NERACA
Jakarta – Berkah membaiknya harga baja di pasar mampu mengerek kinerja keuangan PT Saranacentral Bajatama Tbk (BAJA). Dimana pada kuartal pertama 2021, emiten produsen baja inii meraih laba bersih Rp42,927 miliar atau membaik dibanding kuartal I 2020 yang merugi Rp99,38 miliar. Sehingga, laba per saham dasar terbilang Rp23,85, bandingkan dengan akhir Maret 2020 yang mencatatkan rugi per saham dasar Rp55,21. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam laporan keuangan tanpa audit di Jakarta, kemarin.
Sementara pendapatan usaha terbilang Rp376,48 miliar, tumbuh 8,04% dibandingkan kuartal I 2020 sebesar Rp348,68 miliar. Rincinya, penjualan produk Saranalum naik 51,33% menjadi Rp339,38 miliar. Tapi penjualan produk galvanis anjlok 80,83% menjadi Rp23,003 miliar. Namun, beban pokok penjualan menyusut 10,32% menjadi Rp304,5 miliar. Sehingga laba kotor tercatat Rp71,97 miliar, melonjak 688,88% dibandingkan kuartal I 2020 sebesar Rp9,66 miliar.
Pada sisi ekuitas terbilang Rp170,96 miliar, naik 33,85% dibandingkan akhir tahun 2020 sebesar Rp127,83 miliar. Sedangkan kewajiban susut 0,9% menjadi Rp626,85 miliar. Hasilnya, aset terkumpulkan sebesar Rp796,96 miliar, tumbuh 4,7% dibandingkan akhir tahun 2020 sebesar Rp760,42 miliar. Kemudian kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi Rp3,71 miliar, turun 91,17% dibandingkan akhir Maret 2020 sebesar Rp34,084 miliar.
Tahun ini, perseroan menargetkan pertumbuhan volume penjualan 15% seiring dengan sejumlah kebijakan yang berdampak positif pada permintaan produk baja lapis. Direktur Utama BAJA, Handaja Susanto seperti dikutip kontan pernah mengatakan, stimulus Pajak Pertambahan Nilai Yang Ditanggung Pemerintah (PPN DTP Maret - Agustus 2021) sebesar 50% -100 % untuk pembelian rumah dengan harga Rp 2 miliar sampai dengan Rp 5 miliar, tentunya membawa angin segar bagi industri properti dan industri penopang lainnya, termasuk industri baja lapis.
Menurutnya, industri baja lapis seperti perseroan sendiri tidak langsung menghasilkan komponen yang digunakan dalam pembangunan suatu rumah, namun produk baja lapis adalah bahan baku bagi industri roll former, yang memproduksi atap, truss dan kerangka baja ringan lainnya dengan bobot sekitar 3%–5% dari nilai rumah. Adapun untuk meraih peluang dari momentum ini, Handaja mengatakan, BAJA akan lebih fokus pada product mix, terutama dari sisi metal dan coating thickness sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Handaja mengungkapkan, selain kebijakan diskon PPN di sektor properti, industri baja juga mendapatkan katalis positif dari implementasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap beberapa produk impor besi baja, Omnibus Law dan program vaksinasi yang sudah dimulai awal tahun ini. "BAJA mengapresiasi langkah langkah yang diambil pemerintah dalam memastikan kelangsungan industri dalam negeri di tengah pandemi saat ini," kata Handaja.
Kejar pertumbuhan penjualan, TCL sebagai pemimpin global dalam teknologi pintar dengan bangga meluncurkan eksklusif televisi layar lebar terobosannya, seri 98…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) bersama Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPM) sukses menggelar ajang BTN Indonesia Fashion…
NERACA Jakarta- Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp80 miliar…
Kejar pertumbuhan penjualan, TCL sebagai pemimpin global dalam teknologi pintar dengan bangga meluncurkan eksklusif televisi layar lebar terobosannya, seri 98…
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) bersama Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPM) sukses menggelar ajang BTN Indonesia Fashion…
NERACA Jakarta- Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Itama Ranoraya Tbk. (IRRA) mengalokasikan belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp80 miliar…