Aspek Perpajakan atas Warisan

 

Oleh: Debbie Yoshida, MSi., BKP., Dosen FEB Universitas Mercu Buana

 

          Perjalanan hidup manusia sejak lahir tidak terlepas dari aspek hukum, bahkan sejak dalam kandungan dan setelah wafat pun terikat dengan hukum. Setiap tahapan dari siklus manusia, hukum selalu mengikutinya. Salah satu aspek hukum yang penting adalah aturan berkaitan dengan harta warisan, yaitu harta yang dimiliki seseorang yang telah wafat. Harta yang ditinggalkan orang tua siapa saja yang berhak secara hukum menerimanya diatur secara rigid. Paling tidak ada dua aspek hukum yang terkait, yaitu hukum perdata dan hukum pajak.

Pengaturan ini sangat penting karena harta tersebut mempunyai nilai ekonomi yang berarti bagi kehidupan ahli waris yang menerimanya. Itulah salah satu penyebabnya banyak kasus sengketa warisan yang terjadi, baik di Indonesia maupun di negara lain. Dalam tataran implementasi, permasalahan harta warisan merupakan hal yang rumit, bahkan antara adik dan kakak yang semula akrab dapat terjadi perpecahan yang disebabkan masalah harta warisan. Untuk itu diperlukan pemahaman yang memadai, agar pembagian harta warisan berlangsung damai dan tidak terjadi risiko hukum lanjutannya dikemudian hari.

Terdapat sistem hukum waris di Indonesia, yaitu ; Hukum Waris Burgerlijk Wetboek (BW), Hukum Waris Islam, dan Hukum Waris Adat. Penulis tidak membahas secara rinci dari sisi hukum warisnya, tetapi lebih menekankan pada aspek perpajakannya.

          Hukum waris secara teori adalah hukum yang mengatur terkait peralihan harta yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dan akibatnya bagi para ahli waris, artinya seseorang yang telah meninggal putus hubungannya dengan dunia, termasuk kepemilikan harta seseorang yang meninggal dan mempunyai harta dan kewajiban( utang) yang ditinggalkannya. Bagaimana pengaturan pengalihan kepada para ahli warisnya ? Pengaturan itulah yang menjadi materi penting dalam hukum waris.

          Pasal 830 KUHPerdata menyebabkan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian, sehingga jelas bahwa seseorang yang masih hidup jika memberikan harta kepada anak-anaknya itu sah saja, tetapi bukan sebagai waris.

          Perlu diingat, bahwa jika ahli waris menerima harta warisan berarti otomatis yang bersangkutan juga menerima kewajiban yang ditinggalkan pewaris. Seandainya ahli waris tidak bersedia menerima kewajiban (utang) pewaris, maka yang bersangkutan otomatis juga menolak harta warisan sesuai dengan konsep asset and liability yang merupakan suatu kesatuan.

Aspek Perpajakan

          Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 4 Ayat 1 menyebutkan bahwa penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

          Dengan demikian harta warisan yang diterima oleh ahli waris sudah pasti meningkatkan kemampuan ekonomis Wajib Pajak, sehingga termasuk dalam pengertian penghasilan. Lebih lanjut Pasal 4 Ayat 3 butir b menyebutkan bahwa warisan merupakan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.

          Namun demikian perlu pengkajian lebih dalam, harta warisan yang seperti apa yang tidak dikenakan PPh atau dikecualikan dari objek PPh. Jika warisan tersebut masih atas nama pewaris belum dibagi maka berlaku ketentuan Pasal 2 Ayat 1 butir a2, bahwa warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak merupakan subjek pajak.

          Kewajiban membayar dan melaporkan harta di SPT Tahunan tetap berlaku, namun diwakilkan oleh salah satu ahli warisnya. Bagaimana jika warisan sudah dibagikan ? Mengingat pembagian warisan merupakan hal yang krusial untuk itu proses pembagiannya haruslah berdasarkan hukum, yaitu melalui penetapan Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Agama bagi pemeluk agama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang non Islam.

          Dokumen penetapan Pengadilan, merupakan dokumen penting sebagai dasar terkait pengaturan kewajiban perpajakan PPh, BPHTB dan Bea Balik Nama. Bagi ahli waris yang menerima perlu diperhatikan baik warisan yang berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak, registered asset maupun non registered asset. Apakah telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pewaris dan sudah dilunasi pajak terutangnya  jika ada. Artinya secara administrasi perpajakan semua kewajiban penyetoran, pelaporannya sudah dilakukan dengan benar.

          Jika syarat tersebut tidak dipenuhi, maka harta warisan tersebut statusnya bukan lagi penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak, tetapi berubah menjadi objek PPh, artinya warisan tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi ahli waris yang menerimanya. Itulah sebabnya beberapa waktu yang lalu pemerintah memberi kesempatan kepada para Wajib Pajak yang sekiranya belum melaporkan hartanya dalam SPT Tahunan, dihimbau untuk melaporkannya melalui Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

          Disamping aspek pajak penghasilan, juga berkaitan dengan jenis pajak lainnya yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Bea Balik Nama (BBN), jika harta tersebut merupakan registered asset seperti tanah, bangunan, mobil, sepeda motor yang pengaturan lebih lanjutnya masuk ke ranah pajak daerah.

Simpulan

          Siklus kehidupan manusia tidak terlepas dari tataran hukum seperti perkawinan, anak dan harta. Jika kedua orang tua meninggal, maka anak sebagai ahli waris mempunyai hak atas harta peninggalan orang tuanya. Sebaiknya harta warisan tersebut segera dibagi menurut hukum yang berlaku. Dari sisi perpajakan mengacu kepada UU PPh dan UU BPHTB untuk harta warisan berupa tanah dan bangunan serta peraturan pelaksanaannya. Warisan dinyatakan sebagai penghasilan yang dikecualikan dari objek (Pasal 4 Ayat 3 butir b), tetapi harus diperhatikan syarat formal lebih lanjutnya. Jika tidak memenuhi syarat formal, maka harta warisan yang diterima merupakan objek pajak dan kena pajak. Selanjutnya juga berimplikasi pada BPHTB dan BBN yang masuk dalam rumpun pajak daerah.

BERITA TERKAIT

Mewujudkan Generasi Sehat Melalui Program MBG

  Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati Kesehatan Masyarakat Di awal masa pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang kuat untuk…

Tutup Celah Judi Daring, Saatnya Lakukan Kolaborasi Nasional

  Oleh : Kenzo Malik, Pengamat Sosial Budaya   Judi daring atau judi online tidak lagi sekadar menjadi persoalan moral,…

DEMI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH: - Mendesak Revisi Menyeluruh atas Sistem Outsourcing

DEMI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH:  Mendesak Revisi Menyeluruh atas Sistem Outsourcing  Oleh: Achmad Nur Hidayat,  Ekonom  UPN Veteran Jakarta Sistem…

BERITA LAINNYA DI Opini

Meningkatkan Transparansi Koperasi Merah Putih

    Oleh: Indriani Nova, Pengamat Perkoperasian   Transparansi menjadi salah satu fondasi utama dalam tata kelola kelembagaan yang sehat…

Pembaruan KUHAP Dukung Supremasi Hukum Nasional

    Oleh: Aryo Wijaya, Pemerhati Hukum dan Kemasyarakatan Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat supremasi hukum nasional melalui pembaruan…

Sinergi Kebijakan Fiskal dan Perdagangan Hadapi Tarif Trump

    Oleh: Sidya Wiratma, Pengamat Ekonomi Internasional Pemerintah Indonesia menunjukkan kesiapan menghadapi kebijakan proteksionis Amerika Serikat melalui pendekatan yang…