara selama 10 bulan dalam tahanan Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Adaro bersama lembaga penegak hukum lain, terutama Polri dan Kejagung telah mendakwa IRE melakukan pelanggaran, yakni: a) melakukan penipuan berdasarkan Pasal 378 Jo Pasal 15 Jo Pasal 64 KUHP; b) melakukan tindak pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Jo Pasal 10 UU TPPU No.8/2010.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengadili perkara IST antara Mei 2022 hingga September 2022. Pada tanggal 7 September 2022, IRE diputuskan bebas murni karena terbukti tidak bersalah atas dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Putusan para hakim adalah bulat, tanpa ada yang berbeda pendapat (dissenting opinion). Bahkan karena dakwaan yang diajukan JPU dianggap tidak relevan, pada beberapa sidang yang digelar antara Mei-Juni 2022, sejumlah hakim mengusulkan agar perkara tersebut diselesaikan melalui peradilan perdata.
"Karena gagal memenuhi keinginan di PN Jaksel, Adaro melalui JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Januari 2023. Ternyata dalam sidang kasasi yang tertutup, pada 31 Januari 2023, MA telah memutus IRE bersalah. IRE divonis hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp 15 miliar. MA mengabulkan tuntutan JPU, bahwa IRE terbukti melanggar Pasal 378 KUHP (sanksi pidana maksimal 4 tahun) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU (dengan sanksi pidana maksimal 20 tahun)," ungkapnya.
Ia menjelaskan arogansi dan kriminalisasi yang dilakukan Adaro terhadap IST/IRE bukan hanya melalui persekongkolan dengan lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejagung. Adaro juga telah bertindak semena-mena dengan menahan aset operasional milik IST yang bernilai sekitar Rp 35 - 60 miliar. Tagihan yang diajukan IST kepada Adaro sesuai kontrak, yang nilainya sekitar Rp 15 - 20 miliar pun tidak dibayar. Bahkan yang lebih fatal Adaro secara sepihak justru membajak teknologi GD temuan IST untuk mengelola limbah tambangnya.
Sebelum menggugat IST, Adaro memang pernah berupaya “mengajak IST bekerjasama memanfaatkan teknologi GD”. Karena IST menolak dan kontrak IST telah diputus, maka Adaro membeli sebuah perusahaan untuk mengelola limbah tambang Adaro. Ternyata  perusahaan baru milik Adaro ini menggunakan teknologi GD temuan IST untuk mengelola limbahnya. Padahal dalam gugatan terhadap IST, Adaro telah menjadikan masalah teknologi GD salah satu poin untuk menggugat IST. Hal ini pun telah diungkap di pengadilan PN Jaksel.
 
IRESS perlu mengingatkan Adaro untuk bertindak profesional karena kerjasama Adaro dengan IST sebagai mitra bisnis diikat oleh kontrak. Jangan karena berada dalam lingkar keuasaan, Adaro merasa leluasa untuk berbuat sesuka hati dan dan berlaku zolim kepada IST.

 

NERACA


Jakarta - Pakar Hukum dan Dosen Universitas Indonesia (UI) Heru Susetyo menyebut bahwa kasus yang menimpa Direktur Utama PT Intan Sarana Teknik (PT IST) Ibnu Rusyd Elwahbi yang divonis oleh Mahkamah Agung (MA) hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp15 miliar bukanlah keputusan yang tepat. Pasalnya kasus tersebut merupakan kasus perdata bukan pidana. 

"Ini ranah perdata, bukan pidana. Kalau perdata, tidak perlu ke pengadilan cukup dengan, mediasi, negosiasi, arbitrase kalau masih mentok juga baru ke pengadilan. Tapi menurut saya, ini masuknya sengketa bisnis," ungkap Heru dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (24/2). 

Heru menilai penetapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uangan (TPPU) atau money laundring juga tidak tepat. Menurutnya, pasal TPPU harus ada tindakan kejahatan lebih dahulu akan tetapi kalau tidak ada maka tidak bisa. "Makanya dalam sidang tingkat pertama di PN Jaksel, Ibnu dinyatakan bebas dan tidak terbukti sama sekali baik TPPU maupun penipuan," katanya. 

Almustasar Amir sebagai Praktisi Teknik dan Pelaku Usaha menceritakan bagaimana peranan Ibnu dalam membantu PT Adaro Indonesia menyelesaikan masalah limbah hingga meraih penghargaan. "Saya kenal dengan Ibnu sejak kuliah hingga sekarang karena memiliki usaha yang bergerak di bidang yang sama," jelasnya. 

Amir menyampaikan bahwa awalnya Ibnu diminta untuk menyelesaikan masalah limbah yang ditampung di kolam buatan. Limbah tersebut jika tidak diatasi maka akan berbahaya, terlebih jika hujan dan kolamnya meluap maka bisa dikenakan sanksi. "Makanya Ibnu diminta untuk mengatasi masalah tersebut dengan teknologi yang dikuasai oleh Ibnu. Dan itu berhasil," ungkapnya. 

Dalam kesempatan tersebut, Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara menjelaskan duduk perkara dari awalnya Ibnu dinyatakan bebas oleh PN Jaksel akan tetapi divonis penjara dan denda oleh Mahkamah Agung (MA). 

Menurut Marwan, PT Adaro Indones ia (Adaro) telah bertindak semena-mena terhadap mitra bisnis, yakni PT Intan Sarana Teknik (IST) yang berperan sebagai kontraktor pengelola limbah tambang Adaro di Kalimantan Selatan. "Padahal sebagai mitra bisnis, IST telah mengikat kerjasama dengan Adaro dalam kontrak yang disusun sesuai kaidah-kaidah hukum dan bisnis yang berlaku. Setelah didahului dengan proses uji coba dan pilot project, kontrak tersebut berlaku antara tahun 2016 hingga 2020," jelasnya. 

Dalam pelaksanaan kontrak sekitar 4-5 tahun di atas, IST telah memperoleh penghargaan dari Adaro, Kementrian ESDM dan juga International Achievement Award (IAA) dari Industrial Fabrics Association International (IFAI). "Hal ini berhasil diraih karena teknologi yang digunakan, yakni Geotube Dewatering (GD) memang andal dan terbukti dapat menangani limbah tambah batubara Adaro. GD merupakan teknologi unggul yang merupakan temuan anak bangsa yang patut dibanggakan," kata Marwan. 

Namun, karena motif diduga bernuansa moral hazard dan profit bisnis, belakangan Adaro justru melaporkan Dirut IST, yakni Ibnu Rusyd Elwahbi (IRE) ke Bareskrim Polri. Akibat laporan yang sarat rekayasa, absurd, muatan kriminal, semena-mena khas oligarki kekuasaan, dan tuduhan tanpa dasar ini, IRE telah dipenjara selama 10 bulan dalam tahanan Polri, Jl. Trunojoyo, Jakarta Selatan.

Adaro bersama lembaga penegak hukum lain, terutama Polri dan Kejagung telah mendakwa IRE melakukan pelanggaran, yakni: a) melakukan penipuan berdasarkan Pasal 378 Jo Pasal 15 Jo Pasal 64 KUHP; b) melakukan tindak pencucian uang berdasarkan Pasal 3 Jo Pasal 10 UU TPPU No.8/2010.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengadili perkara IST antara Mei 2022 hingga September 2022. Pada tanggal 7 September 2022, IRE diputuskan bebas murni karena terbukti tidak bersalah atas dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Putusan para hakim adalah bulat, tanpa ada yang berbeda pendapat (dissenting opinion). Bahkan karena dakwaan yang diajukan JPU dianggap tidak relevan, pada beberapa sidang yang digelar antara Mei-Juni 2022, sejumlah hakim mengusulkan agar perkara tersebut diselesaikan melalui peradilan perdata.

"Karena gagal memenuhi keinginan di PN Jaksel, Adaro melalui JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Januari 2023. Ternyata dalam sidang kasasi yang tertutup, pada 31 Januari 2023, MA telah memutus IRE bersalah. IRE divonis hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp 15 miliar. MA mengabulkan tuntutan JPU, bahwa IRE terbukti melanggar Pasal 378 KUHP (sanksi pidana maksimal 4 tahun) dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU (dengan sanksi pidana maksimal 20 tahun)," ungkapnya.

Ia menjelaskan arogansi dan kriminalisasi yang dilakukan Adaro terhadap IST/IRE bukan hanya melalui persekongkolan dengan lembaga penegak hukum seperti Polri dan Kejagung. Adaro juga telah bertindak semena-mena dengan menahan aset operasional milik IST yang bernilai sekitar Rp 35 - 60 miliar. Tagihan yang diajukan IST kepada Adaro sesuai kontrak, yang nilainya sekitar Rp 15 - 20 miliar pun tidak dibayar. Bahkan yang lebih fatal Adaro secara sepihak justru membajak teknologi GD temuan IST untuk mengelola limbah tambangnya.

Sebelum menggugat IST, Adaro memang pernah berupaya “mengajak IST bekerjasama memanfaatkan teknologi GD”. Karena IST menolak dan kontrak IST telah diputus, maka Adaro membeli sebuah perusahaan untuk mengelola limbah tambang Adaro. Ternyata  perusahaan baru milik Adaro ini menggunakan teknologi GD temuan IST untuk mengelola limbahnya. Padahal dalam gugatan terhadap IST, Adaro telah menjadikan masalah teknologi GD salah satu poin untuk menggugat IST. Hal ini pun telah diungkap di pengadilan PN Jaksel.

IRESS perlu mengingatkan Adaro untuk bertindak profesional karena kerjasama Adaro dengan IST sebagai mitra bisnis diikat oleh kontrak. Jangan karena berada dalam lingkar keuasaan, Adaro merasa leluasa untuk berbuat sesuka hati dan dan berlaku zolim kepada IST.

 

BERITA TERKAIT

Indonesia CX Expert Ungkap Digitalisasi dan AI Tak Cukup untuk Meningkatkan CX

  NERACA Jakarta – Indonesia CX Expert, Yuliana Agung mengungkapkan bahwa banyak perusahaan yang telah bertransformasi dalam hal menangkap data…

Pemerintah Bangun Transmisi 47 Ribu KMS untuk ke Pelosok

Pemerintah Bangun Transmisi 47 Ribu KMS untuk ke Pelosok NERACA Jakarta - Pemerintah akan membangun jaringan kabel transmisi sepanjang lebih…

Koperasi Merah Putih Diminta Manfaatkan Aset Pemerintah

Koperasi Merah Putih Diminta Manfaatkan Aset Pemerintah NERACA Jakarta - Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan bahwa koperasi desa atau…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Indonesia CX Expert Ungkap Digitalisasi dan AI Tak Cukup untuk Meningkatkan CX

  NERACA Jakarta – Indonesia CX Expert, Yuliana Agung mengungkapkan bahwa banyak perusahaan yang telah bertransformasi dalam hal menangkap data…

Pemerintah Bangun Transmisi 47 Ribu KMS untuk ke Pelosok

Pemerintah Bangun Transmisi 47 Ribu KMS untuk ke Pelosok NERACA Jakarta - Pemerintah akan membangun jaringan kabel transmisi sepanjang lebih…

Koperasi Merah Putih Diminta Manfaatkan Aset Pemerintah

Koperasi Merah Putih Diminta Manfaatkan Aset Pemerintah NERACA Jakarta - Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan bahwa koperasi desa atau…

Berita Terpopuler