Sektor Industri Siap Hadapi Gejolak Ekonomi Global

NERACA

Industri tengah membahas gejolak ekonomi global dan antisipasi sektor industri dalam menghadapi kondisi tersebut. Pasalnya, di masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19, dunia juga menghadapi konsekuensi dari kondisi geopolitik yang salah satu akibatnya adalah ketidakpastian energi dan pangan.

“Setidaknya, terdapat tiga aspek yang perlu menjadi fokus dalam upaya peningkatan produktivitas dan daya saing industri serta antisipasi dampak perekonomian global. Yaitu, terkait situasi geopolitik, nilai tukar, serta persepsi kepercayaan industri,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Agus pun menjelaskan, krisis geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina menyebabkan peningkatan harga energi serta bahan baku lainnya yang dibutuhkan sektor industri. Situasi geopolitik lainnya juga terjadi di wilayah Laut China Timur. Kondisi tersebut mempengaruhi rantai suplai industri serta ekspor sektor manufaktur Indonesia.

Ekspor sektor manufaktur juga terpengaruh oleh melemahnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Besarnya volume ekspor Indonesia dan negara-negara kompetitor ke China dapat berpengaruh kepada pasar domestik. Dengan kondisi perekonomian China yang sedang tidak stabil, negara-negara tersebut akan mencari pasar lain sebagai tujuan ekspor.

“Dengan kata lain, pasar global makin menciut. Hal ini bisa mempengaruhi pasar dalam negeri kita maupun pasar tujuan ekspor produk manufaktur asal Indonesia,” jelas Agus.

Sementara itu, inflasi juga menjadi perhatian, walaupun di Indonesia masih terkendali dibanding negara lain. Badan Pusat Statistis (BPS) merilis, inflasi bulanan pada Juli 2022 mencapai hampir 5%, naik pesat dibandingkan rata-rata inflasi bulanan pada 2021 yang berkisar di bawah 2%. Tekanan inflasi terasa nyata di sektor manufaktur akibat harga komoditas dan energi yang naik cukup tinggi. Selain itu biaya logistik juga naik karena saat ini terjadi peningkatan harga solar untuk industri. Hal ini tentunya akan mempengaruhi daya saing sektor industri.

Terkait persepsi kepercayaan sektor industri, awal minggu ini S&P Global merilis Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2022 yang naik menjadi 51,3 dari 50,2 di bulan sebelumnya. Menperin menyatakan, hal ini merupakan bukti dari kepercayaan diri, daya adaptasi, sekaligus resiliensi industri manufaktur di Indonesia. “Selain itu, hal ini menunjukkan optimisme yang tinggi di sektor industri manufaktur dalam menilai prospek ekonomi Indonesia ke depan,” ujar Agus.

Laporan S&P Global menunjukkan bahwa konsumsi domestik mendukung kenaikan PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2022. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menganalisis, pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) mendukung meningkatnya persepsi kepercayaan pelaku industri, di samping konsumsi rumah tangga. Pasalnya, realisasi komitmen belanja pemerintah maupun BUMN dan BUMD dalam program P3DN meningkatkan keyakinan perusahaan industri mengenai tingkat output. 

Sejak Tim Nasional P3DN meluncurkan business matching antara industri dalam negeri dengan Kementerian/Lembaga, BUMN, dan BUMD, yang diawali oleh Kemenperin, pemerintah telah mendapat komitmen belanja sekitar Rp890 Triliun. “Saat ini, realisasinya mencapai 25% atau Rp200 Triliun. Angka tersebut cukup signifikan terhadap peningkatan PMI Juli lalu,” kata Agus.

Data terkini S&P Global menunjukkan kondisi operasional seluruh sektor manufaktur Indonesia membaik dalam laju yang lebih kuat selama tiga bulan pada Juli 2022. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia di periode tersebut mencapai 51,3, naik dari 50,2 di bulan sebelumnya. 

Angka PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2022 cenderung lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya.

Sebelumnya, Ekonom Senior S&P Market Intelligence Global Siân Jones menyebutkan, sektor manufaktur Indonesia kembali meraih momentum pertumbuhan pada bulan Juli, dengan output dan pesanan baru naik pada laju lebih cepat. Kenaikan bisnis baru mendorong perusahaan untuk menambah jumlah tenaga kerja mereka dengan peningkatan lapangan kerja yang naik tajam. Tekanan harga yang berkurang pada bulan Juli juga menghilangkan beberapa kekhawatiran perusahaan. Namun demikian, risiko kenaikan harga masih tetap ada, karena biaya BBM dan bahan baku terus mendorong inflasi.

 

 

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…