Lingkungan Hukum Profesi Akuntan Publik

 

 

Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA., BKP, Senior Partner Times Law Firm

 

 

Berbagai persoalan hukum yang terjadi pada perseroan, seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asabri, PT SNP Finance, PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk, dan PT Garuda Indonesia, Tbk sontak membuka mata publik terhadap profesi akuntan publik di tanah air. Mengapa ? Karena secara hukum laporan keuangan atas perseroan yang bersangkutan wajib diaudit oleh Akuntan Publik.

Isu terkait atas profesi Akuntan Publik seolah-olah menjadi biang keladi permasalahan yang menghebohkan dikalangan publik. Hal ini dapat dipahami karena publik masih berpesepsi bahwa laporan keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik menjadi tanggung jawab Akuntan Publik, apa yang sesungguhnya terjadi ? Penulis sadar untuk mengupas permasalahan ini secara tuntas tentulah tidak cukup melalui artikel singkat ini. Diperlukan penelitian ilmiah akademik yang komprehensif, sehingga dapat dicarikan solusinya. Dasar hukum atas pelaporan keuangan hingga saat ini belum juga hadir walaupun wacananya sudah sejak beberapa tahun silam. Ironis memang, seharusnya Undang-Undang Pelaporan Keuangan terlebih dulu hadir atau paling tidak bersamaan dengan Undang-undang Akuntan Publik.

Dasar berpijak profesi AP didasarkan pada UU Akuntan Publik No. 5 tahun 2011 yang tegas menyatakan AP berperan besar mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. AP mengemban kepercayaan masyarakat memberi opini atas laporan keuangan suatu entitas.

Tanggung jawab AP terletak pada opini atau pernyataan pendapatnya atas laporan atau informasi keuangan suatu entitas, sedangkan penyajian laporan atau informasi keuangan tersebut merupakan tanggung jawab manajeman dari entitas yang diaudit. Lalu, mengapa persoalan menjadi rumit dan profesi AP dibawa ke ranah hukum (pidana maupun administrasi) ?

Dapat dipahami bahwa tugas yang dijalankan  AP tidak sepenuhnya sempurna. UU pun mengakuinya. Kemungkinan dapat terjadi kegagalan dalam pemberian jasa AP meskipun AP berupaya untuk senantiasa memutakhirkan kompetensi dan profesionalismenya karena jasa yang diberikan menjadi bahan untuk pengambilan keputusan ekonomi di bidang keuangan. Problem assymetris informasi antara Direksi dengan Akuntan Publik ditambah belum adanya payung hukum berupa Undang-undang Pelaporan Keungan sebagai lex specialis melahirkan risiko yang dipikul Akuntan Publik (Wirawan Ilyas, Investor Daily, 12 Oktober 2018).

Perlindungan Hukum

          Persoalan perlindungan hukum bagi AP menjadi amat penting dalam melindungi profesi AP sepanjang AP telah menjalankan profesinya sesuai informasi yang diperolehnya (Pasal 24 UU AP).  Persoalan hukum menjadi rumit jika timbul dua hal, pertama, AP tidak memperoleh data, informasi dan dokumen lain berkaitan dengan pemberian jasa oleh AP; kedua, data dan informasi sudah diperoleh, tetapi AP tidak sepenuhnya menjalankan  standar yang ditentukan.

          Ketika klien AP tidak sepenuhnya memberikan informasi yang benar, tentu AP hanya memberikan opini sebatas informasi yang diperolehnya. Persoalan hukum timbul, apakah AP dapat dikenakan sanksi jika opini yang disampaikan hanya terbatas atas informasi dan data yang diperoleh ? Tentu tidak. Jika klien menyembunyikan informasi maka AP tidak bisa dituntut atas kesalahan opininya.

          Ketika klien tidak memberikan data yang diminta AP, klien melanggar ketentuan Pasal 68 ayat (1) UU Perseroan Terbatas No 40/2007.  Dengan kata lain, laporan keuangan yang diaudit mestinya tidak disahkan oleh RUPS, harusnya RUPS juga memahaminya. Persoalan hukumnya, apakah AP dapat disalahkan jika klien tidak sepenuhnya memberikan informasi yang diminta AP ?  Permasalahan ini akan selalu muncul selama Undang-undang Pelaporan Keuangan belum ada. Mengapa kambing hitamnya selalu terhadap AP ? Pengamatan penulis dilapangan selaku praktisi hukum selama ini disebabkan antara lain :

  1. Persepsi publik jika laporan keuangan telah diaudit dan ditandatangani oleh AP maka yang terlihat secara kasat mata adalah AP nya.
  2. Belum adanya hukum positif terkait pelaporan keuangan, yang ada hanya UU Akuntan Publik
  3. Keterbatasan pemahaman dari aparat penegak hukum atas general audit yang hanya menguji kewajaran laporan keuangan bukan kebenaran atas laporan keuangan.

Untuk itu AP perlu dibekali pemahaman hukum yang memadai dimulai dari membuat perikatan audit yang mengacu pada hukum perjanjian (perdata) dalam rangka memitigasi risiko hukum. Terdapat berbagai asas hukum perjanjian antara lain Pacta Sunt Servanda bahwa perikatan (audit) yang telah dibuat secara sah oleh para pihak akan mengikat para pihak dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak. Sah tidaknya secara hukum mengacu kepada pasal-pasal KUH Perdata.

Tanggung Jawab Hukum  

Laporan keuangan merupakan tanggung jawab Direksi dan termasuk Dewan Komisaris (lihat Pasal 66 sampai dengan Pasal 69 UU PT).  Sebelum Akuntan Publik menandatangani laporan audit, Direksi menyampaikan Surat Pernyataan Direksi (SPD) yang dilampirkan pada laporan keuangan. Surat pernyataan pada hakekatnya merupakan surat pengakuan sepihak yang dibuat secara tertulis sehingga hanya mengikat bagi orang yang membuatnya, dan bisa dicabut atau disangkal setiap saat. Surat pernyataan hanya memiliki kekuatan pembuktian hukum jika diakui oleh yang membuatnya, sesuai Pasal 1875 KUHPerdata. Jika tidak diakui, maka hanya digolongkan sebagai akta di bawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan sebagai alat bukti dalam hukum karena tidak mempunyai nilai pembuktian. Pasal 1875 menyatakan:

“Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya…”

Surat pernyataan hanya bisa digunakan sebagai bukti yang sah (memiliki kekuatan pembuktian) jika surat tersebut diakui kebenarannya baik formal maupun material oleh si pembuatnya. Secara formal, pembuat mengakui yang menulis dan menandatangani surat tersebut. Secara material, pembuat juga mengakui isi surat tersebut adalah benar sesuai fakta atau kehendak pembuat bukan dibuat atas dasar ancaman atau paksaan atau tekanan pihak lain.

Sekalipun Surat Pernyataan dibubuhi meterai, pembubuhan meterai tidak berpengaruh pada kekuatan hukum surat pernyataan, karena pembubuhan meterai hanya memiliki konsekuensi terhadap pajak berupa meterai semata

Dari sisi filosofis, keberadaan SPD seakan hendak memperkuat tanggung jawab moral Direksi dalam menjalankan tugasnya dalam mengelola perseroan. Jika itu yang dikehendaki, tentu saja sangat baik, terlebih kultur budaya bangsa kita cenderung lebih memahami dan lebih percaya jika surat pernyataan akan  dapat memberikan kekuatan moral lebih tinggi ketimbang rumusan norma yuridis yang telah di atur dalam UUPT. Cara pandang berfikir hukum seperti di atas dapat dipahami sebagaimana dinyatakan Satjipto Rahardjo (Guru Besar Hukum Undip) menilai hukum dalam gagasan hukum progresifnya dalam pencarian panjang keadilan substantif, bahwa hukum dilihat sebagai Undang-Undang  yang tetap sarat nilai. Pandangan Satjipto bertolak belakang dengan Hans Kelsen (filsuf Jerman: 1881-1973, pelopor aliran positivis berpedoman pada norma hukum positif yang telah disusun) yang berorientasi hanya pada tataran hukum yang membedakan hukum dan keadilan. 

Langkah ke Depan

          Dinamika lingkungan yang begitu cepat yang sarat dengan berbagai resiko perlu diantisipasi oleh profesi Akuntan Publik dengan langkah-langkah antara lain: pertama, Menteri BUMN yang bertindak selaku RUPS untuk BUMN sudah saatnya melakukan pembenahan dalam pengangkatan Dewan Komisaris, khususnya Komisaris Independen yang merangkap ketua Komite Audit. Juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal perusahaan dalam lingkup otoritasnya perlu pengaturan terkait kompetensi Komisaris Independen. Keberadaan Komisaris jangan hanya formalitas belaka.

Kedua, pembuatan SPD berkaitan dengan kebenaran penyajian LK menjadi kajian penting untuk dinilai pada sisi hukum khususnya kepentingan kelangsungan usaha perseroaan agar menjadi lebih baik, makna hakiki butir bertanggung jawab atas pengendalian internal, bertanggung jawab atas kepatuhan terhadap hukum, ketentuan dan peraturan yang berlaku perlu dipahami segenap Direksi maupun Dewan Komisaris. Ketiga, pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat melakukan percepatan penuntasan Undang-undang Pelaporan Keuangan karena amat dibutuhkan oleh dunia usaha, para investor, kreditor bahkan otoritas pajak. Keempat, Asosiasi Akuntan Publik dalam hal ini Institut Akuntan Publik Indonesia secara proaktif, terus menerus melakukan sosialisasi dan desiminasi kepada para pemangku kepentingan khususnya kepada institusi penegak hukum, Polri, Kejaksaan.

Disamping itu dialog kemitraan dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Otoritas Jasa Keuangan perlu lebih intens lagi, mengingat profesi Akuntan Publik dilahirkan oleh Undang-Undang yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian nasional, seperti yang tertuang pada konsiderans UU Akuntan Publik. Asosiasi AP merupakan asosiasi bersifat nasional sesuai Pasal 1, UU Akuntan Publik secara hukum mitra strategis dan setara dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan OJK, Kejaksaan Agung, Kepolisian.

Simpulan

          Pertama, Akuntan Publik perlu melakukan langkah mitigasi resiko hukum yang salah satunya melalui perikatan audit dengan klien yang taat pada kaidah hukum perjanjian yang diatur pada KUH Perdata.

Kedua, Secara proaktif IAPI melakukan dialog kemitraan dengan lembaga penegak hukum dan regulator yang terkait demi kepentingan publik.

Semoga pandemi Covid 19 membawa hikmah untuk kita sama-sama merenung, berfikir kembali dan melangkah bersama demi kemajuan, kesejahteraan, kemakmuran bangsa dan negara tercinta ini.

BERITA TERKAIT

Pencabutan IUP Raja Ampat Bukti Keberpihakan Negara

     Oleh : Alfred Yikwa, Mahasiswa PTS di Surabaya    Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan komitmen kuat dalam upaya…

Pemerintah Dorong Kolaborasi Danantara dalam Proyek Strategis

    Oleh : Rahayu Kirani, Pengamat Investasi dan Industri     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mempercepat pembangunan…

Danantara Jadi Motor Pembaruan bagi Ekosistem BUMN

Oleh : Abdul Syukur, Pengamat Kebijakan Publik   Pembentukan Danantara Indonesia sebagai Badan Pengelola Investasi merupakan tonggak penting dalam transformasi…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pencabutan IUP Raja Ampat Bukti Keberpihakan Negara

     Oleh : Alfred Yikwa, Mahasiswa PTS di Surabaya    Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan komitmen kuat dalam upaya…

Pemerintah Dorong Kolaborasi Danantara dalam Proyek Strategis

    Oleh : Rahayu Kirani, Pengamat Investasi dan Industri     Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmennya dalam mempercepat pembangunan…

Danantara Jadi Motor Pembaruan bagi Ekosistem BUMN

Oleh : Abdul Syukur, Pengamat Kebijakan Publik   Pembentukan Danantara Indonesia sebagai Badan Pengelola Investasi merupakan tonggak penting dalam transformasi…