Pupuk Abal Abal Bukan Bikin Untung Malah Buntung

Bukannya untung malah buntung, inilah yang diderita Nawi (50), petani cabai di Desa Panyandungan, Rangkas Bitung Lebak, Banten lantaran tertipu pupuk palsu harga murah yang dibelinya. Niatnya ingin menekan ongkos beli pupuk lebih murah dari biasanya agar sisanya bisa ditabung, malah sebalikya bikin tekor,”Harusnya sudah bisa panen pekan ini, namun terpaksa gagal bukan karena faktor cuaca atau hama tetapi pakai pupuk palsu. Saya tergiur harga murah karena berpikir kualitas mungkin sama,”ceritanya.

Alhasil, biaya usaha tanam cabainya seluas 1000 m2 harus dikuras lebih besar dari biasanya karena hasilnya tidak memuaskan dan tidak layak jual di pasar dan di konsumsi. Dimana cabai hasil dari penggunaan pupuk palsu terlihat peot, kecil dan kurang segar. Bahkan ada beberapa yang tidak berbuah dan sebaliknya bikin tanaman mati.  Padahal, lanjut, bapak dua anak ini sudah ada langganan pengepul yang siap beli cabai miliknya untuk kembali di jual di pasar induk Keramat Jati. Namun lantaran gagal panen, terpaksa langganan pembelinya beralih ke petani lain.

Ya, selain harga jauh lebih murah dari pupuk SNI, rupanya soal edukasi dan informasi dalam memilah serta memilih pupuk SNI dan pupuk palsu atau tidak ber SNI menjadi kendala petani, termasuk dirinya. Menurutnya, selama ini pupuk sama saja dan apalagi soal harga. “Kalau kualitasnya sama dan harga ada yang lebih murah, kenapa harus yang mahal. Apalagi, banyaknya pemain produsen pupuk di Indonesia menjadi banyak pilihan bagi petani,”tuturnya.

Namun belajar dari pengalaman pahit dan edukasi dari tenaga pendamping dari Dinas Pertanian, Kabupaten Lebak, mendorongnya untuk lebih waspada penggunaan pupuk palsu dan lebih aman pakai pupuk ber-SNI dengan berbagai hasil yang sudah teruji dari Badan Standarisasi Nasional(BSN).

Rupanya apa yang dialami Nawi, banyak pula dialami petani lainnya di berbagai daerah akibat penggunaan pupuk palsu. Disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI), Soemitro Samadikoen, penjualan pupuk palsu di sejumlah daerah dijual harga yang lebih murah hingga 20% dibandingkan dengan pupuk non subsidi asli.

Kemudian maraknya peredaran pupuk palsu, lanjutnya seiring dengan langkanya pupuk subsidi dan non subsidi di tengah masyarakat. "Harga pupuk palsu untuk kategori ZA non subsidi dibanderol Rp4.800 per kilogram saat harga di pasar menyentuh di angka Rp6.000 per kilogram," kata Soemitro.

Dia menuturkan salah satu anggotanya di Kabupaten Lumajang membeli pupuk palsu itu sebanyak 50 ton dengan harga Rp4.800 yang belakangan dibagikan kepada anggota APTRI lainnya. Adapun, kemasan pupuk palsu itu menggunakan logo dari PT Petrokimia Gresik (PG). Soemitro mengatakan kerugian yang timbul dari pembelian pupuk palsu itu mencapai Rp240 juta diikuti dengan kerusakan tanaman tebu yang sempat disirami pupuk bodong tersebut.

Ya, alasan kesulitan mendapatkan atau keterlambatan pengiriman pupuk juga diakui sejumlah petani di Klaten yang menjadi salah satu korban pabrik pupuk palsu. Kala itu, para petani di Desa Planggu, Trucuk, Klaten itu mengaku tertarik membeli pupuk palsu itu karena pengiriman pupuk asli terlambat."Saat itu musim pemupukan tapi telat pengirimannya di penyalur. Akhirnya kami cari solusi dan kebetulan ada yang menawari dan katanya pupuk resmi ya sudahlah kita beli," tutur ketua kelompok tani Sido Maju Desa Planggu, Kecamatan Trucuk, Bantu Haryanto seperti dikutip detikcom.

Sementara Sekretaris Perusahaan Petrokimia Gresik, Yusuf Wibisono menghimbau petani agar mewaspadai adanya produk pupuk palsu dengan kemasan dan atau merek menyerupai produk milik Petrokimia Gresik.Keberadaan pupuk palsu ini kian marak beredar atau dijual pada musim tanam seperti saat ini, terutama untuk produk pupuk bersubsidi.”Untuk itu, kami menghimbau kepada petani agar waspada terhadap peredaran produk pupuk yang kemasannya menyerupai kemasan produk pupuk milik Petrokimia Gresik karena tidak dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan kegunaannya,” ujar Yusuf.

Disampaikannya, ciri dari kemasan pupuk subsidi asli buatan Petrokimia Gresik, maupun produsen pupuk lain di bawah Pupuk Indonesia adalah menggunakan logo perusahaan, yaitu logo Pupuk Indonesia untuk pupuk Urea, NPK Phonska dan Petroganik, dan logo Petrokimia Gresik untuk pupuk ZA dan SP-36.  Petrokimia Gresik sendiri merupakan anggota holding Pupuk Indonesia yang memiliki hak eksklusif atas merek dagang pupuk bersubsidi, antara lain Pupuk Super Fosfat SP-36 dan pupuk ZA berlogo Petrokimia Gresik, serta pupuk Urea, NPK Phonska dan Petroganik berlogo Pupuk Indonesia.

Tak hanya itu, Petrokimia Gresik juga memegang sejumlah merek dagang pupuk komersil atau non-subsidi, diantaranya pupuk NPK Kebomas, NPK Phonska Plus, Petro Niphos, SP-26, Kalium Sulfat ZK, dan sejumlah produk pupuk lainnya.”Merek-merek tersebut telah sah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM RI dan memiliki kualitas serta kandungan seuai Standar Nasional Indonesia (SNI),” tandas Yusuf.

Ditambahkan Yusuf, perseroan memiliki konsistensi kualitas produk yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hak ini dikarenakan seluruh produk Petrokimia Gresik telah melewati serangkaian uji kualitas, baik secara mandiri maupun melalui sejumlah laboratorium independen yang telah tersertifikasi.

 

Mengancam Sektor Pertanian

 

Maraknya peredaran pupuk palsu dinilai bisa menghambat pertumbuhan sektor pertanian karena produktivitas petani menurun sehingga ujungnya gagal mewujudkan ketahanan pangan. Sebagai informasi, sektor pertanian Indonesia sendiri hingga saat ini terbukti memiliki ketahanan yang baik. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, nilai ekspor pertanian Indonesia antara 2019 dan 2020 meningkat dari Rp390,16 triliun menjadi Rp451,77 triliun atau naik 15,79%. Pada tahun 2020 ke 2021 nilai ekspor pertanian Indonesia mencapai Rp625,04 triliun atau naik 38,68%. Maka dengan pencapaian positif tersebut jangan sampai turun nilai ekspor pertanian karena produktivitas petani menurun akibat kesulitan mendapatkan pupuk hingga terjebak penggunaan pupuk palsu.

Ya, bagaimanpun juga pupuk dan benih menjadi satu faktor penting penentu produksi pertanian. Benih merupakan penciri produksi dan pondasi pertanian, sedangkan pupuk merupakan unsur penting produktivitas. Oleh karena itu, guna mewujudkan ketahanan pangan dan daya saing petani, maka keberadaan subsidi pupuk dan benih harus terjamin penyebarannya oleh pemerintah.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman sendiri dibikin geram terkait sindikat pembuat pupuk palsu, terlebih kasusnya berhasil dibongkar oleh Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok karena menimbulkan kerugian materi senilai Rp 720 miliar bagi petani. "Kami berharap pihak kepolisian terus mengembangkan kasus ini dan membongkar jaringan para tersangka yang ada di seluruh Indonesia," tandasnya.

Adapun produksi pupuk dilakukan di Sukabumi, Jawa Barat, dengan barang bukti lebih dari 130 ton pupuk palsu beserta peralatan pembuatnya. Dimana para pelaku ini sudah beroperasi sejak tahun 2007 dan selama itu sudah ada sekitar 4.800 ton dan disebar ke 20.000 hektare lahan pertahun. Pupuk palsu yang diproduksi hanya berbahan pewarna pakaian, kapur, dolomit, air dan garam. Penyebarannya pun termasuk luas, yaitu di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau dan Aceh.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Aas Asikin Idat menjelaskan, bagaimana pupuk palsu itu bisa menimbulkan kerugian bagi petani. Jika petani menggunakan pupuk asli untuk menanam padi, tutur Aas, hasilnya bisa mencapai rata-rata 5,6 ton perhektare. Namun dengan pupuk palsu, hasilnya hanya 1--2 ton perhektare,”Itu sama saja dengan menanam tanpa pupuk," kata dia.

Lalu Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana meminta petani mencermati kemasan dan bentuk pupuk sebelum melakukan pembelian. Dirinya menerangkan, beberapa ciri kemasan pupuk bersubsidi asli, baik itu Urea maupun NPK Phonska dan SP36, antara lain menampilkan logo Pupuk Indonesia di depan karung dan tulisan Pupuk Bersubsidi Pemerintah, Barang Dalam Pengawasan. Karung juga mencantumkan nomor call center, nomor standar SNI, nomor registrasi produk dan nomor izin edar."Kami juga mencantumkan bag code dan stamp di bagian belakang untuk memudahkan penelusuran bila terjadi penyimpangan pupuk bersubsidi," ucap Wijaya.

Selain itu, kata Wijaya, kandungan pupuk juga tercantum dengan jelas, di mana tertulis 46 persen nitrogen untuk produk urea, 15-15-15 untuk NPK Phonska, dan 36 persen fosfat serta 5 persen sulfur untuk SP36. Adapun untuk urea bersubsidi, ciri-cirinya berbentuk prill atau granul (butirannya lebih besar), berwarna pink, NPK Phonska berwarna pink kecoklatan, dan SP36 warnanya abu-abu. "Bentuk butirannya agak besar, atau berbentuk granul," kata Wijaya.

Dia juga mengimbau petani maupun kelompok tani membeli pupuk di kios-kios resmi agar lebih terjamin kualitas dan keasliannya. Asal tahu saja, Pupuk Indonesia dan para produsen pupuk, juga telah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah penyimpangan pupuk di lapangan, terutama untuk produk bersubsidi seperti melakukan monitoring stok pupuk bersubsidi secara online, penebusan DO online, call center serta pencantuman bag code untuk melacak kode produksi produk bila terjadi penyimpangan.

 

Peran Pengawasan

 

Membangun kepedulian atau awarnes para petani terhadap penyebaran pupuk palsu atau abal abal, tidak bisa dilakukan secara parsial tetapi harus dilakukan semua pihak dan termasuk penggunaan SNI pada pupuk juga memiliki peran penting dalam pengawasan peredaran pupuk palsu dan juga meningkatkan kualitas hasil tanam para petani.

Kata Kepala BSN, Kukuh S. Achmad, penerapan SNI pada sektor pertanian yakni pupuk, selain untuk menekan penyebaran pupuk palsu juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan sebagai langkah strategis dalam menghadapi ancaman krisis pangan. Oleh karena itu, BSN terus mendorong pemangku kepentingan menerapkan SNI. “Penerapan SNI pupuk akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani atau pengguna,” ujarnya.

Selain itu, SNI Pupuk diberlakukan secara wajib dengan tujuan melindungi konsumen dari pupuk yang tidak berkualitas, dan tentu mendorong daya saing produk pupuk itu sendiri. Selain itu, pupuk buatan yang sudah memenuhi SNI tentu terjamin kualitasnya dan bisa bersaing di pasar global. Konsumen pupuk di manca negara pastilah melihat apakah produk pupuk yang akan dibelinya sudah memenuhi standardisasi terbaik di negara pembuatnya.

Hal senada juga disampaikan Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal BSN, Wahyu Purbowasito, pemberlakuan SNI pupuk secara wajib bertujuan mencegah petani dari kerugian akibat membeli pupuk yang tak berkualitas. "Pupuk yang tidak sesuai spesifikasi (SNI) berpotensi merusak unsur tanah, dan juga tanaman sehingga akan mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup," papar Wahyu.

Menurut Wahyu, jika salah satu saja persyaratan mutu dalam SNI tidak terpenuhi, maka akan berpotensi merusak tanah dan keberhasilan tanaman. Alhasil, penerapan SNI pada pupuk mendapatkan respon positif dari produsen pupuk.

Direktur Utama PT Pusri, Tri Wahyudi Saleh menegaskan, pihaknya mendukung pupuk berSNI untuk memenuhi kebutuhan ketahanan pangan nasional, sehingga akan terus berproduksi dan berkomitmen untuk mempertahankan produktivitas hasil pertanian nasional. “Sampai dengan semester 1 tahun 2022, kami telah menyalurkan Public Service Obligation (PSO) untuk pupuk bersubsidi sebanyak 1.020.154 ton yang sudah ber-Standar Nasional Indonesia (SNI) kepada petani pangan,” ujar Tri.
Menurut Tri, Pusri harus tetap sustain dan continue untuk mempertahankan stabilitas dan ketahanan pabrik sehingga tetap dapat memproduksi sekitar 2,6 juta ton pupuk urea dan 300 ribu ton pupuk NPK yang sesuai dengan SNI. Oleh karena itu, Pusri akan melakukan revitalisasi pabrik yang sudah lama dengan pabrik pupuk baru yang lebih efisien, hemat energi, dan ramah lingkungan. PT Pusri sendiri telah membuktikan diri sebagai perusahaan yang menerapkan SNI dengan konsisten melalui raihan SNI Award berturut-turut sejak tahun 2016 hungga 2021 dengan Kategori Emas.

Komitmen PT Pusri juga ditunjukkan melalui program peningkatan kemandirian dan daya saing UKM Mitra Binaannya bekerjasama dengan Kantor Layanan Teknis (KLT) BSN Sumatera Selatan. KLT BSN merupakan langkah nyata BSN dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dalam mengembangkan standardisasi dan penilaian kesesuaian di daerah.

KLT BSN Sumatera Selatan, yang berdiri sejak tahun 2017, telah melaksanakan kerjasama dengan PT Pusri dalam berbagai program pembinaan UMKM di wilayah Sumatera Selatan. Salah satu hasil nyata kerjasama tersebut adalah pembinaan terhadap UMKM Kopi di wilayah Sumatera Selatan. Sejak tahun 2017 hingga 2022, KLT BSN Sumsel dan PT Pusri telah berhasil melakukan pembinaan terhadap 14 UMKM Kopi di wilayah ini.

Saat ini, Pusri ditugaskan pemerintah untuk menyalurkan sekitar 1,9 juta ton pupuk bersubsidi ke wilayah kerja yang terdiri dari provinsi Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Jambi, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Lalu Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan dan Halal Badan Standardisasi Nasional (BSN), Heru Suseno mengatakan, sesuai arahan Presiden Jokowi, pemerintah bersama stakeholder harus memaksimalkan potensi pertanian Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan.“Standardisasi yang didukung dengan kegiatan penilaian kesesuaian dapat secara signifikan berkontribusi pada terwujudnya ketahanan pangan,” ungkap Heru.

Saat ini, BSN telah menetapkan 3.018 Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait pertanian dan teknologi pangan. Dari SNI lingkup pertanian dan teknologi pangan tersebut, terdapat 29 SNI pupuk yang masih berlaku dan 9 diantaranya merupakan SNI wajib. Dari 29 SNI pupuk, 28 SNI dirumuskan oleh Komite Teknis 65-06 Produk Agrokimia seperti SNI 2803 Pupuk NPK padat dan SNI 2801 Pupuk urea. Sedangkan terdapat 1 SNI yang dirumuskan oleh Komite Teknis 65-08 Produk perikanan non-pangan yaitu SNI 8267 kitosan cair sebagai pupuk organik.
Heru menilai, penggunaan pupuk yang berkualitas juga menentukan keberhasilan sektor pertanian.
Pasalnya, pupuk dapat meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Langkah Pusri melalui produksi pupuk ber-SNI dinilai Heru dapat membantu meningkatkan dan mempercepat hasil produksi tanaman serta meningkatkan kesuburan tanaman yang akan mendukung peningkatan produksi hasil pertanian untuk mengantisipasi krisis pangan.“Adanya SNI dalam produk pupuk dapat memberikan jaminan bahwa pupuk tersebut telah memenuhi syarat mutu pupuk yang telah dirumuskan oleh para ahli,”tandasnya.

Kedepan BSN berharap, kebijakan staregis di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian sektor pertanian dapat mendukung suksesnya program PEN dimana sektor pertanian memberikan andil besar dalam penyerapan tenaga kerja. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mengalami pertumbuhan positif, dimana distribusi penduduk yang bekerja mencapai 29,96% atau sekitar 1,86 juta orang pertahun.

 

 

BERITA TERKAIT

Pertamina Kembangkan Energi Transisi

NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…

Pembangunan Proyek Cisem II Lampaui Target

NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…

Pemerintah Akan Hapus Outsourcing untuk Keadilan Ketenagakerjaan

NERACA Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya merupakan langkah signifikan dalam memastikan keadilan ketenagakerjaan di…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pertamina Kembangkan Energi Transisi

NERACA Bali – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan Indonesia. Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat sebagian…

Pembangunan Proyek Cisem II Lampaui Target

NERACA Jakarta - Proyek pembangunan jaringan pipa gas bumi Cirebon-Semarang tahap II (Cisem II) pada ruas Batang-Kandang Haur Timur yang digarap…

Pemerintah Akan Hapus Outsourcing untuk Keadilan Ketenagakerjaan

NERACA Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menghapus sistem outsourcing atau alih daya merupakan langkah signifikan dalam memastikan keadilan ketenagakerjaan di…

Berita Terpopuler