Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Alhamdullilah dalam menjalankan ibadah Ramadhan 1442 H kali ini telah memasuki separuh bulan lebih dan banyak sekali umat Islam di bulan ini menjalankan ibadah tersebut dengan khusuk. Meskipun kondisi Ramadhan saat ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya yang tak ada pandemi Covid -19. Walaupun dalam kondisi yang demikian, aktifitas masyarakat dalam menjalankan Ramadhan yang sebentar lagi memasuki Idul Fitri tak ada bedanya dengan tahun–tahun tak ada pandemi. Kebutuhan konsumtif umat dalam berbuka puasa dan lebaran masih menjadi perilaku ekonomi tersendiri.
Anehnya, perilaku ekonomi itu yang sejatinya melahirkan berdampak ganda atau multiplier effect dalam kenyataannya belum dimaksimalkan untuk dikelola dengan baik dalam sebuah ekosistem muslim di Indonesia. Bahkan, membuat tatakelola berbasis jejaring ekonomi dari hulu dan hilir dalam menyiapkan “event” namanya Ramadhan dan lebaran saja selama ini belum tertata rapi oleh komunitas Muslim. Sehingga timbul pertanyaan, ekonomi Ramadhan yang memiliki multiplier effect itu, siapa yang memperoleh keuntungan besarnya ?
Jujur untuk memulai mengcreate dan mendesign ekonomi Ramadhan berbasis close loop (komunitas) simple saja, misalnya dalam kebutuan zakat fitrah berupa beras, lembaga amil zakat (LAZ) bisa bekerjasama dengan sebuah lembaga bisnis yang didirikan oleh umat dalam bentuk Badan Usaha Milik Umat (BUMU) yang selama ini memproduksi beras dari para petani binaanya dengan harga standarisasi yang layak. Jadi sebelum para Muzakki menunaikan zakat fitrahnya ke LAZ mereka bisa membeli produk beras ke BUMU dan selanjutnya mereka bawa ke LAZ sebagai pemayaran zakat fitrah.
Dengan demikian, ketika beras fitrah itu terkumpulkan di LAZ selanjutnya bisa di distribusikan kepada 8 asnaf yang termasuk diantaranya adalah para petani miskin. Melalui pola yang demikian sangat jelas sekali bagaimana multiplier effect ekonomi dari Ramadhan tersebut dan semua rantai – rantai ekonomi saling bekerja dan memberikan arah tuajuan yang jelas dalam membangun kemakmuran ekonomi umat. Ini hanya satu jenis produk saja, yaitu beras. Lantas bagaimana dengan jenis produk lainya, seperti gula, minyak goreng, daging, ayam, ikan, sayur – mayur, telur, susu, biskuit, pakaian dll, Bisakah dikoordinasikan untuk membentuk close loop economy?
Tentunya sangat bisa, apalagi pada diri umat Islam di Indonesia terbentuk sebuah komunitas – komuitas, seperti komunitas pengajian, arisan, saudagar, haji dan lain – lain. Tinggal bagaimana ditawarkan sebuah disain close loop economy yang manfaatnya bukan sekedar untuk Ramadhan saja akan tetapi untuk semua sektor kehidupan umat. Dengan demikian, ekonomi umat bisa bergerak sendiri secara mandiri tanpa harus mempertimbangkan kondisi – kondisi ekonomi negara yang terjadi. Konsep ekonomi yang demikian inilah yang disebut arus baru ekonomi umat yang mandiri.
Jadi, dalam semangat Ramadhan ada poin yang diperoleh bukan hanya dalam kesalehan ritual saja yang ingin kita raih, tapi juga melahirkan kesalehan sosial. Dalam kesalehan sosial, bagaimana ajaran Islam dalam Al – Quran dan Hadist yang kita pelajari secara total, mampu menginspirasi kreativitas diri kita untuk menjadi manusia insanul kamil dengan karya – karya yang memiliki dampak terhadap perubahan sosial pada diri umat. Mendisain ekonomi Ramadhan dalam bentuk close loop economy, merupakan ikhtiar berfastabiqul khoirot bagaimana memakmurkan umat di segala lini sektor dan menyumbat praktek monopoli ekonomi. Dengan demikian distribusi ekonomi bisa berkembang dengan baik dan ajaran Islam selalu hadir dalam memberikan solusi terhadap persoalan umat. Tinggal apakah umat bersediakah memanfaatkan peluang ekonomi Ramadhan tersebut dengan membangun tatakelola bisnis yang baik ? Atau sudah merasa sangat berbahagia apabila ekonomi di setiap Ramadhan dimonopoli dan dikuasai oleh orang atau pihak lain.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…
Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…