Urgensi Populasi Era Society 5.0

 

Oleh : Ahmad Febriyanto, Mahasiswa FEB Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Peringatan hari kependudukan pada 11 Juli merupakan momentum tepat untuk kembali melihat tentang permasalahan kependudukan yang ada. Salah satu tinjauan terkait urgensi populasi yang ada di Indonesia adalah besarnya jumlah penduduk. Berdasar pada data Kementerian Dalam Negeri  melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil tentang data kependudukan pada Desember 2020 tercatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 271.349.889 jiwa dan pada Desember 2021 jumlah penduduk Indonesia menjadi 273.879.750 jiwa. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu satu tahun terjadi kenaikan jumlah penduduk sebanyak 2.529.861 jiwa. Jumlah penduduk Indonesia juga merupakan 3,51% dari total penduduk dunia.

Melihat banyaknya jumlah penduduk Indonesia tersebut dan wilayah Indonesia dengan luas 5.193.250 km maka dapat dikatakan dengan overpopulation atau besarnya tingkat populasi yang ada. Isu terkait besarnya pertumbuhan populasi manusia sendiri sudah menjadi perbincangan ahli di seluruh dunia. Gilles Pison  menggambarkan pada proyeksi grafik pertumbuhan penduduk dari tahun 1800 hingga 2100. Digambarkan bahwa pada tahun 1800 jumlah penduduk hanya berkisar 1 miliar jiwa dan terus mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat sejak tahun tersebut. Serta diprediksi pada tahun 2050 jumlah populasi manusia berkisar 10 miliar jiwa.

Pengaruh Populasi

Walaupun memang bukan menjadi soal tentang besarnya jumlah populasi manusia. Persoalan yang timbul dari isu over population adalah terkait lingkungan hidup yang sehat, pendidikan yang baik, ketersedian lapangan kerja, dan Sumber Daya Manusia yang unggul serta kompeten. Pengaruh tersebut sangat dirasakan di Indonesia. Pada contoh fakta lapangan yang ada semakin bertambahnya tingkat populasi manusia akan disertai dengan berkurangnya kualitas lingkungan hidup daerah tersebut. Menurut data Badan Pusat Statistik pada periode 2018 hingga 2019 pemukiman kumuh di Indonesia mengalami peningkatan dari 7,42% menjadi 13,86%. Selain itu deforestasi menurut BPS per 2018-2019 juga tercatat sebesar 462.485,5 hektare. Sehingga memang urgensi dari pertambahan jumlah populasi masih menjadi masalah yang sangat serius utamanya di negara berkembang seperti Indonesia.

Jika melihat pada Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lingkungan hidup merupakan sebuah kesatuan ruang yang semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan hidup. Sehingga memang dalam undag-undang tersebut semakin memperjelas bahwa manusia merupakan kunci utama dalam andil pembentukan dan pembangunan lingkungan. Besarnya pengaruh manusia terhadap lingkungan tersebut juga merupakan bukti pengaruh overpopulation yang ada.

Manusia sebagai tokoh utama dalam proses pembangunan lingkungan hidup. Sehingga memang adanya Sumber Daya Manusia yang unggul dan kompeten juga menjadi tantangan tersendiri dari pengaruh ledakan populasi manusia. Dengan memiliki Sumber Daya Manusia yang berpendidikan, berkompetisi, dan memiliki daya saing sebenarnya diharapkan mampu memberikan iklim baik bagi lingkungan hidup yang ada. Karena, memang hanya manusia sebagai makhluk hidup yang mampu melakukan perubahan tersebut. Terutama di era globalisasi dan modernisasi seperti saat ini yang kian lama tampaknya hanya memikirkan kebutuhan manusia.

Era Teknologi

Menurut Emil Salim (Slamet Prawirohartono, 1991: 188) adanya ledakan penduduk dan ledakan teknologi merupakan, dua hal yang berkaitan dengan manusia secara langsung. Adanya ledakan penduduk adalah akibat dari manusia yang terus aktif dalam bereproduksi dan ledakan teknologi merupakan peningkatan kapasitas berpikir manusia dengan mengembangkan metode positif dalam diri manusia. Sehingga memang hubungan terkait urgensi populasi dan teknologi memang tidak bisa dilepaskan dari manusia. Karena secara dasar dua produk tersebut merupakan buah keaktifan manusia.

Sehingga kemudian Sugeng Martopo (1995:1) berpendapat bahwa masalah lingkungan yang timbul itu sebenarnya adalah akibat dari dinamika penduduk, pemanfaatan pengelolaan sumber daya yang kurang bijak, kurang terkendalinya pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi maju, dampak negatif dari kemajuan ekonomi dan benturan tata ruang. Jadi, memang inti dari semua kemajuan dan kerusakan kembali lagi pada manusia. Karena memang sebenarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan metode positif yang dapat diimplementasikan pada lingkungan hidup. Dengan adanya teknologi seharusnya pengaruh manusia terhadap lingkungan terus menjadi baik bukan terus merusak lingkungan.

Dalam menghadapi era society 5.0 manusia diharapkan mampu berpikir secara futuristis. Sehingga memang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membawa pengaruh drastis bagi masyarakat dan industri. Sehingga seharusnya dengan mengembangkan potensi jumlah SDM yang besar Indonesia bisa berperan langsung dalam perubahan era society 5.0.

Namun juga harus disertai dengan kompetensi dan kemampuan yang siap untuk bersaing secara global. Karena, memang perlunya berpikir inovatif dan futuristik menjadi kunci untuk dapat bersaing pada era society 5.0. Proses inovatif dan futuristik juga harus didampingi dengan rasa kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sehingga memang besarnya populasi yang ada bukan menjadi masalah namun dapat menjadi kekuatan tersendiri.

BERITA TERKAIT

BI Rate Kompetitif, Stimulus Cegah Pelemahan Ekonomi

    Oleh: Bara Winatha, Pemerhati Ekonomi Moneter   Bank Indonesia (BI) resmi mengambil langkah strategis dalam merespons dinamika ekonomi…

Apresiasi Penangkapan Sindikat Judi Daring Jaringan Kamboja

    Oleh : Muhammad Putra, Pemerhati Sosial dan Budaya   Penangkapan dua anggota sindikat judi daring jaringan Kamboja oleh…

Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Kunci Sukses Swasembada Pangan

    Oleh: Heriza Sativa, Pengamat Pertanian   Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menandai babak baru dalam upaya mewujudkan swasembada pangan…

BERITA LAINNYA DI Opini

BI Rate Kompetitif, Stimulus Cegah Pelemahan Ekonomi

    Oleh: Bara Winatha, Pemerhati Ekonomi Moneter   Bank Indonesia (BI) resmi mengambil langkah strategis dalam merespons dinamika ekonomi…

Apresiasi Penangkapan Sindikat Judi Daring Jaringan Kamboja

    Oleh : Muhammad Putra, Pemerhati Sosial dan Budaya   Penangkapan dua anggota sindikat judi daring jaringan Kamboja oleh…

Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Kunci Sukses Swasembada Pangan

    Oleh: Heriza Sativa, Pengamat Pertanian   Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menandai babak baru dalam upaya mewujudkan swasembada pangan…